Kamis, 11 September 2014

PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN SISWA KELAS IV SD SEBAGAI TINDAKAN PREVENTIF MENGATASIKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA


PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN SISWA KELAS IV SD SEBAGAI TINDAKAN PREVENTIF MENGATASIKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA

MAKALAH INI DISAJIKAN PADA DISKUSI ILMIAH
DOSEN-DOSEN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH ( UPBJJ) PURWOKERTODI RUANG AULA  UPBJJ- UT PURWOKERTOTANGGAL 13 SEPTEMBER 1995


OLEH :

   SARYANTO

Mengetahui :TelahDilaksanakan :
KepalaUPBJJ-UT Purwokerto,         Hari /Tgl :Rabu, 13 September 1995
PenyelenggaraDiskusiIlmiah

                                                                                  KetuaPanitia,

                 ttd                                                                     ttd

Drs. LESTANTO UNGGUL WIDODO                 Drs. SUYADI
NIP. 130 801 794                                                       NIP. 130605332







DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ PURWOKERTO
TAHUN 1995




I.              PENDAHULUAN
          Pendidik( Guru) adalah “ Pahlawantanpatandajasa”, itulah kalimat penghargaan dari pemerintah yang ditujukan kepada setiap pendidik ( Guru ). Berdasar kalimat penghargaan tersebut dikandung maksud betapa besar jasa guru sebagai abdi negara dan abdi masyara-kat dalam mengemban tugas dan tanggung jawab memperjuangkan nasib bangsa Indonesia.
Sehingga tidaklah mengherankan jika tumpuan permasyalahan kualitas sumber daya manu-sia tersudut pada guru.
          Satu dari seperangkat tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran adalah agar siswa memperoleh prestasi belajar yang baik, dalam arti siswa tidak mengalami kesulitan belajar. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih ada siswa  SD yang mengalami kesulitan belajar, meskipun sudah banyaku paya-upaya perbaikan dan inovasi pendidikan oleh pemerintah, baik melalui penataran guru, perbaikan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan dan masih banyak yang lainya.
          Diantara berbagai kesulitan belajar, mata pelajaran matematika menduduki peringkat atas di samping mata pelajaran IPA. Sehingga wajar apabila muncul isu masyarakat yang menyatakan bahwa matapelajaran matematika merupakan matapelajaran yang sulit dan ditakuti oleh siswa (menjadi momok bagi siswa) dan terpatri di hati siswa. Sebagai gambaran sepintas dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukanoleh :
1.           Samsul Anwar dkk, 1989, Suatu penelitian konsep pecahan siswa kelas V SD di kecamatan Perwakilan Sintuk Tabah Gadang Lubuk Alung, yang menunjukkan bahwa siswa kelas V SD, terhadap penguasaan konsep pecahan masih menunjukkan rata-rata yang rendah yaitu 38,24 %.
2.           Soedjadi (Gema, 1989, Cit. Syamsul Anwar dkk, 1989 :   ) dalam uji cobanya di Jawa Timur, melihat beberapa kelemahan penguasaan matematika oleh guru SD. Di antaranya guru tidak memahami penggunaan bangun geometri untuk menanamkan konsep pecahan, dan penggunaan garis bilangan untuk menunjukkan konsep pecahan.

II.           Rumusan Masalah
          Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjadi maupun oleh Syamsul Anwar dkk tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana guru melaksanakan pengajaran matematika?
2.      Apakah faktor penyebab kesulitan belajar matematika siswa kelas IV SD ?
3.      Bagaimana melakukan tindakan preventif mengatasi kesulitan belajar Matematika pada Siswa kelas IV  SD ?

III.        Tujuan
          Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah agar pembaca makalah ini memperoleh gambaran tentang tindakan preventif mengatasi kesulitan memahami kemampuan verbal belajar matematika pada siswa kelas IV SD.

IV.        Pembahasan
          Berdasar pada rumusan masalah di atas, maka dalam pembahasan makalah ini dengan rincian sebagai berikut :
A.    Pelaksanaan Pengajaran Matematika
          Proses pendidikan pada umumnya dan pendidikan matematika khususnya dipengaruhi oleh aliran teori belajar.  Simangunsong dan Zaenal Abidin dalam bukunya berjudul“ Materi Metode Penilaian, mengatakan ada tiga macam teori belajar yakni :
1. Teori Tradisional
2. Teori Behaviorisme
3. TeoriStruktur(Conceptionisme )
                                                                                                                                                   
1.      Teori Tradisional
          Kaum tradisional lebih berorientasi pada filosofis dari pada psikologis, yaitu melihat hakekat manusia dari padahakekat belajar. Kaum tradisional memandang proses belajar sebagai mengembangkan daya pikir melalui melalui latihan-latihan, makin baik dan dapat diandalkan.
2.      Teoribehaviorisme
          Kaum behaviorisme berorientasi pada tingkah laku yang merupakan saling hubungan antara stimulus dan respons.Teori behaviorisme ini melihat proses belajar sebagai per-ubahan tingkah laku. Tingkah laku dapat diukur, dapat diatur, dan dibina sehingga respons dapat diramalkan/ dapat ditentukan. Guru hendaknya mampu melatih respons yang positip atau menyenangkan.


3.      TeoriStruktur( Conseptionisme )
          Kaum conseptionisme mengatakan bahwa keseluruhan lebih dari bagian-bagiannya. Memahami berarti mengerti akan keseluruhan dari suatu obyek ( konsep). Keseluruhan dari suatu obyek ( konsep) lebih dari jumlah bagian-bagiannya.  Teori conseptionisme ini, melihat proses belajar sebagai perubahan pengertian  dan pemikiran.
          Satu dari tokoh psikologi kognitif, Piaget ( Herman Hudojo, 1988: 39)  mengatakan bahwa proses  berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak . Tingkat perkembangan berpikir intelektual anak  yang dikemukakan oleh Piaget ( Herman Hudojo, 1988: 45), adalah sebagai berikut.
a.      Periode Sensori  motor ( 0 – 2 tahun)
          Selama periode ini bayi mengatur alamnya dengan indera-indera (sensori) dan tindakan-tin-dakannya ( motor). Tingkat sensori motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan manu-sia.  Ratna Wilis Dahar ( 1988: 183), menulis dalam buku“ Teori-teoribelajar”, bahwa selama periode sensori motor, anak tidak mempunyai konsepsi  “ Obyek Permanen”, dalam arti bahwa jika benda disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya, atau obyek itu tidak ada dan ia tidak akan mencari benda yang disembunyikan tadi. Mendekati akhir periode ini, karena tambah pengalamannya bayi                                                                                                                                                                       itu mulai menyadari  bahwa  suatu benda disembunyikan, benda tersebut masih ada dan ia mulai mencarinya sampai benda itu ditemukan.
b.      PeriodePra-operasional ( 2 – 7 tahun)
          Tingkat pra-operasional konkret menempati antara umur( 2 -7 ) tahun dalam kehidupan manusia. Yang dimaksud operasi disini adalah merupakan aktivitas mental atau suatu proses berpikir. Periode praoperasional konkret ini terbagi atas dua sub tingkat, yaitu :
1)      Tingkat  Berpikir Pralogis ( 2 – 4 tahun)
Piaget mengatakan bahwa kharakteristik anak pada tingkat ini penalaran anak adalah transduktif. Anak itu berpikir dari khusus kekhusus tanpa menyentuh yang umum. Anak meliha tada hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada hubungan, Piaget mengatakan ini disebut penalaran transduktif.
2)      Tingkat Berpikir intuitif( 4 – 6/7 tahun).
Piaget mengatakan bahwa kharakteristik anak pada tingkat ini adalah anak belum mampu berpikir reversible, yaitu anak belum mampu melakukan operasi mental (menambah, mengurangi).
c.       Periode Operasi Konkret (6/ 7 – 11/12 tahun)
          Periode Operasi konkret ini menempati  umur  antara 7 sampai 11 tahun.Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional, ini berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkan-nya pada masalah konkret. Piaget mengatakan bahwa pada periode ini anak belum mempunyai kemampuan berpikir abstrak / belum berpikir verbal. Anak yang berada pada tahap operasional konkret  mereka memahami  hukum kekekalan.  Piaget  membagi  tahapan hukum kekekalan menjadi seperti tersebut di bawah ini.
1)      Hukum Kekekalan Bilangan /Kekekalan Banyak
Hukum Kekekalan Bilangan dicapai oleh anak pada usia 6 sampai  7 tahun . Mereka akan mengerti  bahwa banyaknya benda-benda akan tetap walaupun letaknya berbeda-beda, dalam arti bahwa  jika  anak mengerti  biarpun benda diletakan secara rapih atau  berserakan akan mengatakan sama asalkan berasal dari benda yang jumlahnya sama. Operasi  hitung penjumlahan, pengurangan dapat  dimengerti oleh anak pada usia 6/ 7 tahun.                                                                                                                                                                   
2)      Hukum Kekekalan Materi / Hukum Kekekalan Zat
Hukum kekekalan materi dicapai oleh anak pada usia 7 sampai 8 tahun.  Anak yang memahami hukum kekekalan zat  berpendapat  bahwa banyaknya pada dua bejana berbeda bentuknya adalah sama asalkan ditumpahkan dari bejana yang sama isinya.  Konsep bilangan genap, bilngan ganjil dan bilangan prima dapat dimengerti oleh anakpada usia 7-8 tahun.
3)      Hukum Kekekakalan Panjang
Hukum kekekalan panjang  dicapai oleh anak pada usia 8 sampai 9 tahun . Anak yang memahami hukum kekekalan panjang  akan mengatakan bahwa dua utas tali akan tetap sama panjang walaupun yang tali pertama dikerutkan dan tali kedua tidak dikerutkan.  Konsep pengukuran dapat dipahami oleh anak usia 8 – 9 tahun.
4)      Hukum Kekekalan Luas
Hukum kekekalan luas dicapai oleh anak pada usia 8 sampai 9 tahun. Anak yang memahami  hukum kekekalan luas akan mengatakan bahwa Luas himpunan 4 bangun segitiga adalah sama dengan luas bangun persegi panjang, jika ke-4 bangun segitiga itu merupakan Irisan bangun persegi  panjang tersebut. 


1)      Hukum Kekekalan  Berat
Hukum kekekalan berat dicapai oleh anak pada usia 9 sampai 10 tahun.  Anak yang memahami  hukum kekekalan berat  akan mengerti bahwa berat benda itu tetap walaupun bentuknya, tempatnya dan atau penimbangannya berbeda-beda.
2)      Hukum Kekekalan Isi
Hukum kekekalan Isi dicapai oleh anak pada usia 11/14 tahun. Anak yang memahami hokum  kekekalan Isi mengerti bahwa air yang ditumpahkan dari sebuah gelas  yang penuh adalah sama dengan isi sebuah gelas yang ditenggelamkannya.
 Para ahli psikhologi jiwa seperti  Piaget, Bruner, Brownell, dan Dienes percaya bahwa jika kita akan memberikan pelajaran tetang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak tersebut.
a.      PeriodeOperasi Formal ( 11/12 tahun keatas )
Periode Operasi Formal adalah menempati umur 11/12 tahun keatas. Pada periode ini anak mempunyai kemampuanberpikir abstrak.   Ketiga teori belajar tersebut di atas, dapat dipakai sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dan masing-masing aliran teori belajar mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Yang terpenting bagi guru matematika ialah bagaimana memanfaatkan teori –teori belajar tersebut  dalam  mencapai tujuan belajar- mengajar.  Makalah ini berjudul: “ Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Kelas IV SD Sebagai Tindakan Preventip Mangatasi Kesulitan Belajar Matema-tika”, maka dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan. pada aliran teori belajar conseptionisme yaitu model  mengajarkan konsep menurut  Bruner.
A.    Faktor Dasar Umum Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD
          Belajar matematika berarti mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak, Cara belajar siswa yang salah, cara guru mengajar yang salah, kemungkinan akan mempengaruhi kemampuan berpikir siswa dan pada giliranya akan menyebabkan kesulitan belajar matematikasiswa.  Soejono( 1983: 3), dalam buku berjudul “Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Matematika “ , menulis tentang faktor dasar umum penyebab siswa  kesulitan belajar matematika adalah seperti tersebut di bawah ini.


1.      Faktor Fisiologis
Brecker dan Bond mengatakan bahwa ada hubungan antara faktor fisiologis dan kesulitan belajar. Misal seseorang anak yang belum memiliki hukum kekekalan bilangan akan mengalami kesulitan dalam belajar operasi hitung matematika.
2.      Faktor Intelektual/ penalaran
Anak pada periode operasional konkret belum mempunyai kemampuan berpikir  abstrak. Sedangkan Matematika merupakan ilmu yang banyak menggunakan simbol/lambang atau ilmu yang abstrak. Faktor penyebab kesulitan mereka mempelajari matematika adalah karena siswa kurang daya abstraksi, kurang kemampuan penalaran induksi, kurang kemampuan penalaran deduksi.
3.      Faktor Paedagogik
Faktor Paedagogik adalah kesulitan belajar matematika yang diakibatkan gurunya :
a. Guru tak mampu memilih atau menggunakan metode mengajar yang cocok.
b. Materi pelajaran matematika yang dipilih terlalu sukar.
c. Sedikit atau kurang perhatian, guru kurang motivasi dalam mengajar.
d. Pemberian motivasi kepada siswa yang kurang sehat, seperti :
   1). Hukuman
   2). Membandingkan kemampuan individu siswanya.
   3). Kompetensi antar siswa yang hebat
e. Kurang ada jaminan terhadap umpan balik dari siswa.
f. Pemberian tugas pada siswa yang tak direncanakan lebih dulu.
4.      Faktor Sarana Belajar
Matematika merupakan ilmu yang padat simbol/ lambang. Faktor sarana/ media pengajaran sangat diperlukan untuk mengkonkritkan materi matematika yang abstrak, .Guru tak mampu memilih atau menggunakan sarana atau alat peraga matematika akan berakibat materi matematika sulit sehingga dipahami oleh siswa kelas IV SD yang tinkat berpikir intelektualnya konkret.
                                                                                                                                                                    
B.     Tindakan Preventif Mengatasi KesulitanBelajar Matematika Siswa Kelas IV SD
          Dari pembahasan tentang faktor dasar umum ke- 2 penyebab kesulitan belajar matematika siswa kelas IV SD yaitu : “Faktor Intelektual/ penalaran “ seperti tersebut di atas. Seperti dikatakan oleh Piaget bahwa siswa kelas IV SD adalah berada pada tahap operasional konkret . Anak yang berada periode ini anak belum mempunyai kemampuan berpikir abstrak / belum berpikir verbal.
          Sedangkan matematika merupakan ilmu yang banyak menggunakan simbol/lambang atau ilmu yang abstrak. Ini berarti mengajarkan matematika pada siswa kelas IV SD adalah mengajarkan  ilmu yang abstrak kepada siswa yang berada pada tahap operasinal kongkret, sehingga sehingga siswa akan menemui kesulitan belajar.
Soejono, mengatakan bahwa satu dari kesulitan belajar matematika adalah jika penguasaan konsep masih samar-samar.
         Jarome Bruner dan Dienes mengatakan bahwa : “ Belajar matematika akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep dan struktur tersebut”. ( Cit. Jaya Kusuma, 1991).
         Dengan mengamati ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan preventif mengatasi kesulitan belajar matematika adalah jika pengajaran matematika diarahkan pada pemahaman konsep dan struktur matematika tersebut.
Lebih lanjut Bruner mengatakan bahwa terdapat tiga tahap yang harus dilalui untuk mengajarkan konsep matematika yaitu :
1.      Tahap Enaktif, berkaitan dengan memanipulasi obyek/ benda/ alat peraga secara langsung.
2.      Tahap Ikonik, berkaitan dengan mental/ berpikir yang merupakan gambaran obyek/benda yang dimanipulasi ( proses dalam diri seseorang).
3.      Tahap simbolik, berkaitan dengan simbol / lambing dari obyek yang dimanipulasi (proses penulisan kedalam lambing matematika).
          Selain tahap-tahap yang dilewati dalam proses belajar dengan model mengajar konsep matematika tersebut di atas, Bruner juga mengemukakan empat dalil dalam belajar mate-matika yaitu  :
1.Dalil Kontruksi
2. Dalil Notasi
3. Dalil Pengkontrasan dan Keaneka ragaman
4. Dalil Konektivitas.
1. Dalil Kontruksi
          Dalil  ini menyatakan bahwa siswa ingin memiliki dalam hal menguasai konsep, teorema, dedinisi dan semacamnya. Untuk itu siswa perlu dilatih melakukan penyusunan ide atau definisi dengan jalan menyajikan konsep.
2. Dalil Notasi
          Dalam penyajian konsep tertentu harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa.Untuk itu siswa perlu dikondisikan agar memahami suatu konsep. Notasi digunakan untuk menyatakan sebuah konsep.
3. Dalil Pengkontrasan dan Keaneka ragaman
          Dalam melakukan pengubahan konsep yang kongkret ke abstrak diperlukan contoh-contoh yang banyak. Contoh-contoh yang banyak akan membantu siswa kharakteristik konsep-konsep tertentu. Tidak menutup kemungkinan jika ingin memberikan contoh yang tidak memenuhi rumusan atau teorema yang diberikan ( bukan contoh). Konsep yang diberikan dengan contoh-contoh yang banyak adalah memenuhi dalil keaneka ragaman. Begitu pula konsep yang diberikan contoh dan bukan contoh adalah memenuni dalil pengkontrasan.
4. Dalil Konektivitas
          Setiap konsep matematika ada keterkaitan artinya konsep yang satu dapat digunakan  untuk menjelaskan konsep matematika yang lainnya.
C.    Tindakan Preventif Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV  SD
          Garis-garis Besar Program Pengajaran ( GBPP) Matematika merupakan  pedoman bagi guru untuk mengajarkan materi matematika kepada siswa. GBPP Matematika Kurikulum SD 1994, memuat 4 pokok bahasan matematika yang harus diberikan pada siswa kelas IV SD yaitu :
1. Membandingkan Pecahan
2. Menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan
3. Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan
4. Mengubah pecahan biasa ke pecahan desimal atau sebaliknya.
1. Pokok Bahasan : “ Membandingkan Pecahan”
          Dalam membahas konsep pecahan ini, kita hanya membahas konsep pecahan pokok bahasan memnadingkan pecahan dan menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan, menggunakan model mengajarkan konsep dari Bruner dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Membandingkan Pecahan
a.      Dalil Kontruksi
          Dalam hal mengkonstruk ide ( konsep)yang bersifat  abstrak, tentang Pokok Bahasan : “Membandingkan Pecahan “,  kepada siswa kelas  empat SD yang masih berada pada berfi-kir operasional konkret, diperlukan suatu benda konkret atau semi konkret sebagai alat bantu pengajaran matematika.  Alat bantu pengajaran matematika tersebut berupa Lembar Kartu Pos atau  Amplop
Kemudian lipatlah menjadi dua bagian yang sama besarnya Kartu Pos atau Amplop tersebut, tunjukkan pada siswa satu dari dua bagian lipatan kartu pos atau amplop yang sama besar tersebut, dengan cara seperti ini siswa akan memperoleh pemahaman tentang konsep pecahan setengah, ataupecahan  satuper dua. Kemudian lipatlah kartu pos atau amplop tersebut menjadi tiga bagian yang sama besar, tunjukkan pada siswa satu dari tiga bagian kartu pos atau amplop tersebut, Dengan cara seperti ini siswa akan memperoleh pemahaman tentang konsep pecahan setengah atau satu perdua dan satu pertiga. 
Selanjutnya untuk membedakan mana yang lebih besar antara pecahan setengah dan sepertiga ditunjukkan dengan gambar  bangun geometri persegi panjang seperti tersebut di bawah ini.

b.      Dalil  Notasi
          Dengan mengamati  Gb.1beserta penjelasannya, maka perhatikan cara menotasikan  konsep pecahan di bawah ini.
1. Setengah sama dengan  dua perempat  sama dengan  tiga perenam, dinotasikan sebagai  berikut
 1/2  =  2/4 =  3/6                                                                                                               
2. Setengah lebih besar dari sepertiga dinotasikan sebagai berikut :
 1/2   >  1/3
3.Sepertiga lebih besar dari seperenam dinotasikan segai berikut:                                   1/3    >   1/6
c.      Dalil Keaneka ragaman dan pengkontrasan
          Kaitannya dengan dalil keaneka ragaman dan pengkontrasan, diperoleh dengan cara menambah  alat bantu untuk menanamkan konsep pecahan 1 /2, 2 /4, dan 3 /6 seperti tertera dibawah ini. , misalnya denganmenambah  alat peraga bangun geometri  lingkaran, bangun segi enam beraturan dll.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                
d.      Dalil Konektivitas
          Suatu konsep matematika ada keterkaitan artinya konsep matematika tertentu dapat dipakai untuk menjelaskan konsep matematika yang lainnya.  Sebagai contoh  konsep bangun geometri dapat digunakan untuk menjelaskan konsep pecahan.                                      
1.      Pokok Bahasan : “ Menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan” Berdasarpada tema pokok bahasan : “ Menentukan nama lain suatu pecahan pada garis bilangan”, ini berarti kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru kelas empat adalah menanamkan konsep pecahan dengan alat  bantu benda semi konkret, yaitu menggunakan gambar garis bilangan.
Selanjutnya dalam membahas konsep membandingkan pecahan ini, kita gunakan model mengajarkan konsep dari Bruner dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Dalil Kontruksi
          Dengan mengamati  gambar baris bilangan beserta penjelasannya, maka perhatikan cara menotasikan  konsep pecahan di bawah ini.
   Gambar 5. Konsep Pecahan pada Garis Bilangan

                                                                                                               
b.     Dalil  Notasi
1. Setengah sama dengan  dua perempat  sama dengan   tiga perenam, dinotasikan sebagai  berikut   
                        1/2  =  2/4 =  3/6                                                                                                                                                              
2. Setengah lebih besar dari sepertiga dinotasikan sebagai berikut :
   1/2  >   1/3
3. Sepertiga lebih besar dari seperenam dinotasikan segai berikut :
                         1/3  > 1/6
C. Kaitannya dengan pengkontrasan dan keaneka ragaman
          Gunakan alat bantu garis bilangan sebanyak yang dikehendaki untuk menunjukkan nama lain dari konsep pecahan, misal menjelaskan konsep bilangan pecahan   .  Semakin banyak meng-
Gunakan alat bantu untuk menunjukkan konsep bilangan  pecahan setengah itulah yang memenuhi dalil pengkontrasan dan keaneka ragaman.
          Dengan mengamati  pada garis bilangan gb. 6. beserta penjelasannya di atas , maka perhatikan cara  menanamkan konsep bilangan pecahan setengah  =  dua per empat  = tiga per enam . 
                                                                                                                                                                    
d. Dalil Konektivitas
          Suatu konsep matematika ada keterkaitan artinya konsep matematika tertentu dapat dipakai
 untuk menjelaskan konsep matematika yang lainnya.  Sebagai contoh  untuk menjelaskan                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
          konsep pecahan dapat digunakan garis bilangan. Garis bilangan dapat juga digunakan untuk mrnjelaskan konsep pembagian, garis bilangan  dapat digunakan untuk menjelaskan konsep perkalian. Dengan perkataan lain terdapat keterkaitan antara konsep  matematika tertentu dengan konsep matematika lainnya.

I.              Penutup
         Kesimpulan
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Terdapat tiga macam teori belajar, yaitu teori tradisional, teori behaviorisme, dan teori  struktur (Conseptionisme).  Ketiga teori tersebut mempunyai strategi, metode dan teknik mengajarkan matematika yang berbeda-beda. Bagi guru matematika yang terpenting   adalah bagaimana mengaplikasikan teori-teori belajar tersebut dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga tujuan belajar mengajar yang diharapkan tercapai,  sesuai dengan apa yang diha-rapkan oleh guru.
2.  Mengajarkan matematika kepada siswa SD menurut teori struktur lebih menekankan pada pemahaman atau pengertian. Teori  ini mengatakan bahwa mengajarkan matematika pada siswa SD akan berhasil, jika proses belajar diarahkan pada penguasaan
      konsep yang matang atau mantap.
3.      Model mengajar konsep Matematika menurut Bruner akan melalui tiga tahap yaitu tahap enaktip, tahap ekonik, dan tahap simbolik. Bruner masih menambahkan bahwa terdapat     dalil belajar mengajar dalam menanamkan konsep Matematika, yaitu dalil kontruksi, dalil
      notasi, dalil pengkontrasan dan keaneka ragaman, serta dalil konektivitas.
4.  Dengan bertitik tolak model mengajarkan konsep matematika menurut Bruner, pembahasan makalah ini difokuskan pada menanamkan konsep pecahan padasiswa kelas IV SD  dengan menggunakan alat peraga benda semi konkret yaitu bangun geometrid an garis bilangan.  Dengan harapan dapat digunakan sebagai usaha preventif untuk mengatasi     kesulitan matematika siswa kelas ID SD.



VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994, GBPP Mata Pelajaran Matematika SD. Depdikbud.
Jaya S. Kusumah, Drs, 1991. Pendidikan Matematika 3. PPDGSD Setara DII, Depdikbud,  
                          Jakarta.

Soejono, 1983. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial Matematika. P2LPTK,
                        Dirjen Dikti, Jakarta.

Syamsul Anwar, Drs dkk, 1989. Laporan Penelitian Studi Penguasaan Konsep Pecahan Murid  
                      Kelas V SD di Kec. Perwakilan Sintuk Tabah Gadang Lubuk Alung. FPMIPA, IKIP  
                      Padang.

Simangunsong, M.P, Zaenal Abidin, 1985. Materi  Metode Penilaian.  CV. Akademika Presendo, 
                      Jakarta.