PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN SISWA KELAS IV SD SEBAGAI
TINDAKAN PREVENTIF MENGATASIKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
MAKALAH INI DISAJIKAN PADA DISKUSI
ILMIAH
DOSEN-DOSEN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH ( UPBJJ)
PURWOKERTODI RUANG AULA UPBJJ- UT
PURWOKERTOTANGGAL 13 SEPTEMBER 1995
OLEH :
SARYANTO
Mengetahui
:TelahDilaksanakan :
KepalaUPBJJ-UT
Purwokerto, Hari /Tgl :Rabu, 13 September 1995
PenyelenggaraDiskusiIlmiah
KetuaPanitia,
ttd
ttd
Drs.
LESTANTO UNGGUL WIDODO Drs.
SUYADI
NIP.
130 801 794 NIP. 130605332
DEPARTEMEN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
TERBUKA UPBJJ PURWOKERTO
TAHUN
1995
I.
PENDAHULUAN
Pendidik(
Guru) adalah “ Pahlawantanpatandajasa”, itulah kalimat penghargaan dari pemerintah
yang ditujukan kepada setiap pendidik ( Guru ). Berdasar kalimat penghargaan tersebut
dikandung maksud betapa besar jasa guru sebagai abdi negara dan abdi masyara-kat
dalam mengemban tugas dan tanggung jawab memperjuangkan nasib bangsa Indonesia.
Sehingga
tidaklah mengherankan jika tumpuan permasyalahan kualitas sumber daya manu-sia tersudut
pada guru.
Satu dari seperangkat tujuan yang
ingin dicapai melalui pembelajaran adalah agar siswa memperoleh prestasi belajar
yang baik, dalam arti siswa tidak mengalami kesulitan belajar. Akan tetapi kenyataan
menunjukkan bahwa sampai saat ini masih ada siswa SD yang mengalami kesulitan belajar, meskipun sudah
banyaku paya-upaya perbaikan dan inovasi pendidikan oleh pemerintah, baik melalui
penataran guru, perbaikan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan dan masih banyak
yang lainya.
Diantara berbagai kesulitan belajar,
mata pelajaran matematika menduduki peringkat atas di samping mata pelajaran
IPA. Sehingga wajar apabila muncul isu masyarakat yang menyatakan bahwa matapelajaran
matematika merupakan matapelajaran yang sulit dan ditakuti oleh siswa (menjadi momok
bagi siswa) dan terpatri di hati siswa. Sebagai gambaran sepintas dapat dilihat
dari hasil penelitian yang dilakukanoleh :
1.
Samsul Anwar dkk, 1989,
Suatu penelitian konsep pecahan siswa kelas V SD di kecamatan Perwakilan Sintuk Tabah
Gadang Lubuk Alung, yang menunjukkan bahwa siswa kelas V SD, terhadap penguasaan
konsep pecahan masih menunjukkan rata-rata yang rendah yaitu 38,24 %.
2.
Soedjadi (Gema, 1989,
Cit. Syamsul Anwar dkk, 1989 : ) dalam uji
cobanya di Jawa Timur, melihat beberapa kelemahan penguasaan matematika oleh
guru SD. Di antaranya guru
tidak memahami penggunaan bangun geometri untuk menanamkan konsep pecahan, dan penggunaan
garis bilangan untuk menunjukkan konsep pecahan.
II.
Rumusan
Masalah
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sudjadi maupun oleh Syamsul Anwar dkk
tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
guru melaksanakan pengajaran matematika?
2. Apakah
faktor penyebab kesulitan belajar matematika siswa kelas IV SD ?
3. Bagaimana
melakukan tindakan preventif mengatasi kesulitan belajar Matematika pada Siswa kelas IV SD ?
III.
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan
makalah ini adalah agar pembaca makalah ini memperoleh gambaran tentang tindakan
preventif mengatasi kesulitan memahami kemampuan verbal belajar matematika pada
siswa kelas IV SD.
IV.
Pembahasan
Berdasar pada rumusan masalah di
atas, maka dalam pembahasan makalah ini dengan rincian sebagai berikut :
A.
Pelaksanaan
Pengajaran Matematika
Proses pendidikan pada umumnya dan pendidikan
matematika khususnya dipengaruhi oleh aliran teori belajar. Simangunsong dan Zaenal Abidin dalam bukunya berjudul“
Materi Metode Penilaian, mengatakan ada tiga macam teori belajar yakni :
1. Teori Tradisional
2.
Teori Behaviorisme
3.
TeoriStruktur(Conceptionisme )
1.
Teori
Tradisional
Kaum tradisional lebih berorientasi pada
filosofis dari pada psikologis, yaitu melihat hakekat manusia dari padahakekat belajar.
Kaum tradisional memandang proses belajar sebagai mengembangkan daya pikir melalui
melalui latihan-latihan, makin baik dan dapat diandalkan.
2.
Teoribehaviorisme
Kaum behaviorisme berorientasi pada tingkah
laku yang merupakan saling hubungan antara stimulus dan respons.Teori behaviorisme
ini melihat proses belajar sebagai per-ubahan tingkah laku. Tingkah laku dapat diukur,
dapat diatur, dan dibina sehingga respons dapat diramalkan/ dapat ditentukan.
Guru hendaknya mampu melatih respons yang positip atau menyenangkan.
3. TeoriStruktur( Conseptionisme
)
Kaum conseptionisme mengatakan bahwa
keseluruhan lebih dari bagian-bagiannya. Memahami berarti mengerti akan keseluruhan
dari suatu obyek ( konsep). Keseluruhan dari suatu obyek ( konsep) lebih dari jumlah
bagian-bagiannya. Teori conseptionisme ini,
melihat proses belajar sebagai perubahan pengertian dan pemikiran.
Satu dari tokoh psikologi kognitif,
Piaget ( Herman Hudojo, 1988: 39)
mengatakan bahwa proses berpikir manusia
sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak
. Tingkat perkembangan berpikir intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget ( Herman Hudojo,
1988: 45), adalah sebagai berikut.
a. Periode
Sensori motor ( 0 – 2 tahun)
Selama periode ini bayi mengatur alamnya
dengan indera-indera (sensori) dan tindakan-tin-dakannya ( motor). Tingkat
sensori motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan manu-sia. Ratna Wilis Dahar ( 1988: 183), menulis dalam buku“
Teori-teoribelajar”, bahwa selama periode sensori motor, anak tidak mempunyai konsepsi “ Obyek Permanen”, dalam arti bahwa jika benda
disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya, atau obyek itu tidak ada dan ia tidak
akan mencari benda yang disembunyikan tadi. Mendekati akhir periode ini, karena
tambah pengalamannya bayi itu
mulai menyadari bahwa suatu benda disembunyikan, benda tersebut masih
ada dan ia mulai mencarinya sampai benda itu ditemukan.
b. PeriodePra-operasional
( 2 – 7 tahun)
Tingkat pra-operasional konkret menempati
antara umur( 2 -7 ) tahun dalam kehidupan manusia. Yang dimaksud operasi disini
adalah merupakan aktivitas mental atau suatu proses berpikir. Periode praoperasional
konkret ini terbagi atas dua sub tingkat, yaitu :
1) Tingkat Berpikir Pralogis ( 2 – 4 tahun)
Piaget mengatakan
bahwa kharakteristik anak pada tingkat ini penalaran anak adalah transduktif. Anak
itu berpikir dari khusus kekhusus tanpa menyentuh yang umum. Anak meliha tada hubungan
hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada hubungan, Piaget mengatakan ini disebut
penalaran transduktif.
2) Tingkat
Berpikir intuitif( 4 – 6/7 tahun).
Piaget mengatakan bahwa
kharakteristik anak pada tingkat ini adalah anak belum mampu berpikir reversible,
yaitu anak belum mampu melakukan operasi mental (menambah, mengurangi).
c. Periode
Operasi Konkret (6/ 7 – 11/12 tahun)
Periode Operasi konkret ini menempati
umur
antara 7 sampai 11 tahun.Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional,
ini berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkan-nya pada masalah
konkret. Piaget mengatakan bahwa pada periode ini anak belum mempunyai kemampuan
berpikir abstrak / belum berpikir verbal. Anak yang berada pada tahap
operasional konkret mereka memahami hukum kekekalan. Piaget
membagi tahapan hukum kekekalan
menjadi seperti tersebut di bawah ini.
1) Hukum
Kekekalan Bilangan /Kekekalan Banyak
Hukum Kekekalan
Bilangan dicapai oleh anak pada usia 6 sampai
7 tahun . Mereka akan mengerti
bahwa banyaknya benda-benda akan tetap walaupun letaknya berbeda-beda,
dalam arti bahwa jika anak mengerti
biarpun benda diletakan secara rapih atau berserakan akan mengatakan sama asalkan
berasal dari benda yang jumlahnya sama. Operasi
hitung penjumlahan, pengurangan dapat
dimengerti oleh anak pada usia 6/ 7 tahun.
2) Hukum
Kekekalan Materi / Hukum Kekekalan Zat
Hukum kekekalan materi
dicapai oleh anak pada usia 7 sampai 8 tahun.
Anak yang memahami hukum kekekalan zat
berpendapat bahwa banyaknya pada
dua bejana berbeda bentuknya adalah sama asalkan ditumpahkan dari bejana yang
sama isinya. Konsep bilangan genap,
bilngan ganjil dan bilangan prima dapat dimengerti oleh anakpada usia 7-8
tahun.
3) Hukum
Kekekakalan Panjang
Hukum kekekalan
panjang dicapai oleh anak pada usia 8
sampai 9 tahun . Anak yang memahami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa dua utas tali akan tetap
sama panjang walaupun yang tali pertama dikerutkan dan tali kedua tidak
dikerutkan. Konsep pengukuran dapat
dipahami oleh anak usia 8 – 9 tahun.
4) Hukum
Kekekalan Luas
Hukum kekekalan luas
dicapai oleh anak pada usia 8 sampai 9 tahun. Anak yang memahami hukum
kekekalan luas akan mengatakan bahwa Luas himpunan 4 bangun segitiga adalah
sama dengan luas bangun persegi panjang, jika ke-4 bangun segitiga itu
merupakan Irisan bangun persegi panjang tersebut.
1) Hukum
Kekekalan Berat
Hukum
kekekalan berat dicapai oleh anak pada usia 9 sampai 10 tahun. Anak yang memahami hukum kekekalan berat akan mengerti bahwa berat benda itu tetap
walaupun bentuknya, tempatnya dan atau penimbangannya berbeda-beda.
2) Hukum
Kekekalan Isi
Hukum
kekekalan Isi dicapai oleh anak pada usia 11/14 tahun. Anak yang memahami hokum kekekalan Isi mengerti bahwa air yang
ditumpahkan dari sebuah gelas yang penuh
adalah sama dengan isi sebuah gelas yang ditenggelamkannya.
Para ahli psikhologi jiwa seperti Piaget, Bruner, Brownell, dan Dienes percaya
bahwa jika kita akan memberikan pelajaran tetang sesuatu kepada anak didik,
maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak tersebut.
a. PeriodeOperasi
Formal ( 11/12 tahun keatas )
Periode Operasi Formal
adalah menempati umur 11/12 tahun keatas. Pada periode ini anak mempunyai kemampuanberpikir
abstrak. Ketiga teori belajar tersebut di
atas, dapat dipakai sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar,
dan masing-masing aliran teori belajar mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Yang
terpenting bagi guru matematika ialah bagaimana memanfaatkan teori –teori belajar
tersebut dalam mencapai tujuan belajar- mengajar. Makalah ini berjudul: “ Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Kelas IV
SD Sebagai Tindakan Preventip Mangatasi Kesulitan Belajar Matema-tika”, maka dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan. pada
aliran teori belajar conseptionisme yaitu model mengajarkan konsep menurut Bruner.
A.
Faktor
Dasar Umum Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD
Belajar matematika berarti mempelajari
hal-hal yang bersifat abstrak, Cara belajar siswa yang salah, cara guru
mengajar yang salah, kemungkinan akan mempengaruhi kemampuan berpikir siswa dan
pada giliranya akan menyebabkan kesulitan belajar matematikasiswa. Soejono( 1983: 3), dalam buku berjudul
“Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Matematika “ , menulis
tentang faktor dasar umum penyebab siswa kesulitan belajar matematika adalah seperti tersebut
di bawah ini.
1.
Faktor
Fisiologis
Brecker
dan Bond mengatakan bahwa ada hubungan antara faktor fisiologis dan kesulitan
belajar. Misal seseorang anak yang belum memiliki hukum kekekalan bilangan akan
mengalami kesulitan dalam belajar operasi hitung matematika.
2.
Faktor
Intelektual/ penalaran
Anak
pada periode operasional konkret belum mempunyai kemampuan berpikir abstrak. Sedangkan Matematika merupakan
ilmu yang banyak menggunakan simbol/lambang atau ilmu yang abstrak. Faktor
penyebab kesulitan mereka mempelajari matematika adalah karena siswa kurang
daya abstraksi, kurang kemampuan penalaran induksi, kurang kemampuan penalaran
deduksi.
3.
Faktor
Paedagogik
Faktor
Paedagogik adalah kesulitan belajar matematika yang diakibatkan gurunya :
a.
Guru tak mampu memilih atau menggunakan metode mengajar yang cocok.
b.
Materi pelajaran matematika yang dipilih terlalu sukar.
c.
Sedikit atau kurang perhatian, guru kurang motivasi dalam mengajar.
d.
Pemberian motivasi kepada siswa yang kurang sehat, seperti :
1). Hukuman
2). Membandingkan kemampuan individu
siswanya.
3). Kompetensi antar siswa yang hebat
e.
Kurang ada jaminan terhadap umpan balik dari siswa.
f.
Pemberian tugas pada siswa yang tak direncanakan lebih dulu.
4.
Faktor
Sarana Belajar
Matematika
merupakan ilmu yang padat simbol/ lambang. Faktor sarana/ media pengajaran sangat
diperlukan untuk mengkonkritkan materi matematika yang abstrak, .Guru tak mampu
memilih atau menggunakan sarana atau alat peraga matematika akan berakibat
materi matematika sulit sehingga dipahami oleh siswa kelas IV SD yang tinkat berpikir
intelektualnya konkret.
B.
Tindakan
Preventif Mengatasi KesulitanBelajar Matematika Siswa Kelas IV SD
Dari pembahasan tentang faktor dasar
umum ke- 2 penyebab kesulitan belajar matematika siswa kelas IV SD yaitu : “Faktor
Intelektual/ penalaran “ seperti tersebut di atas. Seperti dikatakan oleh Piaget bahwa siswa
kelas IV SD adalah berada pada tahap operasional
konkret .
Anak yang berada periode ini anak belum mempunyai kemampuan berpikir abstrak /
belum berpikir verbal.
Sedangkan matematika merupakan ilmu
yang banyak menggunakan simbol/lambang atau ilmu yang abstrak. Ini berarti
mengajarkan matematika pada siswa kelas IV SD adalah mengajarkan ilmu yang abstrak kepada siswa yang berada pada
tahap operasinal kongkret, sehingga sehingga siswa akan menemui kesulitan
belajar.
Soejono,
mengatakan bahwa satu dari kesulitan belajar matematika adalah jika penguasaan
konsep masih samar-samar.
Jarome Bruner dan Dienes mengatakan
bahwa : “ Belajar matematika akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan
pada konsep dan struktur tersebut”. ( Cit. Jaya Kusuma, 1991).
Dengan mengamati ketiga pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa tindakan preventif mengatasi kesulitan belajar
matematika adalah jika pengajaran matematika diarahkan pada pemahaman konsep
dan struktur matematika tersebut.
Lebih
lanjut Bruner mengatakan bahwa terdapat tiga tahap yang harus dilalui untuk
mengajarkan konsep matematika yaitu :
1. Tahap
Enaktif, berkaitan dengan memanipulasi obyek/ benda/ alat peraga secara langsung.
2. Tahap
Ikonik, berkaitan dengan mental/ berpikir yang merupakan gambaran obyek/benda
yang dimanipulasi ( proses dalam diri seseorang).
3. Tahap
simbolik, berkaitan dengan simbol / lambing dari obyek yang dimanipulasi (proses
penulisan kedalam lambing matematika).
Selain tahap-tahap yang dilewati
dalam proses belajar dengan model mengajar konsep matematika tersebut di
atas, Bruner juga mengemukakan empat dalil dalam belajar mate-matika yaitu :
1.Dalil
Kontruksi
2.
Dalil Notasi
3.
Dalil Pengkontrasan dan Keaneka ragaman
4.
Dalil Konektivitas.
1. Dalil Kontruksi
Dalil
ini menyatakan bahwa siswa ingin memiliki dalam hal menguasai konsep,
teorema, dedinisi dan semacamnya. Untuk itu siswa perlu dilatih melakukan
penyusunan ide atau definisi dengan jalan menyajikan konsep.
2. Dalil Notasi
Dalam penyajian konsep tertentu harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa.Untuk
itu siswa perlu dikondisikan agar memahami suatu konsep. Notasi digunakan untuk
menyatakan sebuah konsep.
3. Dalil Pengkontrasan
dan Keaneka ragaman
Dalam melakukan pengubahan konsep
yang kongkret ke abstrak diperlukan contoh-contoh yang banyak. Contoh-contoh
yang banyak akan membantu siswa kharakteristik konsep-konsep tertentu. Tidak
menutup kemungkinan jika ingin memberikan contoh yang tidak memenuhi rumusan
atau teorema yang diberikan ( bukan contoh). Konsep yang diberikan dengan
contoh-contoh yang banyak adalah memenuhi dalil keaneka ragaman. Begitu pula
konsep yang diberikan contoh dan bukan contoh adalah memenuni dalil
pengkontrasan.
4. Dalil Konektivitas
Setiap konsep matematika ada
keterkaitan artinya konsep yang satu dapat digunakan untuk menjelaskan konsep matematika yang
lainnya.
C.
Tindakan
Preventif Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD
Garis-garis Besar Program Pengajaran
( GBPP) Matematika merupakan pedoman
bagi guru untuk mengajarkan materi matematika kepada siswa. GBPP Matematika
Kurikulum SD 1994, memuat 4 pokok bahasan matematika yang harus diberikan pada
siswa kelas IV SD yaitu :
1.
Membandingkan Pecahan
2.
Menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan
3.
Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan
4.
Mengubah pecahan biasa ke pecahan desimal atau sebaliknya.
1. Pokok Bahasan : “ Membandingkan Pecahan”
Dalam membahas konsep pecahan ini,
kita hanya membahas konsep pecahan pokok bahasan memnadingkan pecahan dan
menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan, menggunakan model
mengajarkan konsep dari Bruner dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Membandingkan
Pecahan
a.
Dalil
Kontruksi
Dalam hal mengkonstruk ide ( konsep)yang
bersifat abstrak, tentang Pokok Bahasan
: “Membandingkan Pecahan “, kepada siswa
kelas empat SD yang masih berada pada
berfi-kir operasional konkret, diperlukan suatu benda konkret atau semi konkret
sebagai alat bantu pengajaran matematika.
Alat bantu pengajaran matematika tersebut berupa Lembar Kartu Pos atau Amplop
Kemudian lipatlah menjadi dua bagian
yang sama besarnya Kartu Pos atau Amplop tersebut, tunjukkan pada siswa satu
dari dua bagian lipatan kartu pos atau amplop yang sama besar tersebut, dengan
cara seperti ini siswa akan memperoleh pemahaman tentang konsep pecahan setengah,
ataupecahan satuper dua. Kemudian lipatlah
kartu pos atau amplop tersebut menjadi tiga bagian yang sama besar, tunjukkan pada
siswa satu dari tiga bagian kartu pos atau amplop tersebut, Dengan cara seperti
ini siswa akan memperoleh pemahaman tentang konsep pecahan setengah atau satu
perdua dan satu pertiga.
Selanjutnya untuk membedakan mana yang
lebih besar antara pecahan setengah dan sepertiga ditunjukkan dengan
gambar bangun geometri persegi panjang
seperti tersebut di bawah ini.
b. Dalil Notasi
Dengan mengamati Gb.1beserta penjelasannya, maka perhatikan
cara menotasikan konsep pecahan di bawah
ini.
1. Setengah sama dengan dua perempat
sama dengan tiga perenam, dinotasikan sebagai berikut
1/2
= 2/4 = 3/6
2. Setengah lebih besar dari sepertiga dinotasikan sebagai
berikut :
1/2 >
1/3
3.Sepertiga lebih besar dari seperenam dinotasikan
segai berikut: 1/3 > 1/6
c. Dalil Keaneka ragaman
dan pengkontrasan
Kaitannya dengan dalil keaneka
ragaman dan pengkontrasan, diperoleh dengan cara menambah alat bantu untuk menanamkan konsep pecahan 1 /2,
2 /4, dan 3 /6 seperti tertera dibawah ini. , misalnya denganmenambah alat peraga bangun geometri lingkaran, bangun segi enam beraturan dll.
d. Dalil Konektivitas
Suatu konsep matematika ada
keterkaitan artinya konsep matematika tertentu dapat dipakai untuk menjelaskan
konsep matematika yang lainnya. Sebagai
contoh konsep bangun geometri dapat
digunakan untuk menjelaskan konsep pecahan.
1.
Pokok Bahasan : “ Menentukan nama
lain suatu pecahan pada garis bilangan” Berdasarpada tema pokok
bahasan : “ Menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan”, ini
berarti kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru kelas empat adalah menanamkan
konsep pecahan dengan alat bantu benda
semi konkret, yaitu menggunakan gambar garis bilangan.
Selanjutnya dalam membahas
konsep
membandingkan pecahan ini, kita gunakan model mengajarkan konsep dari Bruner
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Dalil Kontruksi
Dengan mengamati gambar baris bilangan beserta penjelasannya,
maka perhatikan cara menotasikan konsep
pecahan di bawah ini.
Gambar 5. Konsep
Pecahan pada Garis Bilangan
b. Dalil Notasi
1. Setengah sama dengan dua
perempat sama dengan tiga perenam,
dinotasikan sebagai berikut
1/2 = 2/4
= 3/6
2. Setengah lebih besar dari
sepertiga dinotasikan sebagai berikut :
1/2 > 1/3
3. Sepertiga lebih besar dari seperenam dinotasikan segai berikut :
1/3 >
1/6
C. Kaitannya dengan pengkontrasan dan keaneka
ragaman
Gunakan alat bantu garis bilangan
sebanyak yang dikehendaki untuk menunjukkan nama lain dari konsep pecahan,
misal menjelaskan konsep bilangan pecahan
. Semakin banyak meng-
Gunakan alat bantu
untuk menunjukkan konsep bilangan
pecahan setengah itulah yang memenuhi dalil pengkontrasan dan keaneka
ragaman.
Dengan mengamati pada garis bilangan gb. 6. beserta
penjelasannya di atas , maka perhatikan cara
menanamkan konsep bilangan pecahan setengah = dua
per empat = tiga per enam .
d. Dalil
Konektivitas
Suatu konsep matematika ada
keterkaitan artinya konsep matematika tertentu dapat dipakai
untuk menjelaskan konsep matematika yang
lainnya. Sebagai contoh untuk menjelaskan
konsep pecahan dapat digunakan garis
bilangan. Garis bilangan dapat juga digunakan untuk mrnjelaskan konsep
pembagian, garis bilangan dapat
digunakan untuk menjelaskan konsep perkalian. Dengan perkataan lain terdapat
keterkaitan antara konsep matematika
tertentu dengan konsep matematika lainnya.
I.
Penutup
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Terdapat tiga macam
teori belajar, yaitu teori tradisional, teori behaviorisme, dan teori struktur (Conseptionisme). Ketiga teori tersebut mempunyai strategi,
metode dan teknik mengajarkan matematika yang berbeda-beda.
Bagi guru matematika yang terpenting adalah
bagaimana mengaplikasikan teori-teori belajar tersebut dalam kegiatan belajar mengajar.
Sehingga tujuan belajar mengajar yang diharapkan tercapai, sesuai dengan apa yang diha-rapkan oleh guru.
2. Mengajarkan
matematika
kepada siswa SD menurut teori struktur lebih menekankan pada pemahaman atau pengertian. Teori ini mengatakan bahwa mengajarkan matematika pada siswa SD akan berhasil,
jika proses belajar diarahkan pada penguasaan
konsep yang matang atau mantap.
3. Model
mengajar konsep Matematika menurut Bruner akan melalui tiga tahap yaitu tahap enaktip,
tahap ekonik, dan tahap simbolik. Bruner masih menambahkan bahwa terdapat dalil
belajar mengajar dalam menanamkan konsep Matematika, yaitu dalil kontruksi,
dalil
notasi, dalil pengkontrasan dan keaneka
ragaman, serta dalil konektivitas.
4. Dengan
bertitik tolak model mengajarkan konsep matematika menurut Bruner, pembahasan makalah ini
difokuskan pada menanamkan konsep pecahan padasiswa kelas IV SD dengan menggunakan alat peraga benda semi
konkret yaitu bangun geometrid an garis bilangan. Dengan harapan dapat digunakan sebagai usaha
preventif untuk mengatasi kesulitan
matematika siswa kelas ID SD.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, GBPP Mata Pelajaran Matematika SD.
Depdikbud.
Jaya S. Kusumah, Drs, 1991. Pendidikan
Matematika 3. PPDGSD Setara DII, Depdikbud,
Jakarta.
Soejono, 1983. Diagnosis
Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial Matematika. P2LPTK,
Dirjen Dikti, Jakarta.
Syamsul Anwar, Drs dkk, 1989. Laporan
Penelitian Studi Penguasaan Konsep Pecahan Murid
Kelas V SD di Kec.
Perwakilan Sintuk Tabah Gadang Lubuk Alung. FPMIPA, IKIP
Padang.
Simangunsong, M.P, Zaenal Abidin,
1985. Materi Metode Penilaian. CV. Akademika Presendo,
Jakarta.