Kamis, 26 Desember 2013

SUATU TINJAUAN STRATEGI KONSTRUKTIVIS SOSIOLOGIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR
(Drs. Saryanto, S.Pd,M.Pd )









TEKELDIKDAS
JURNAL TEKNIK PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN DASAR
Vol. 9, No.2, Januari 2009













FKIP UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ PURWOKERTO
Abstrak :Sebelum membahas strategi pembelajaran konstruktivis sosiologis dari Vygotsky, perlu diketengahkan terlebiih dahulu pengertian belajar.  Suparno  ( 1997 : 18 ) menyatakan bahwa terdapat tiga interprestasi konstruktivis dalam pembelajaran yaitu: 1) Konstruktivis radikal, 2)Konstruktivis moderat, dan konstruktivis sosial. Konstruktivis sosial menyatakan bahwa pengkonstruksian pengetahuanakan berjalan lancar dalam lingkungan yang menye-diakan kerja sama antar siswa , kelompok siswa, ahli dan gurunya.Mengkonstruk ( memben-tuk, mengembangakan ) pengetahuan itu melalui asimilasi dan akomodasi.
Berdasakan  sudut pandang konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky ( Taylor, 1993), menyatakan bahwa strategi pembelajaran dibedakan atas dua macam yaitu : 1) aktivitas internal, 2) aktivitas eksternal.
Strategi pembelajaran internal yaitu transformasi informasi ( pengetahuan) langsung masuk dalam struktur kognitif individu melalui proses asimilasi dan akomodasi. Piaget ( Hudoyo, 1988: 47) mengatakan bahwa asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru  yang langsung menyatu dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh seseorang.
Asimilasi pada aktivitas internal terjadi jika keterkaitan pemahaman siswa antar skemata yang baru dengan skemata yang terdapat dalam struktur kognitif sebelumnya.Misal : sudah memiliki konsep bangun datar ( persegi panjang, persegi) pada struktur kognitif agar dapat memahami tentang konsep trapesiu siku-siku dan trapezium sama kaki. Sebaliknya akan terjadi akomodasi internal, jika tidak terjadi ikatan pamahaman  antar skemata baru dengan schemata sebelumnya dalam struktur kognitif siswa. Misal mengajarkan materi pelajaran bangun datar trapezium tanpa di dasari konsep bangun datar yang mempunyai sepasang sisi sejajar.
Akomodasi sebagai aktivitas internal, adalah proses penstrukturan kembali schemata pada struktur kognitif sebagai akibat adanya informasi baru /pengetahuan baru tetapi tidak sesuai dengan kosep pengetahuan yang terdapat dalam struktur kognitif .
Asimilasi pada aktivitas eksternal didefinisikan sebagai proses sosial yang ditandai olehadanya usaha untuk mewariskan nilai-nilai budaya masyarakat ( lingkungan sekitar ) dari generasi ke generasi oleh orang perorang atau antar kelompok manusia.
Akomodasi pada aktivitas eksternal didefinisikan sebagai suatu bentuk pengambilan kepu-tusan yang mengarah pada suatu keadaan keseimbangan dan menunjuk pada suatu proses social untuk meredakan perbedaan pendapat antara orang perorang atau antar kelompok manusia sehubungan dengan norma-norma social dan nilai-nilai social yang terjadi di dalam masyarakat.
Kata kunci: Pembelajaran konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky: 1). Aktivitas Internal. 2). Aktivitas Eksternal.
Pendahuluan
Pengetahuan tentang interaksi sosial sangat berguna untuk mempelajari masyalah –ma-syalah yang terjadi dalam masyarakat.Interaksi sosial terjadi karena adanya kontak sosial yaitu kontak antara orang perorang, antara orang dengan suatu kelompok, dan antar kelompok.  Kontak sosial akan berlanjut ke komunikasi antar orang perorang, antara orang dengan suatu kelompok, dan komunikasi antar kelompok baik secara langsung atau tidak langsung.
Komunikasi dimaknai sebagai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap orang.Misal :Kebutuhan untuk menyekolahkan anak  atau kebutuhan tentang pendidikan formal, saat inimerupakan kebutuhan hidup manusia  modern ,baik secara individual  atau kelompok. Melalui pendidikan formal  ataumelaluiprosespembelajaran di ruang kelas, akan terpupuk nilai-nilai luhur manusia dan kemanusiaan atau terjadi proses memanusiakan manusia dari generasi  ke generasi.Jadi melalui pendidikan akan terjadi kotak sosial yang berlanjut ke komunikasiyang  merupakan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi olehmanusia.
Langeveld ( Soelaeman, 1988: 42) menyatakan bahwa terdapat empat prinsip dasar manusia yang menjembatani tercapainya  sistem pendidikan, yaitu :
1. Prinsip solidaritas.
2. Prinsip individualitas.
3. Prinsip identitas moral.
4. Prinsip unisitas.
          Prinsip solidaritas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial  yaitu makhluk  yang secara kodrat harus berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi merupakan kebutuhan hidup manusia yang harus dipenuhi agar dapat  melangsungkan kehidupannya sebagai makhluk
Ekonomi, makhluk social maupun makhluk budaya.  Banyak cerita tentang tokoh : “ Manusia yang hidup sendiri  ( Tarsan memilih hidup sendiri di hutan ), namun akhirnya harus  hidup bersama dengan manusia lain atau berinteraksi social atau berkomunikasi dengan manusia lain.
Prinsip  individualitas  menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan  untuk tampil  secara individual dan dalam menyatakan dirinya. Berbeda dengan hewan, bahwa hewan adalah makhluk yang secara kodrati sudah punya ketreampilan  spesialisasi, sehingga tanpa melalui  pendidikan , hewan akan punya keahlian khusus.  Ikan keterampilan berenang , kuda punya keterampilan lari cepat, burung punya keterampilan terbang, dll. Manusia bias terbang, jika  jika menggunakan alat bantu yang disebut kebudayaan, misal manusia terbang mengguna-kan balon, parasut atau pesawat terbang.  Kebudayaan tersebut  diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses belajar. Dan penemuan baru  di bidang ilmu pengetahuan dan tekno-logi.  Pengaruh positip  perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi yang cepat  abad se-karang  ini terlihat meningkatnya  penggunaan alat komunoikasi berteknologi modern, dan alat hitung berteknologi modern yang digunakan  oleh manusia dalam kehidupannya. Dunia yang luas ( secara geografis) menjadi terasa sempit , batas antar Negara terasa semakin hilang, sebagai akibat penggunaan alat-alat  berteknologi modern  dalam berbagai segi kehidupan manusia abad sekarang ini.
        Prinsip identitas moral artinya setiap manusia sama dalam pengambilan keputusan yang bermoral dan mampu pula mengarahkan kepada keputusan moral yang dipilihnya. Kerja sama, persaingan, pertentangan atau pertikaian bahkan mungkin konflik adalah merupakan contoh bentuk interaksi solsial yang dapat di selesaikan melalui pengambilan keputusan yang bermoral.
Pertikaian atau pertentangan suatu ketika dapat diselesaikan melalui jalan damai atau dapat juga dikatakan pertikaian tidak berlangsung lama. Akomodasi adalah suatu bentuk pengambilan keputusan moral yang mengarah pada suatu keadaan keseimbangan ( equilibrium ) dan menunjuk pada suatu proses social untuk meredakan pertikaian ( disequlibrium ) antar orang perorang atau antar kelompok manusia sehubungan dengannorma-norma social dan niali-nilai social yang berlaku di masyarakat. Asimilasi sebagai aktivitas eksternal diartikan sebagai proses social yang ditandai oleh adanya  usaha untuk mengurangi perbedaan pendapat atau konflik antara orang perorang atau antar kelompok manusia atau masyarakat.
          Prinsip unisitas menyatakan bahwa manusia bersifat unik artinya setiap manusia berke-mampuan ( minat, bakat, cara merespons, efisiensi alat dria, kecerdasan, keterampilan, sikap ) berbeda satu sama lain, atau tidak ada manusia yang identik.  Asimilasi sebagai aktivitas inter-nal diartikan sebagai transformasi informasi dan pengalaman baru  yang langsung menyatu dengan schemata yang sudah dimiliki oleh struktur kognitif setiap siswa. Akomodasi sebagai aktivitas internal adalah proses penstrukturan  kembali schemata sebagai akibat adanya informasi atau pengalaman baru.
          Dari penjelasan tentang  keempat prinsip dasar manusia dari Langeveld di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan bermuara ke prinsip solidaritas yang menyatakan bahwa manusia secara kodrat adalah makhluk social yaitu makhluk yang mempunyai kebutuhan  untuk berinteraksi dengan manusia lain. Sedangkan jika pendidikan manusia diserahkan pada prinsip dasar individualitas, maka manusia akan mengarah pada sistem naluriah atau manusia tidak mengenal sistem nelai budaya lingkungan sekitar ( budaya eksternal).
          Berdasar latar belakang tersebut di atas, maka penulis akan membahas artikel ini dengan judul : “ Suatu Tinjauan Konstruktif Sosiologis dalam Pembelajaran Matematika SD”. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah hakekat strategi pembelajaran konstruktivis internal dalam pembelajaran  matema-
tika SD?
2. Apakah hakekat strategi pembelajaran konstruktivis eksternal dalam pembelajaran matema-
tika SD?
Pembahasan
          Menurut paham konstruktiviisme  sosiologis dari Vygotsky, fungsi mental ( konsep diri) yang tinggi bergerak antara seseorang  dengan orang lain ( between people ) dan di dalam indi-vidu ( within the individual). Sedangkan internalisasi dipandang sebagai  proswes transformasi  dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal ( Taylor, 1993).
Berdasar pada pendapat  Vygotsky di atas bahwa fungsi mental ( konsep diri ) yang tinggi bergerak antara seseorang dengan orang lain ( between people )dan di dalam individu ( within the individual), dikandung maksud bahwa masyarakatlah yang membangun pendidikan. Pendidikan dalam arti sempit, yaitu interaksi belajar mengajar antar siswa dengan guru dalam ruang kelas. Internalisasasi adalah belajar dipandang sebagai proses  transformasi dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal , adalah belajar yang menyangkut aspek psikologis atau sebagai proses transformasi kedalam struktur kognitif setiap siswa.  Sedangkan Aktivitas eksternal dimaksudkan sebagai belajar yang merupakan perubahan perilaku siswa yang dapat di amati  atau dinilai melalui tes atau evaluasi ( latihan dan pengalaman ).
Berdasar  pada  penjelasandari Vygotsky  tersebut di atas, bahwa masyarakatlah yang membangun pendidikan, maka artikel yang berjudul : “  Suatu Tinjauan Konstruktif Sosiologis dalam Pembelajaran Matematika SD”. Akan dibahas dengan rincian seperti tersebut di bawah ini.
1. Hakekat  Strategi Pembelajaran Konstruktivis Internal dalam Pembelajaran  Matema-
tika SD?
          Pandangan aliran  pembelajaran konstruktivisme ( Suparno, 1997 : 18 ), menyatakan bahwa belajar adalah pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa secara aktif dan siswa sendiri yang mengkonstruk  ( membentuk , mengembangkan, membangun ) pengetahuan itu melalui proses asilmilasi dan akomodasi .  Piaget ( Hudoyo, 1988 : 47 ), mengatakan bahwa asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur kognitif  ( struktur mental atau skemata ) yang sudah dimiliki oleh seseorang . Sedangkan Akomodasi adalah proses  penstrukturan skemata baru  sebagai akibat  adanya  pengetahuan dan pengalaman  baru.
          Garais-garis besar program pengajaran ( GBPP), merupakan acuan sumber materi pelajaran yang akan diberikan oleh setiap guru kepada siswanya melalui kegiatan belajar mengajar di ruang kelas.  Depdiknas, 2002 : 19),menetapkan bahwa GBPP Matematika  SD Kurikulum  Berbasis Kompetensi ( GBPP KBK Matematika SD) antara lain seperti tersebut di bawah ini :
Kelas                     :  II
Semester                :  2
Kompetensi Dasar            :  Mengenal bangun datar menurut sifatnya.
Hasil Belajar                : Mengenal dan menyelidiki unsur-unsur bangun datar.
Indikator Pencapaian  Hasil Belajar    : 1). Siswa dapat menentukan unsur-unsur  ( sisi, titik su-
dut , dan ukurannya ) bangun datar,
                                                                     2). Siswa dapat menggambar bangun datar Segi empat
(Persegi, Persegi panjang, Jajar genjang, Belah ketu-
pat, dan Trapesium) .
                                                                     3). Siswa  dapat  menyelidiki dan menentukan sifat –sifat
Bangun datar Segi empat.
          GBPP merupakan pedoman yang harus digunakan dalam merencanakan pembelajaran  di ruang kelas. Dengan berpedoman pada GBPP KBK Matematika SD tersebut  di atas, maka kompetensi dasar ( konsep prasarat ), yang harus dimiliki siswa adalah mengenal bangun datar menurut sifatnya.
          Melalui KBM siswa kelas II SD semester 2,  oleh guru ditanamkan konsep bangun datar segi empat (Persegi, Persegi panjang, Jajar genjang, dan Belah ketupat ). Hasil belajar siswa yang diharapkan oleh guru adalah :
1. Siswa dapat menentukan unsur-unsur  ( sisi, titik sudut , dan ukurannya ) bangun datar.
          KBM dimualai dengan menanamkan konsep bangun datar Persegipanjang, Hasil belajar yang diperoleh adalah bahwa bangun datar Persegipanjang adalah bahwa unsuru-unsur  Per-segipanjang terdiri dari : 
a). Empat sisi,
2). Empat titik sudut,
3). Dua pasang sisi sejajar.
          Kemudian dilanjutkan dengan penanaman konsep  bangun datar Persegi, Jajarangenjang dan Belahketupat dan berakhir dengan bangun datar Trapesium. Jika pengetahuan yang baru masuk langsung menyatu dengan struktur kognitif yang telah ada, disebut Asimilasi.
          Namun jika pengetahuan yang baru tidak sama atau berbeda dengan  dengan pengetahuan  yang telah ada dalam strutur kognitif, maka akan terjadi konflik ( disequlibrium) , maka timbulah usaha penstrukturan kembali dalam pusat syaraf ( otak) siswa, disebut akomodasi. Seperti tersebut di bawah ini .
Apakah bangun datar Persegipanjang disebut Jajargenjang?
Apakah bangun datar Persegi disebut Belahketupat?
Apakah bangun datar Belahketupat disebut Jajargenjang ?
Apakah bangun datar Persegipanjang dan bangun datar Persegi disebut Trapesium siku-siku?
Apakah bangun datar Belahketupat disebut Trapesium samakaki?
Adapun konflik internal dalam struktur kognitif tersebut sebagai akibat perbedaan pendapat tentang pendefinisian tentang bangun datar (1.Persegipanjang, 2.Persegi, 3.Jajargenjang, dan 4.Belahketupatdan Trapesium).
Perhatikan Gambar di bawah ini.
1.Persegipanjang adalah Jajargenjang
2. Bangun Persegi adalah Belahketupat.
3. Bangun Persegi adalah Jajargenjang.
=  Hubungan sama.

Perhatikan Gambar di bawah ini.
1.    Persegipanjang  adalah Trapesium siku-siku.
2.    Bangun Persegi adalah Trapesium Samakaki.
3.    Trapesium adalah bangun datar segi empat
yang memiliki sepasang sisi sejajar.

          Dari penjelasan di atas, jika dalam KBM menanamkan konsep bangun datar Trapesium  langsung menyatu pada struktur kognitif  maka disebut Asimilasi. Sedangkan jika dalam KBM penanaman konsep bangun datar Trapesium sehingga pengetahuan baru yang masuk tidak sama berbeda dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, maka disebut Akomodasi.
          Francis L.K Hsu ( Koentjaraningrat, 1974: 116), mengatakan bahwa setiap manusia sebagiai makhluk social budaya memiliki 8 daerah yang berwujud lingkaran-lingkaran konsentris sekitar diri pribadinya yang disebut Psikhosiogram manusia, yaitu :
0. Dunia Luar.
1. Lingkungan hubungan jauh
2. Lingkungan hubungan berguna
3. Lingkungan hubungan karib
4. Kesadaran yang dinyatakan
5. Kesadaran yang tak dinyatakan
6. Sub Sadar
7. Tak Sadar.
          Daerah lingkungan kesadaran yang dinyatakan ( Lingkungan konsentris 4 ), merupakan pusat syaraf ( otak ) manusia yaitu alam jiwa manusia yang mengandung :
a.Pikiran / Ingatan
b. Gagasan
c. Skemata ( Struktur kognitif), pengetahuan
          KBM yang dilaksanakan di ruang kelas, akan masuk kedalam lingkaran konsentris 4, melalui asimilasi dan akomodasi. Belajar adalah pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa secara aktif dan siswa sendiri yang mengkonstyruk( membentuk, mengembangkan) pengetahuan itu melalui asimilasi dan akomodasi.
Agar terjadi proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan di dalam lingkaran konsentris 4, maka dalam menyalurkan aspirasi kepada siswa, guru perlu menggunakan metode dan pendekatan yang  mampu menyatukan  pengetahuan ke dalam struktur kognitif yang terdapat pada lingkaran konsentris 4 tersebut.
          Pembelajaran hendaknya dikondisikan agar tiap-tiap siswa merasa sanggup, aman, dan dapat menempatkan dirinya berdasrkan pada konsep diri ( mental) yang terdapat pada struktur kognitif yang ada. Tidak ada siswa yang kesulitan memahami materi pelajaran yang dipelajari, tapi semua siswa harus mampu memahami konsep yang dipelajari, baik siswa yang pandai sedang, maupun yang lemah kemampuan berpikirnya, karena semuanya mendapatkan perhatian atau pelayanan yang baik.
          Lingkaran konsentris 5, merupakan lingkaran kesadaran yang tak dinyatakan, merupakan alam jiwa manusia yang mengandung pikiran, jaringan konsep ( Skemata), yang disadari penuh oleh si individu, tetapi sudah tersimpan di dalam jiwa ( otak) di daerah lingkaran 5 tersebut.
          Sub Sadar merupakan daerah lingkaran konsentris 6, dan Tak Sadar merupakan lingkaran konsentris  7terdapat dalam (otak) manusia.
         Jadi lingkaran konsentris 4, 5, 6, dan 7 terletak di pusat syaraf ( otak) manusia adalah merupakan konsep psikhologis atau konsep diri setiap individu.
          Berdasar pada uraian tentang aktivitas internal di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran di ruang kelas melalui KBM  tidak akan muncul, jika tidak didukung oleh guru yang  tidak menyusun rancangan rencana pembelajaran  ( Satuan Pelajaran).
2. Hakekat Strategi Pembelajaran Konstruktivis Eksternal dalam Pembelajaran Matema-
tika SD?
          Jika seseorang mendengar bunyi dering telpon, maka bunyi dering itu bagi orang yang mendengarnya dapat berarti  bunyi suara telpon, tetapi dapat berarti pesan dari siapa. De-ngan perkataan lain bunyi dering telpon berdampak psikologis bagi orang yang mendengar-nya. Komponen psikologis  antara lain pengamatan, minat, motivasi, ingatan dll. Jika orang ntersebut kemudian berminat mengangkat telpon  dan kemudian mengatakan dari siapa ? Ini berarti terjadi komunikasi atau interaksi antara penelpon dan penerima telpon.Interaksi tersebut adalah satu arah secara timbal balik.
Perlu anda ketahui bahwa  interaksiitu dapat dibedakan menjadi interaksi satu arah, interaksi dua arah, dan interaksi tiga arah dan interaksi banyak arah. Dalam kegiatan belajar mengajar ( KBM ), juga  terjadi interaksi antara guru dengan siswa secara timbal balaik, antar siswa,dan  antara seorang siswa-guru-siswa lain,  dll.
Dalam KBM, juga terjadi peristiwa belajar, peristiwa belajar itu tidak hanya berpusat pada  guru sebagai sumber pengetahuan, tetapi dapat juga siswa berperan sebagai  dapat sebagai sumber belajar. Herman Hudoyo (1988: 22), mengatakankan bahwa aktivitas internalyang  terjadi dalam system syaraf pusat peserta didik disbut proses belajar (konstruktivis internal). Sedangkan  peristiwa yang mengakibatkan terjadinya belajar,  ditinjau dari sudut pandang siswa disebut konstruktivis eksterna.
          Terdapat tiga interpretasi kontruktivis dalam pembelajaran ( Suparno, 1998: 43 ), yaitu :
a.Konstrutivis radikal, b. Konstruktivis moderat, c. Konstruktivis Sosial.
Konstruktivis radikal, menyatakan bahwa satu-satunya cara agar siswa belajar adalah dengan menempatkan siswa pada lingkungan belajar yang sesuai, sehingga mereka mengkonstruk pengetahuan sendiri. Konstruktivis moderat, menyatakan bahwa pendidikan formal masih dapat dilakukan, tetapi siswa sendiri yang harus mengkonstruk secara aktif. Kostruktivis sosial menyatakan bahwa pengkonstruksian pengetahuan hanya akan berjalan lancer dalam lingkungan yang menyediakan kerjasama antar siswa, kelompok, ahli, dan gurunya.
Berdasar pada penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah pengkons-truksian pengetahuan oleh siswa secara aktif dan siswa sendiri yang mengkonstruk ( membentuk dan mengembangkan ) pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomoda-si.Konstruktivis sosial adalah pengkonstruktian pengetahuan dengan lingkungan. Ini berarti bahwa konstruktivis sosial adalah istilah lain dari belajar dengan lingkungan sekitar.
          Sedangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme sosiologis dari Vigotsky, menyatakan bahwa fungsi mental yang tinggi bergerak antara sesorang dengan orang lain ( between people ) dan di dalam individu ( within individual ). Sedang internalisasasi dipandang sebagai proses transformasi dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal (Vigotsky, L.S, 1978).
          Dengan demikian pandangan konstruktivisme sosiologis Vigotsky bahwa fungsi mental yang tinggi bergerak antara seseorang dengan orang lain (between people ) dan di dalam individu (within individual ), dikandung maksud bahwa proses pembelajaran hendaknya mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakatnya ( budaya eksternal ), yang menempatkan siswa sebagai individu yang mempunyai potensi ( mina,t bakat, cara merespons  pembel-ajaran, efisiensi alat dria , kecerdasan, keterampilan, sikap) yang unik, yang  berbeda dalam  satu sama lain.
Nilai-nilai budaya masyarakat yang dimaksud dalam penulisan artikel ini adalah nilai kognitif, afektif dan psikomotordalam pembelajaran Matematia. Nilai-nilai budaya  matematika untuk pembelajaran  rersumber dari GBPP Matematika SD (Depdiknas, 2002 : 19) , kurikulum berbasis kompetensi ( KBK) sebagai  contoh seperti tersebut di bawah ini.
Kelas             : II
Semester         : 2
Kompetensi Dasar    : Mengenal bangun datar menurut sifatnya
Hasil Belajar        : Mengenal dan menyelidiki unsur-unsur bangun datar
          Berdasar pada kompetensi dasar tersebut, maka hasil belajar yang diharapkan tercapai melalui KBM untuk siswa SD kelas II semester 2 adalah tertanam nilai kognitif, afektif, dan psikomotor tentang bangun datar segi empat. Bangun datar segi empat menurut bentuknya  meliputi : 1. Persegipanjang, 2. Persegi, 3. Jajargenjang, dan4.  Belahketupat.Bangun bangun –bangun datar tersebut  menurut sifatnya mempunyai nilai kognitif unsur yang sama yaitu :
 a.Memiliki 4 sisi,
b. Memiliki 4 titik sudut,
c. Memiliki 2 pasang sisi sejajar
Nilai kognitif tersebut dimiliki oleh siswa melalui KBM di ruang kelas atau karena belajar dengan lingkungan sekitar.
          Telah dikemukakan di atas bahwa melalui KBM akan terjadi interaksi antara siswa dengan guru, antar siswa, antara seorang siswa –guru- siswa lain dan seterusnya. Lebih lanjut melalui KBM terjadilah pengkontruksian pengetahuan tentang nilai-nilai kognitif oleh siswa ( masyarakatsekolah ). Dampak lainnya adalah perbahan nilai afektif( sikap) dan nilai psikomotor (keterampilan). Nilai afektifnya adalah perubahan sikap dari belum memahami menjadi memahami sifat-sifat yang melekat pada bangun datar (1.Persegipanjang, 2.Persegi, 3.Jajargenjang, dan 4.Belahketupat).Perubahan nilai psikomotornya adalah dari belum dapat mengidentifikasi menjadi dapat mengidentifikasi bangun datar (1.Persegipanjang, 2.Persegi, 3.Jajargenjang, dan 4.Belahketupat), seperti tercermin dalam menunjukan atau dapat membedakan keempat bangun datar tersebut, atau terampil menggambar keempat bangun datar tersebut.
          Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui  KBM , kompetensi dasar diharapkan tercapai adalah bahwa siswa mengenal tiga sifat/unsur bangun datarPersegipanjang , yaitu( mempunyai 4 titik sudut, mempunyai 4 sisi, mempunyai 2 pasang sisi sejajar) ,  Tiga unsur tersebut juga dimiliki oleh h bangun datar (.Persegi, Jajargenjang, dan Belahketupat ).
 Demikian pula terjadilah proses asimilasi, jikaproses  masuknya  pengetahuan Persegilangsung menyatu dengan struktur kognitif siswa.Namun jika terjadi konflik dalam strutur kognitif siswa. Tetapi jika  pengetahuan Persegiyang akan dimasukan dalam struktur kognitif  berbeda  dengan pengetahuan yang  ada dalam struktur  kognitif, maka akan terjadi disequlibrium( konflik ), perlu penstrukturan lagi dalam skemata disebut akomodasi.
Demikian pula terjadilah proses asimilasi, jika proses  masuknya  pengetahuan Jajar- genjang  langsung menyatu dengan struktur kognitif siswa .Namun jika terjadi konflik dalam strutur kognitif siswa. Tetapi jika  pengetahuan Persegi yang akan dimasukan dalam struktur kognitif  berbeda  dengan pengetahuan yang  ada dalam struktur  kognitif, maka akan terjadi disequlibrium( konflik ), perlu penstrukturan lagi dalam skemata disebut akomodasi. 
Demikian pula terjadilah proses asimilasi, jika proses  masuknya  pengetahuan  Belah-ketupat   langsung menyatu dengan struktur kognitif siswa .Namun jika terjadi konflik dalam strutur kognitif siswa. Tetapi jika  pengetahuan Persegi yang akan dimasukan dalam struktur kognitif  berbeda  dengan pengetahuan yang  ada dalam struktur  kognitif, maka akan terjadi disequlibrium( konflik ), perlu penstrukturan lagi dalam skemata disebut akomodasi. 
Demikian pula terjadilah proses asimilasi, jika proses  masuknya  pengetahuan  Trapesium langsung menyatu dengan struktur kognitif siswa .Namun jika terjadi konflik dalam strutur kognitif siswa. Tetapi jika  pengetahuan Persegi yang akan dimasukan dalam struktur kognitif  berbeda  dengan pengetahuan yang  ada dalam struktur  kognitif, maka akan terjadi disequlibrium( konflik ), perlu penstrukturan lagi dalam skemata disebut akomodasi. 
          Francis L.K. Hsu( Koentjaraningrat, 1974: 116), mengatakan bahwa konstruktivis social ( peristiwa belajar), dibagi menjadi 4 lingkungan seperti tersebut di bawah ini :
0. Dunia luar
1. Lingkungan hubungan jauh
2. Lingkungan hubungan berguna
3. Lingkungan Hubungan karib
Daerah lingkungan kesadaran yang dinyatakan ( Lingkungan konsentris  0, 1, 2, 3 merupakan pendidikan  yang di lingkunan  masyarakat ,  Akomodasi adalah suatu bentuk pengambilan keputusan moral yang mengarah pada suatu keadaan keseimbangan  equilibrium ) dan menunjuk pada suatu proses social untuk meredakan pertikaian ( disequlibrium ) antar orang perorang atau antar kelompok manusia sehubungan dengannorma-norma social dan niali-nilai social yang berlaku di masyarakat. Misal Kolaborasi antar para ahli khususnya ahli pendidikan, kepala sekolah, dan guru  akan meningkatkan  kualitas hasil belajar siswa, sebaai proses akomodas . Konstruktivis social akan berjalan lancar dalam lingkungan yang 
Asimilasi sebagai aktivitas eksternal diartikan sebagai proses social yang ditandai oleh adanya  usaha untuk mengurangi perbedaan pendapat atau konflik antara orang perorang atau antar kelompok manusia atau masyarakat. Misal :  Pembentukan Perkumpulan orang  tua Siswa dengan tujuan memupuk  tanggung jawab bersama  antara orang tua siswa dengan  sekolah.
          Berdasar pada uraian tentang aktivitas eksterrnal di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran tiadak akan efektif , jika tidak ada dukungan secara aktif  oleh  masyarakat,  seperti : “ Kolaborasi antar para ahli pendidikan, kepala sekolah dan guru sebagai fasilitator pembelajaran.
Kesimpulan :
Pendidikan matematika di SD di lihat dari sudut pandang teori belajarKonstruktiviisme  sosiologis dari Vygotsky meliputi :.
1. Konstruktivisme Internal yaitu masuknya pengetahuan  Matematika ke dalam struktur
kognitif( Otak )setiap siswa SD melalui proses  Asimilasi dan Akomodasi.  Asimilasi terjadi
jika pengetahuan  langsung masuk ke dalam struktur kognitif .  Sedang akomodasi jika terjadi 
konflik dalam strutur kognitif, karena konsep pengetahuan  yang berbeda  dengan yang  ada.
2. Konstrutivisme eksternal yaitu pelaksanaan pendidikan di lingkungan  masyarakat sekolah, , masyarakat  sekitar, dan pemerintah
Daftar Pustaka
Dalgarno  B,1996, Constructivist Computer Assited Learning : Theory and Technique. ( Online)  
Http:wwwAscilite.org.au/converences/delide9/papers21.html.diakses 26 Oktober 2001.

Hudoyo, 1988.Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : P2 LPTK, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Koentjarangrat, 1974.Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan.Jakarta : PT Gramedia.

Soelaeman, 1988.Suatu Telaah Tentang Manusia – Religi dan Pendidikan. Jakarta : P2 LPTK, Dirjen
Dikti, Depdikbud.

Suparno P, 1997. Filsafat Kontruktivis dalam Pendidikan.Yogyakarta : Kanisius.

Taylor, 1993. Vigotskian Influences I  Mathematics Education. With Particular Reference to Attitude
Developmen. Dimuat dalam focus on Learning Problem In Mathematics Spring and Summer
Edition. Volume 15 Number 2 & 3 1993.Center for Teaching/ Learning of Mathematics.






Selasa, 04 Juni 2013

MAKALAH
NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA METODE PEMBELAJARAN KOPERATIF MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENS ( TGT) UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA  MENGHADAPI TANTANGAN MASA DEPAN


Oleh :
Drs. SARYANTO, S.Pd, M.Pd
FKIP-UT pada UPBJJ PURWOKERTO








Telah di Seminarkan Pada Seminar Nasional
Pada Tanggal 7 September 2005 di UPBJJ-UT Purwokerto













PANITIA SEMINAR NASIONAL
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH
PURWOKERTO
2005




Abnstrak : Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa pendidikan selalu mengabdi pada nilai-nilai luhur bagi manusia dan kemanusiaan. Pada masa pemerintahan Orde Baru atau bahkan sebelum-nya, terdapat kecenderungan bahwa sistem pendidikan di Indonesia diatur oleh pemerintah pusat (centralistis) atau berpusat pada satu tangan. Belajar dari keberhasilan pembangunan pendidikan di Negara lain yang telah maju seperti pada negeri Perancis dan negara USA mungkin dapat dipakai se-bagai acuan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia.Sistem pembangunan pendidikan di Indo-nesia yang telah lama dilakukan secara centralistis, perlu dilakukan perubahan atau reformasi. Kata pendidikan dalam arti luas dapat berarti pendidikan formal dan dapat berarti pendidikan non formal. Sedangkan pendidikan dalam arti sempit dapat berarti proses pembelajaran yang terjadi dalam ru-ang kelas. Reformasi pendidikan ini berfokus pada upaya menumbuhkan nilai-nilai demokrasi me-lalui proses pembelajaran siswa dalam ruang kelas menggunakan metode pembelajaran koperatif matematika model Teams Games Tournaments ( TGT). Pembelajaran koperatif model TGT mempu-nyai 4 komponen dasar yaitu:
1.Tahap Presentase Guru secara klasikal
2.Tahap Pelatihan Pembelajaran Model TGT
3.Tahap Team Game Turnament
4. Penentuan hadiah kemenangan team ( Slavin, 1986, 1994)
Kata Kunci:
Input : Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa pendidikan selalu mengabdi pada nilai-nilai luhur
            bagi manusia dan kemanusiaan.
Output: Jeans Jacuas Rouseau ( 1712- 1778), mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan pada suatu buku berjudul Emile, seperti berikut:” Semua adalah baik pada waktu dilahirkan oleh sang pencipta, tetapi menjadi rusak oleh ulah tangan manusia”.

I. Pendahuluan

A.Latar Belakang
          Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa pendidikan selalu mengabdi pada nilai-nilai luhur bagi manusia dan kemanusiaan. Pengalaman Negara Perancis mendidik bangsanya dalam mengha-dapi  tantangan ( masalah) kekuasaan raja absolut, Jean Jacues Rousseau (1712-1778), mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan pada suatu buku berjudul Emile, seperti berikut: “ Semua adalah baik pada waktu dilahirkan oleh Sang Pencipta, tetapi menjadi rusak oleh ulah tangan manusia”.  Dengan perkataan lain bahwa pendidikan menjadi rusak karena ulah atau campur tangan manusia ( raja ) yang sangat absolut. Pendapat Jean Jacuas Rousseau tersebut merupakan kritik terhadap sistem pendidikan yang sudah terpuruk di negeri Perancis, sehingga perlu ada perubahan sistem pendidikan.
          Negara Amerika Serikat, yang sudah menjadi Negara majupun selalu mengubah sistem pendidikannya agar sesuai dengan perkembangan jaman sehingga dapat mengatasi tantangan masa depan yang selalu berubah. Pada awal tahun 1988, Mr Harris selaku sepala sekolah dasar di sub urban ( pinggiran kota ) Maplewood USA, mengumumkan program pembelajaran koperatif sebagai tujuan resmi program sekolah. Maplewood adalah suatu wilayah kota ( urban) setingkat kabupaten dan letaknya di daerah pantai atlantik bagian tengah ( mid Atlantic) di USA.
                                                                                  1
                                                                                                                                                              2
Kolaborasi kepala sekolah dengan guru-guru sekolah dasar di sub urban Maplewood terha-dap metode pembelajaran koperatif, motivasi para guru sekolah dasar tersebut untuk melaku-kan tindakan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran koperatif.
          Miss Grant’s, seorang guru sekolah dasar sub urban Maplewood dengan menggunakan metode pembelajaran koperatif model Teams Games Tournaments ( TGT ) pada pembelajaran matematika siswa kelas 4, berhasil meningkatkan prestasi belajar matematika siswanya.
          Mr Parkers, seorang guru sekolah dasar sub urban Maplewood dengan menggunakan metode pembelajaran koperatif model Learning Together ( LT ) pada kelas 6 ( kelas social) dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, berhasil meningkatkan belajar siswa kelas ( bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau English Sacundair Learning ( ESL).
          Keberhasilan para guru sekolah dasar sub urban Maplewood dalam menggunakan metode pembelajaran koperatif, berdampak positip pada sekolah dasar tersebut memperoleh reputasi nama baik, yaitu tingginya kualitas pendidikan ( skor SAT ) selalu di atas skor rata-rata nasional). Dampak positip lain dari keberhasilan sekolah dasar sub urban Maplewood, yaitu banyak orang tua siswa dari berbagai penjuru wilayah tertarik perhatiannya untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar sub urban Maplewood.
          Pembelajaran koperatif dilihat dari sudut pandang konstruktivisme adalah berfokur pada konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky yaitu bahwa masyarakatlah yang membangun pengetahuan.  Menurut pandangan konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky ini, adalah bahwa fungsi mental yang tinggi bergerak antara seseorang dengan orang lain ( between people) dan di dalam individu ( with in individual ). Sedang internalisasi dipandang sebagai proses transformasi dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal ( Vygotsky, L.S, 1978).
          Jadi dalam pembelajaran koperatif model TGT matematika, proses pembelajaran lebih menekankan nilai kerjasama atau saling membantu sesame anggota team atau memperhatikan nilai potensi setiap individu yaitu siswa yang pandai membantu siswa yang kepandaiannya sedang atau yang kurang pandai secara team atau demokrasi. Dampak positip dari pembelajaran koperatif adalah bahwa hasil prestasi belajar siswa secara individual maupun hasil prestasi belajar secara team juga meningkat.
          Belajar dari keberhasilan pembangunan pendidikan di Negara lain mungkin dapat dipakai sebagai acuan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia. Pada masa pemerintahan Orde Ba-ru  atau bahkan sebelumnya, terdapat kecenderungan bahwa sistem pendidikan diatur oleh pemerintah pusat ( Centralistis) atau berpusat pada satu tangan. Sistem pembangunan

                                                                                                                                                                3          
pendidikan di Indonesia yang telah lama dilakukan secara centralistis, perlu dilakukan perubahan ataui reformasi.
          Reformasi dalam bidang pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembalikan kepada sistem pendidikan yang mengarah kepada nilai-nilai yang demokratis dan menghapus sistem pendidikan berpusat pada satu tangan atau centralistik. Pendidikan demokratis dapat dimaknai sebagai berikut:
1. Setiap warga negara berhak menikmati pendidikan.
2. Setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.
3. Hak dan kesempatan setiap warga negara berdasar pada kemampuan masing-masing.
          Dari prinsip-prinsip demokrasi pendidikan tersebut dapat dipahami bahwa ide-ide dan nilai-nilai sistem pendidikan demokrasi di Indonesia disesuaikan dengan sistem nilai Pancasila dan UUD ’45.
          Jika prinsip demokrasi dikaitkan dengan penanggung jawab pendidikan, yaitu orang tua siswa dan masyarakat, maka orang tua siswa dan masyarakatlah yang membangun pendidikan ( masyarakat sebagai subyek pembangunan pendidikan), bukan lagi masyarakat sebagai obyek pembangunan pendidikan. Dan secara bertahap wewenang pemerintah pusat dalam bidang pendidikan akan dikurangi dan dialihkan kewenangannya ke pemerintah daerah atau otonomi daerah dalam bidang pendidikan.
          Lengsernya keprabon Pak Soeharto dari jabatan Presiden tanggal  21 Mei 1998, menjadi tonggak sejarah dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia dari pembanguan se-cara centralistic menuju ke pembangunan pendidikan berbasis masyarakat yang demokratis.
          Dari uraian diatas kiranya perlu untuk memberikan makna yang jelas dan tegas tentang nilai-nilai demokrasi yang tersirat pada metode pembelajaran koperatif model Teams Games To-urnaments ( TGT) dalam pembelajaran matematika , guna peningkatan mutu pendidikan Indo-nesia dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
          Berdasar pada penjelasan tersebut di atas, di dalam seminar nasional ini, penulis akan membahas makalah ini dengan judul : “ Nilai-Nilai Demokrasi Pada Metode Pembel-ajaran Koperatif Model Teams Games Tournaments (TGT) Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Di In-donesia Menghadapi Tantangan Masa depan”.
          Berdasarkan pada judul makalah tersebut, maka dapat dirumuskan makalah seperti tersebut di bawah ini.
                                                                                                                                                         4
II. Rumusan Masalah
          Secara umum masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah :  Apakah nilai-nilai demo-krasi teraktualisasikan pada metode pembelajaran koperatif model Teams Games Tournaments (TGT) Matematika?
          Dari pertanyaan di atas, diidentifikasikan beberapa sub pertanyaan seperti tersebut di bawah ini:
1. Bagaimana secara historis lahirnya metode pembelajaran koperatif  model Teams Games        
    Tournaments (TGT) digunakan dalam pembelajaran matematika kelas 4 Sekolah Dasar Maple-  
     wood?
2. Apakah nilai-nilai demokrasi tersirat pada metode pembelajaran koperatif model TGT?
3. Bagaimana konsep model pembelajaran TGT?
III. Pembahasan
A. Tinjauan Historis Lahirnya Pembelajaran Koperatif Model Teams Games Tournaments ?
          Maplewood adalah suatu wilayah kota tingkat kabupaten, terletak di daerah pantai Atlantik bagian tengah ( Mid-Atlantic ) di negara USA. Selama periode 1980 seiring dengan perubahan demografis ( perubahan kependudukan ), jumlah populasi (penduduk ) kaum minoritas dan beragam etnis di kota Maplewood terjadi peningkatan yaitu dari sekitar 13 % pada tahun 1975, menjadi 30 % pada tahun 1985.  Perubahan kenaikan jumlah populasi yang beragam etnis tersebut, sebagai akibat arus pengungsi orang Vietnam dan orang Salvador. Sedangkan pada tahun 1988-1989 perubahan populasi minoritas meningkat menjadi 32 %.
          Keaneka ragaman populasi etnis kota Maplewood, maka input siswa sekolah dasar di sub urban Maplewood juga beragam etnis. Hal ini dapat kita lihat dari data siswa sekolah dasar sub urban Maplewood, seperti tersebut di bawah ini:
Pada tahun 1990 sekolah dasar sub urban Maplewood berkapasitas 1000 orang siswa ( kelas 1 s.d 8 ), sedangkan dari jumlah tersebut, 625 orang adalah sebagai siswa kelas 1 s.d 6. Jika di lihat dari segi etnis siswa sekolah dasar sub urban Maplewood terdiri dari etnis keturunan Eropa 50 %, etnis keturunan Afrika 18 %, etnis keturunan Asia 16 %, etnis keturunan Spanyol dan Portugis 15 %, etnis kleturunan pribumi (Indian) adalah 1 % ( Jacob Evelyn, 1999).

                                                                                                                                                      5
          Pembelajaran koperatif adalah suatu metode pembelajaran kelompok yang anggotanya heterogen dan bekerja sama dalam melaksanakan tugas akademik ( DW Johnson, Maruyama, R T Johnson, Nelson & Skon 1981, Sharan, 1980, Slavin, 1990, 1996).
          Berdasar hasil penelitian eksperimen menunjukkan bahwa metode pembelajaran koperatif merupakan metode pembelajaran yang efektif  (DW Johnson, Maruyama, R T Johnson, Nelson & Skon 1981, Sharan, 1980, Slavin, 1990, 1996).
          Pada awal tahun 1988, Mr Harris selaku kepala sekolah dasar yang terletak di pnggiran ( sub urban ) Maplewood , mengumumkan program pembelajaran koperatif sebagai tujuan resmi program sekolah.
          Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa suasana di sekolah dasar sub urban Maplewood mendukung bagi terlaksananya program pembelajaran koperatif tersebut ( Jacob Evelyn, 1999). 
          Suasana di sekolah yang mendukung bagi terlaksananya program pembelajaran koperatif, motivasi bapak ibu staf dewan guru untuk mengaplikasikan metode pembelajaran koperatif, sehingga berkembang menjadi banyak model. Miss Grants dan Mr Parkers adalah dua dari guru sekolah dasar sub urban Maplewood yang mencoba melaksanakan metode pembelajaran koperatif.
          Pelaksanaan pembelajaran koperatif di sekolah dasr sub urban Maplewood antara lain seperti tersebut di bawah ini.
1. Miss Grants pada kelas 4 ( kelsa matematika ) dalam proses pembelajaran matematika menggu-  
    nakan metode pembelajaran koperatif model Teams Games Tournaments ( TGT ).
2. Mr Parkers pada kelas 6 ( kelas social ) dalam proses pembelajaran bahasa Inggris menggunakan
     metode pembelajaran koperatif model Learning Together ( LT)
          Jadi lahirnya metode pembelajaran koperatif  model TGT  di sekolah dasar sub urban Maplewood  karena suasana sekolahnya mendukung, yaitu :
1. Kepala sekolahnya memberlakukan metode pembelajaran koperatif  sebagai program sekolah.
2. Para siswanya heterogen ( multi etnis ).
3. Guru-gurunya berpartisipasi dalam pelaksanaan metode pembelajaran koperatif ( Jacob Evelyn, 
    1999).
4. Bahkan sebelum Mr Harris menjadi kepala sekolah, beberapa orang guru sekolah dasar sub urban 
                                                                                                                                                                         6
    Maplewood tersebut  telah berpartisipasi dalam workshop tentang pembelajaran koperatif model 
    Jigsaw ( DW Johnson , 1986 ).
B. Nilai Demokrasi Pada Metode Pembelajaran Koperatif Model Teams Games Tournaments (TGT )
          Makalah ini membahas penggunaan metode pembelajaran koperatif model TGT yang dilaksanakan oleh Mr Grants dalam pembelajaran matematika kelas 4 di sekol;ah dasar wilayah sub urban Maplewood ( USA ). Pembelajaran di awalai dengan pembentukan kelompok, yang setiap kelompok beranggotakan 4 atau 5 orang siswa.  Metode pembelajaran koperatif model TGT di sekolah dasar wilayah sub urban Maplewood ini, setiap kelompok kesil anggotanya berasal dari etnis yang berbeda, budaya berbeda, maupun berbeda kepandaiannya ( heterogen),  tetapi mereka bekerja sama dan saling membantu dalam melaksanakan tugas akademik  Johnson ( DW Johnson, RT Johnson, & Holubac, 1986, 1993a, 1994a ) mengatakan  bahwa pembelajaran koperatif yang baik  mempunyai 5 persyaratan yaitu :
1. Saling ketergantungan positip.
2. Saling berinteraksi dipertahankan.
3. Tanggung jawab secara individual.
4. Keterampilan antar individu dan kelompok.
5. Kelompok pengolah.
          Saling ketergantungan positip dimaksudkan bahwa kesuksesan siswa adalah mata rantai untuk kesuksessan dar yang lain dari teamnya, dan para siswa merasa kalah atau menang dalam permain-an ( lomba ) secara teams menjadi tanggung jawab bersama.
          Jadi metode pembelajaran koperatif  ini lebih menekankan pengaruh interaksi social atau interaksi siswa dengan siswa di dalam kelompok atau team untuk memaksimalkan prestasi belajar teamnya.  Pembelajaran koperatif jika dipandang dari sudut kostruktivisme adalah berfokus pada konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky yaitu bahwa masyarakatlah yang membangun pengetahuan dalam arti bahwa fungsi mental yang tinggi bergerak antar seorang dengan orang lain ( between people )  dan di dalam individu ( within individual ). Sedang internalisasi dipandang sebagai proses transformasi  dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal ( Vygotsky, Ls , 1978 ).

                                                                                                                                                                       7
          Jadi pembelajaran koperatif model TGT ini, team atau kelompok siswa lah yang membangun pengetahuan melalui kerja sama atau saling membantu untuk memperoleh kesuksesan atau prestasi yang prima dari teamnya. Ini berarti pembelajaran koperatif model TGT  matematika ikut bberperan dalam memperhatikan nilai-nilai potensi individu untuk berpacu dalam prestasi atau menanamkan kepada siswa nilai-nilai demokrasi.
          Kata demokrasi secara etimologis  berasal dari kata demos dan kratos .  Demos sinonim dengan rakyat  atau penduduk , dan kratos sinonim dengan ilmu. Sedang dalam dunia politik demokrasi sering diartikan sebagai dari rakyat untuk rakyat. Demokrasi pada dasrnya mengakui setiap warga                                                                                                                                                                          
Negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing individu, secara fisik maupun mental.
          Kata pendidikan itu sendiri sangat luas pengertiannya, dapat berarti pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal  ini, meliputi  pendidikan dasar 9 tahun  ( SD, SLTP ), pendidikan menengah ( SLTA ), dan pendidikan tinggi ( Perguruan tinggi ). Pendidikan Non formal ini, meliputi  pendidikan dalam keluarga  dan pendidikan di dalam masyarakat.
          Demokrasi pendidikan juga mengakui setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam bidang pendidikan., oleh karena itu pendidikan yang  demokratis  adalah pendidikan yang menempatkan  peserta  didi k  sebagai  individu yang unik, yang berbeda potensinya  satu sama lain dan perlu diwujudkan dan dikembangkan semaksimal mungkin.
          Demokrasi pendidikan  di Indonesia yang tercermin dalam UUD ‘ 45 dapat bermakna sebagai nilai –nilai bahwa :
1. Setiap warga negar berhak menikmati  pendidikan.
2. Setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
    sama  untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.
3. Hak dan kesempatan setiap warga Negara berdasar atas kemampuan masing-masing.
          Berdasar pada nilai-nilai demokrasi pendidikan di atas, maka setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan formal dari tingkat pendidikan dasar 9 tahun ( SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun ), Tingkat pendidikan menengah ( SLTA ) bahkan sampai pendidikan tinggi ( Perguruan tinggi).  Akan tetapi karena setiap orang mempunyai potensi berbeda
                                                                                                                                                                         8
dalam hal kecerdasannya maupun kemampuan perekonomiannya maka untuk mendapatkan pendidikan formal tentu akan berbeda. Apalagi setiap lembaga pendidikan formal dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru berdasrkan hasil seleksi, maka hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan formal juga menjadi relative tidak sama. Dengan perkataan lain hak dan kesempatan setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan formal juga berdasarkan potensi atau kemampuan masing-masing individu. Itulah yang dimaksudkan dengan demokrasi pen-didikan di Indonesia, akan tetapi demokrasi pendidikan itu juga berlaku secara universal  di setiap Negara di dunia ini.
          Pendidikan dalam arti sempit dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi di ruang kelas. Proses pembelajaran hendaknya mencerminkan nilai-nilai demokratis, yang menempatkan siswa sebagai individu yang unik, yang mempunyai potensi ( minat, bakat, cara merspon pelajaran, efisiensi alat dria, kecerdasan, keterampilan, sikap) yang berbeda satu sama lain sehingga perlu menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang mampu menyalurkan aspirasi mereka. Proses pendidikan hendaknya mampu menciptakan konsep diri yang positip pada siswa. Masing-masing siswa haruslah merasa sanggup, aman, dan menemukan tempatnya masing-masing dalam masyarakat siswa di ruang kelas. Tidak ada siswa yang tidak mengerti atau memahami materi pelajaran yang dipelajari, tetapi semuanya menjadi mengerti baik siswa yang pandai, sedang, maupun yang lemah, karena semuanya mendapat pelayanan dan perhatian yang baik.
          Oleh karena perbedaan individu tersebut maka pembelajaran memperhatikan kharakter masing-masing individu dalam pengertian siswa mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kharakter masing-masing individu. Hal ini akan mudah dilakukan, jika pembelajaran dilakukan melalui metode pembelajaran koperatif atau pembelajaran secara  team.  Team ini bersifat dinamis sesuai dengan kharakter masing-masing individu. Dengan perkataan lain pembelajaran koperatif ini dimaksudkan untuk member kesempatan pada setiap siswa untuk meningkatkan dirinya sesuai dengan kemampuan belajarnya.
          Pembelajaran matematika dengan model TGT merupakan pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai demokrasi, karena menghargai setiap siswa untuk mengekspreikan dirinya, tetapi tetap harus memperhatikan aturan team yaitu saling membantu sesame anggota team dalam bersaing dengan team lain sehingga teamnya memperoleh skor yang tinggi. Dalam pembelajaran koperatif model TGT, menempatkan siswa sebagi individu yang unik , dimana setiap siswa mempunyai potensi yang berbeda. Pembelajaran koperatif model TGT , dimaksudkan sebagai upaya untuk mengaktuali-sasikan potensi-potensi yang ada pada dirinya dalam suasana yang penuh keakraban dalam ling-
                                                                                                                                                                           9
kungan belajar team. Setiap siswa sesuai dengan potensi yang dimiliki, diharapkan termotivasi untuk smembantu melakukan aktivitas belajar secara team dalam suasana yang penuh tanggung jawab. Kesuksesan team dalam pembelajaran koperatif model TGT , adalah mata rantai kesuksesan setiap siswa anggota teamnya , dan para siswa merasa bahwa kalah atau menang teamnya  menjadi tanggung jawab bersama.
          Pembelajaran koperatif model TGT lebih menekankan proses pembelajarannya dari pada hasil prestasi setiap siswa, dimaksudkan bahwa melalui proses pembelajaran koperatif , dimana setiap anggota team bekerja bersama dan saling membantu dalam melaksanakan tugas teamnya maka masalah suslit yang dikerjakan secara individu, akan menjadi lebih mudah diatasai jika masalah itu dikerjakan secara bersama-sama. Apabila hal itu dikaitkan dengan hasil prestasi belajar, maka pembelajaran koperatif model TGT akan meningkatkan prestasi belajar team, dan pada gilirannya hasil prestasi belajar secara individualpun juga akan meningkat.
          Peran guru dalam pembelajaran koperatif adalah sebagi fasilitator atau menyediakan fasilitas atau sarana agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Ini tidak berarti peran guru dalam pembelajaran koperatif menjadi hilang, sebab guru tetap memantau secara aktif proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Melalui pembelajaran koperatif model TGT, siswa diharapkan mampu mengkonstruk sendiri  ilmu pengetahuan melalui keaktipan setiap anggota team atau melalui kerja sama saling membantu sesame siswa dalam satu team, atau dapat juga mendapat bantuan dari kelompok lain melalui tournament team dalam game ( proses pembelajaran).
C. Konsep Pembelajaran Team Game Tournament ( TGT )
          Meskipun metode pembelajaran koperati f secara luas telah dikenal oleh para guru karena telah banyak para guru menggunakan metode kerja kelompok dalam pembelajaran di ruang kelas. Namun metode pembelajaran koperatif model TGT yang digunakan dalam pembelajaran koperatif model TGT yang digunakan dalam pembelajaran matematika siswa kelas 4 sekolah dasar di sub urban Maplewood ( USA) oleh Ny Grant’s belum memasyarakat di sekolah di Indonesia. 
          Pembelajaran koperatif model TGT mempunyai 4 komponen dasar yaitu :
1. Tahap Presentase guru secara klasikal
2. Tahap Pelatihan Pembelajaran model TGT
                                                                                                                                                                     10
3. Tahap team game tournament
4. Penentuan hadiah kemenangan team ( Slavin, 1986, 1994)
1.  Presentase Guru Secara Klasikal
          Materi yang di informasikan guru kepada siswa secara klasikal dapat berupa konsep, algorithma operasi hitung, batasan atau definisi konsep yang  perlu dikuasai oleh siswa. Sumber, bahan, media, metode dan langkah demi langkah kegiatan pembelajaran siswa yang  perlu dipakai untuk menjelaskan materi suatu konsep yang akan disajikan oleh guru kepada siswa. Setelah siswa secara klasikal menerima informasi materi pelajaran secara langsung dari guru, kegiatan selanjyutnya siswa diberi tugas memecahkan masalah secara kelompok atau secara team.
2. Tahap Pelatihan Model Pembelajaran Koperatif Model TGT
          Setelah langkah awal pembelajaran secara klasikal selesai, langkah berikutnya adalah pemben-tukan team. Pada pembelajaran koperatif model TGT ini, Miss Grant’s membentuk team dengan jumlah anggota setiap teamnya dapat terdiri dari :
1. Empat ( 4 ) orang
2. Tiga ( 3 ) orang
3. Dua ( 2 ) orang (berpasangan )
          Langkah selanjutnya, para siswa secara team melaksanakan kegiatan pelatihan pembelajaran koperatif model  TGT dengan aturan sebagai berikut :
1.Setiap team ( kelompok ) menempati kursi-kursi pasangan setiap meja dari setiap meja pertan-
    dingan yang tersedia.
2. Setiap team (kelompok ) diberi tugas memilih kartu nomor pada tumpukan kartu di atas setiap   
    meja pertandingan tempat teamnya. Setiap meja pertandingan terdapat tumpukan kartu ( number 
   chard ), kartu pertanyaan ( question sheet ) dan kartu pasangan jawaban ( Answer Sheet). Kartu-
   kartu tersebut diletakan dengan posisi terbalik di atas tiap meja pertandingan.
3. Setiap anggota team ( keompok) diadakan pembagian tugas lagi sebagai berikut :
                                                                                                                                                                          11
   a. Petugas pembaca soal ( kuis), bertugas mengambil number chard ( kartu ) untuk menentukan
      nomor  soal ( kuis) dan selanjutnya petugas pembaca kuis itu menjawab atau menjelaskan kuis
     tersebut.
   b. Siswa lain dalam teamnya, bertugas member bantuan petugas pembaca kuis  apabila jawaban
       kuis salah kemudian  menyeleksi kesalahan serta membetulkannya.
   c. Jika suatu team penyaji dapat menjawab secara benar, maka number char ( nomor kartu ) disim-
      pan dan memperoleh skor ( nilai ), tetapi jika sebaliknya  ( menjawab salah ) number chard tidak
     disimpan dan tiada memperoleh skor ( nilai ).
  d.  Team lain ( team penentang ) yang menjawab benar , mendapat skor ( nilai )dan menyimpan
       number chard  ( kartu momor )nya, tetapi jika team penentang  dalam menjawab kuis salah
      mendapat sangsi pengurangan skor ( nilai).
  e. Jika tidak ada jawaban yang benar  baik team penyaji maupun team penentang , pelatian TGT
      dilanjutkan, dengan cara mengambil number chard lagi.
  f. Kegiatan pelatihan TGT berlangsung sampai batas waktu yang telah ditetapkan.
  g. Penulis laporan, bertugas menghitung jumlah number chard ( kartu nomor ) yang tersimpan dan  
     menghitung skor ( nilai ) yang diperoleh teamnya serta menulis laporan hasil kerja teamnya ( ke-
    lompoknya ).
            Pembelajaran model TGT  diakhiri dengan perhitungan jumlah kartu yang terkumpul oleh masing-masing siswa setiap team dan kejuaraan masing-masing team berdasarkan jumlah kartu
Yang terkumpul oleh masing-masing siswa atau masing-masing team. Pada tahap pelatihan TGT,
Skor ( nilai ) tidak mendapatkan penghargaan atau hadian.
          Melalui pembelajaran model TGT  ini, diharapkan sisw terbentuk rasa percaya diri (self esteem), rasa peduli terhadap orang lain, terjadi proses seleksi ( membandingkan jawaban ),
                                                                                                                                                                          12
membetulkan kesalahan suatu konsep sehingga terhindar dari kesalahan konsep  ( Slavin, 1986, p.15).
3. Tahap Team Games Tournaments
          Dalam tahap ini dilaksanakan kegiatan tournament game, dengan langkah-langkah kegiatan seperti tersebut pada waktu tahap pelatihan model TGT. Miss Grant’s mencoba beberapa cara untuk meningkatkan perilaku siswa dalam kerja sama team, jangan hanya member dan menjawab suatu pertanyaan dan melaksanakan aktivitas team ( kelompok )
 saja. Miss Grant’s juga memberikan hadiah menambah nilai pada perilaku koperatif, misal menolong satu sama lain dalam menjelaskan jawaban.
          Miss Grant’s memberikan hadiah kepada team ( kelompok ) berdasarkan tingkat kemenangan team, berupa sertfikat atau penghargaan bentuk lain dan dipajangkan pada
Tembok ruang kelas sebagai peta aktivitas kemengan team.
4. Penentuan Hadiah Kemenangan Team
          Team diseleksi berdasarkan jumlah skor ( nilai ) yang dikumpulkan oleh team. Pada
Akhir suatu tournament, para siswa menghitung jumlah kartu-kartu mereka. Skor individu kemudian diberi skor berdasarkan tingkat kemenangan yaitu sebagai berikut :
1. Nilai permainan skor 60 adalah skor relatip tertinggi.
2. Nilai permainan 40 adalah skor relatip sedang.
3. Nilai permainan 20 adalah skor relatip paling rendah.
          Rata-rata dihitung dari jumlah kartu yang terkumpul dari anggota team ditambah nilai
Kerja samanya dalam team dibagi jumlah anggota team, yaitu :
I. Team Super
II. Team Besar
                                                                                                                                                        13
III. Team Bagus.
          Bagi team yang tercatat pada peta aktivitas kemenangan team, mendapatkan sertifikat kemenangan dan mendapat hadiah tambahan yang telah disiapkan.

IV. PENUTUP
          Pendidikan yang menumbuhkan nilai-nilai demokrasi pada siswa, pada dasrnya adalah
upaya melalui proses pembelajaran:
1.Menempatkan siswa sebagai individu yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan
    dan kekurangan masing-masing dalam aspek potensinya. Misal aspek ( minat, bakat, cara
    merespon mata pelajaran, efisiensi alat dria, kecerdasan, keterampilan, sikap) satu sama
    lain berbeda. 
2. Diharapkan pada diri siswa akan terbentuk rasa percaya diri ( self esteem), rasa peduli ter-
    hadap orang lain, rasa tanggung jawab terhadap teamnya, sehingga dampak selanjutnya
    akan terbentuk perilalu ikhlas dalam berdedikasi.
3. Menggunakan metode pembelajaran koperatif model TGT, pada diri siswa diharapkan da-
    pat tertanam nilai-nilai demokratis, dapat meningkatkan kualitas prestasi hasil belajar sis-
   wa secara individual maupun secara team.
4. Guru sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dapat ikut serta meningkatkan mutu
    Sumber daya manusia Indonesia dalam bidang pendidikan dengan mengaplikasikan meto-
    de pembelajaran koperatif model TGT atau model pembelajaran koperatif lainnya, untuk
    menghadapi tantangan masa depan.
                                                                                                                                                            14
V. Daftar Pustaka
Jacob Evelyn, (1999). Cooperative Learning in Context. New York : State University Plaza, Albany.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T, & Holubec, E.J (1986). Circles of Learning : Cooperation in the classroom.  Edine, MN: Interaction Book Company.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T, & Holubec, E.J ( 1993a). Circles of Learning : Cooperation in the classroom.  Edine, MN: Interaction Book Company.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T, & Holubec, E.J ( 1994a). The New Circles of Learning : Cooperation in the classroom and school. Alexandria, VA : Association for supervision and curriculum development.

Prasetya, 1999. Filsafat Pendidikan. Bandung Pustaka Setia.

Slavin, R.E, (1986 ). Using  Student  Team Learning : The Johns Hopkins Team Learning Project.  Baltimore,  MD : Johns Hopkins Team Learning Project.

Vygotsky, L.S., ( 1978 ). The Development of Higher Psychological Prosesses ( M.Cole V. John-Steiner, S. Scribner, & E. Souberman, Eds, ), Cambridge, MA: Harvard University Press.
                                                                                                                                                                       

         
MAKALAH
NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA METODE PEMBELAJARAN KOPERATIF MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENS ( TGT) UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA  MENGHADAPI TANTANGAN MASA DEPAN



Oleh :
Drs. SARYANTO, S.Pd, M.Pd
FKIP-UT pada UPBJJ PURWOKERTO








Telah di Seminarkan Pada Seminar Nasional
Pada Tanggal 7 September 2005 di UPBJJ-UT Purwokerto













PANITIA SEMINAR NASIONAL
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH
PURWOKERTO
2005




Abnstrak : Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa pendidikan selalu mengabdi pada nilai-nilai luhur bagi manusia dan kemanusiaan. Pada masa pemerintahan Orde Baru atau bahkan sebelum-nya, terdapat kecenderungan bahwa sistem pendidikan di Indonesia diatur oleh pemerintah pusat (centralistis) atau berpusat pada satu tangan. Belajar dari keberhasilan pembangunan pendidikan di Negara lain yang telah maju seperti pada negeri Perancis dan negara USA mungkin dapat dipakai se-bagai acuan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia.Sistem pembangunan pendidikan di Indo-nesia yang telah lama dilakukan secara centralistis, perlu dilakukan perubahan atau reformasi. Kata pendidikan dalam arti luas dapat berarti pendidikan formal dan dapat berarti pendidikan non formal. Sedangkan pendidikan dalam arti sempit dapat berarti proses pembelajaran yang terjadi dalam ru-ang kelas. Reformasi pendidikan ini berfokus pada upaya menumbuhkan nilai-nilai demokrasi me-lalui proses pembelajaran siswa dalam ruang kelas menggunakan metode pembelajaran koperatif matematika model Teams Games Tournaments ( TGT). Pembelajaran koperatif model TGT mempu-nyai 4 komponen dasar yaitu:
1.Tahap Presentase Guru secara klasikal
2.Tahap Pelatihan Pembelajaran Model TGT
3.Tahap Team Game Turnament
4. Penentuan hadiah kemenangan team ( Slavin, 1986, 1994)
Kata Kunci:
Input : Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa pendidikan selalu mengabdi pada nilai-nilai luhur
            bagi manusia dan kemanusiaan.
Output: Jeans Jacuas Rouseau ( 1712- 1778), mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan pada suatu buku berjudul Emile, seperti berikut:” Semua adalah baik pada waktu dilahirkan oleh sang pencipta, tetapi menjadi rusak oleh ulah tangan manusia”.

I. Pendahuluan

A.Latar Belakang
          Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa pendidikan selalu mengabdi pada nilai-nilai luhur bagi manusia dan kemanusiaan. Pengalaman Negara Perancis mendidik bangsanya dalam mengha-dapi  tantangan ( masalah) kekuasaan raja absolut, Jean Jacues Rousseau (1712-1778), mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan pada suatu buku berjudul Emile, seperti berikut: “ Semua adalah baik pada waktu dilahirkan oleh Sang Pencipta, tetapi menjadi rusak oleh ulah tangan manusia”.  Dengan perkataan lain bahwa pendidikan menjadi rusak karena ulah atau campur tangan manusia ( raja ) yang sangat absolut. Pendapat Jean Jacuas Rousseau tersebut merupakan kritik terhadap sistem pendidikan yang sudah terpuruk di negeri Perancis, sehingga perlu ada perubahan sistem pendidikan.
          Negara Amerika Serikat, yang sudah menjadi Negara majupun selalu mengubah sistem pendidikannya agar sesuai dengan perkembangan jaman sehingga dapat mengatasi tantangan masa depan yang selalu berubah. Pada awal tahun 1988, Mr Harris selaku sepala sekolah dasar di sub urban ( pinggiran kota ) Maplewood USA, mengumumkan program pembelajaran koperatif sebagai tujuan resmi program sekolah. Maplewood adalah suatu wilayah kota ( urban) setingkat kabupaten dan letaknya di daerah pantai atlantik bagian tengah ( mid Atlantic) di USA.
                                                                                  1
                                                                                                                                                              2
Kolaborasi kepala sekolah dengan guru-guru sekolah dasar di sub urban Maplewood terha-dap metode pembelajaran koperatif, motivasi para guru sekolah dasar tersebut untuk melaku-kan tindakan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran koperatif.
          Miss Grant’s, seorang guru sekolah dasar sub urban Maplewood dengan menggunakan metode pembelajaran koperatif model Teams Games Tournaments ( TGT ) pada pembelajaran matematika siswa kelas 4, berhasil meningkatkan prestasi belajar matematika siswanya.
          Mr Parkers, seorang guru sekolah dasar sub urban Maplewood dengan menggunakan metode pembelajaran koperatif model Learning Together ( LT ) pada kelas 6 ( kelas social) dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, berhasil meningkatkan belajar siswa kelas ( bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau English Sacundair Learning ( ESL).
          Keberhasilan para guru sekolah dasar sub urban Maplewood dalam menggunakan metode pembelajaran koperatif, berdampak positip pada sekolah dasar tersebut memperoleh reputasi nama baik, yaitu tingginya kualitas pendidikan ( skor SAT ) selalu di atas skor rata-rata nasional). Dampak positip lain dari keberhasilan sekolah dasar sub urban Maplewood, yaitu banyak orang tua siswa dari berbagai penjuru wilayah tertarik perhatiannya untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar sub urban Maplewood.
          Pembelajaran koperatif dilihat dari sudut pandang konstruktivisme adalah berfokur pada konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky yaitu bahwa masyarakatlah yang membangun pengetahuan.  Menurut pandangan konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky ini, adalah bahwa fungsi mental yang tinggi bergerak antara seseorang dengan orang lain ( between people) dan di dalam individu ( with in individual ). Sedang internalisasi dipandang sebagai proses transformasi dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal ( Vygotsky, L.S, 1978).
          Jadi dalam pembelajaran koperatif model TGT matematika, proses pembelajaran lebih menekankan nilai kerjasama atau saling membantu sesame anggota team atau memperhatikan nilai potensi setiap individu yaitu siswa yang pandai membantu siswa yang kepandaiannya sedang atau yang kurang pandai secara team atau demokrasi. Dampak positip dari pembelajaran koperatif adalah bahwa hasil prestasi belajar siswa secara individual maupun hasil prestasi belajar secara team juga meningkat.
          Belajar dari keberhasilan pembangunan pendidikan di Negara lain mungkin dapat dipakai sebagai acuan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia. Pada masa pemerintahan Orde Ba-ru  atau bahkan sebelumnya, terdapat kecenderungan bahwa sistem pendidikan diatur oleh pemerintah pusat ( Centralistis) atau berpusat pada satu tangan. Sistem pembangunan

                                                                                                                                                                3          
pendidikan di Indonesia yang telah lama dilakukan secara centralistis, perlu dilakukan perubahan ataui reformasi.
          Reformasi dalam bidang pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembalikan kepada sistem pendidikan yang mengarah kepada nilai-nilai yang demokratis dan menghapus sistem pendidikan berpusat pada satu tangan atau centralistik. Pendidikan demokratis dapat dimaknai sebagai berikut:
1. Setiap warga negara berhak menikmati pendidikan.
2. Setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.
3. Hak dan kesempatan setiap warga negara berdasar pada kemampuan masing-masing.
          Dari prinsip-prinsip demokrasi pendidikan tersebut dapat dipahami bahwa ide-ide dan nilai-nilai sistem pendidikan demokrasi di Indonesia disesuaikan dengan sistem nilai Pancasila dan UUD ’45.
          Jika prinsip demokrasi dikaitkan dengan penanggung jawab pendidikan, yaitu orang tua siswa dan masyarakat, maka orang tua siswa dan masyarakatlah yang membangun pendidikan ( masyarakat sebagai subyek pembangunan pendidikan), bukan lagi masyarakat sebagai obyek pembangunan pendidikan. Dan secara bertahap wewenang pemerintah pusat dalam bidang pendidikan akan dikurangi dan dialihkan kewenangannya ke pemerintah daerah atau otonomi daerah dalam bidang pendidikan.
          Lengsernya keprabon Pak Soeharto dari jabatan Presiden tanggal  21 Mei 1998, menjadi tonggak sejarah dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia dari pembanguan se-cara centralistic menuju ke pembangunan pendidikan berbasis masyarakat yang demokratis.
          Dari uraian diatas kiranya perlu untuk memberikan makna yang jelas dan tegas tentang nilai-nilai demokrasi yang tersirat pada metode pembelajaran koperatif model Teams Games To-urnaments ( TGT) dalam pembelajaran matematika , guna peningkatan mutu pendidikan Indo-nesia dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
          Berdasar pada penjelasan tersebut di atas, di dalam seminar nasional ini, penulis akan membahas makalah ini dengan judul : “ Nilai-Nilai Demokrasi Pada Metode Pembel-ajaran Koperatif Model Teams Games Tournaments (TGT) Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Di In-donesia Menghadapi Tantangan Masa depan”.
          Berdasarkan pada judul makalah tersebut, maka dapat dirumuskan makalah seperti tersebut di bawah ini.
                                                                                                                                                         4
II. Rumusan Masalah
          Secara umum masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah :  Apakah nilai-nilai demo-krasi teraktualisasikan pada metode pembelajaran koperatif model Teams Games Tournaments (TGT) Matematika?
          Dari pertanyaan di atas, diidentifikasikan beberapa sub pertanyaan seperti tersebut di bawah ini:
1. Bagaimana secara historis lahirnya metode pembelajaran koperatif  model Teams Games        
    Tournaments (TGT) digunakan dalam pembelajaran matematika kelas 4 Sekolah Dasar Maple-  
     wood?
2. Apakah nilai-nilai demokrasi tersirat pada metode pembelajaran koperatif model TGT?
3. Bagaimana konsep model pembelajaran TGT?
III. Pembahasan
A. Tinjauan Historis Lahirnya Pembelajaran Koperatif Model Teams Games Tournaments ?
          Maplewood adalah suatu wilayah kota tingkat kabupaten, terletak di daerah pantai Atlantik bagian tengah ( Mid-Atlantic ) di negara USA. Selama periode 1980 seiring dengan perubahan demografis ( perubahan kependudukan ), jumlah populasi (penduduk ) kaum minoritas dan beragam etnis di kota Maplewood terjadi peningkatan yaitu dari sekitar 13 % pada tahun 1975, menjadi 30 % pada tahun 1985.  Perubahan kenaikan jumlah populasi yang beragam etnis tersebut, sebagai akibat arus pengungsi orang Vietnam dan orang Salvador. Sedangkan pada tahun 1988-1989 perubahan populasi minoritas meningkat menjadi 32 %.
          Keaneka ragaman populasi etnis kota Maplewood, maka input siswa sekolah dasar di sub urban Maplewood juga beragam etnis. Hal ini dapat kita lihat dari data siswa sekolah dasar sub urban Maplewood, seperti tersebut di bawah ini:
Pada tahun 1990 sekolah dasar sub urban Maplewood berkapasitas 1000 orang siswa ( kelas 1 s.d 8 ), sedangkan dari jumlah tersebut, 625 orang adalah sebagai siswa kelas 1 s.d 6. Jika di lihat dari segi etnis siswa sekolah dasar sub urban Maplewood terdiri dari etnis keturunan Eropa 50 %, etnis keturunan Afrika 18 %, etnis keturunan Asia 16 %, etnis keturunan Spanyol dan Portugis 15 %, etnis kleturunan pribumi (Indian) adalah 1 % ( Jacob Evelyn, 1999).

                                                                                                                                                      5
          Pembelajaran koperatif adalah suatu metode pembelajaran kelompok yang anggotanya heterogen dan bekerja sama dalam melaksanakan tugas akademik ( DW Johnson, Maruyama, R T Johnson, Nelson & Skon 1981, Sharan, 1980, Slavin, 1990, 1996).
          Berdasar hasil penelitian eksperimen menunjukkan bahwa metode pembelajaran koperatif merupakan metode pembelajaran yang efektif  (DW Johnson, Maruyama, R T Johnson, Nelson & Skon 1981, Sharan, 1980, Slavin, 1990, 1996).
          Pada awal tahun 1988, Mr Harris selaku kepala sekolah dasar yang terletak di pnggiran ( sub urban ) Maplewood , mengumumkan program pembelajaran koperatif sebagai tujuan resmi program sekolah.
          Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa suasana di sekolah dasar sub urban Maplewood mendukung bagi terlaksananya program pembelajaran koperatif tersebut ( Jacob Evelyn, 1999). 
          Suasana di sekolah yang mendukung bagi terlaksananya program pembelajaran koperatif, motivasi bapak ibu staf dewan guru untuk mengaplikasikan metode pembelajaran koperatif, sehingga berkembang menjadi banyak model. Miss Grants dan Mr Parkers adalah dua dari guru sekolah dasar sub urban Maplewood yang mencoba melaksanakan metode pembelajaran koperatif.
          Pelaksanaan pembelajaran koperatif di sekolah dasr sub urban Maplewood antara lain seperti tersebut di bawah ini.
1. Miss Grants pada kelas 4 ( kelsa matematika ) dalam proses pembelajaran matematika menggu-  
    nakan metode pembelajaran koperatif model Teams Games Tournaments ( TGT ).
2. Mr Parkers pada kelas 6 ( kelas social ) dalam proses pembelajaran bahasa Inggris menggunakan
     metode pembelajaran koperatif model Learning Together ( LT)
          Jadi lahirnya metode pembelajaran koperatif  model TGT  di sekolah dasar sub urban Maplewood  karena suasana sekolahnya mendukung, yaitu :
1. Kepala sekolahnya memberlakukan metode pembelajaran koperatif  sebagai program sekolah.
2. Para siswanya heterogen ( multi etnis ).
3. Guru-gurunya berpartisipasi dalam pelaksanaan metode pembelajaran koperatif ( Jacob Evelyn, 
    1999).
4. Bahkan sebelum Mr Harris menjadi kepala sekolah, beberapa orang guru sekolah dasar sub urban 
                                                                                                                                                                         6
    Maplewood tersebut  telah berpartisipasi dalam workshop tentang pembelajaran koperatif model 
    Jigsaw ( DW Johnson , 1986 ).
B. Nilai Demokrasi Pada Metode Pembelajaran Koperatif Model Teams Games Tournaments (TGT )
          Makalah ini membahas penggunaan metode pembelajaran koperatif model TGT yang dilaksanakan oleh Mr Grants dalam pembelajaran matematika kelas 4 di sekol;ah dasar wilayah sub urban Maplewood ( USA ). Pembelajaran di awalai dengan pembentukan kelompok, yang setiap kelompok beranggotakan 4 atau 5 orang siswa.  Metode pembelajaran koperatif model TGT di sekolah dasar wilayah sub urban Maplewood ini, setiap kelompok kesil anggotanya berasal dari etnis yang berbeda, budaya berbeda, maupun berbeda kepandaiannya ( heterogen),  tetapi mereka bekerja sama dan saling membantu dalam melaksanakan tugas akademik  Johnson ( DW Johnson, RT Johnson, & Holubac, 1986, 1993a, 1994a ) mengatakan  bahwa pembelajaran koperatif yang baik  mempunyai 5 persyaratan yaitu :
1. Saling ketergantungan positip.
2. Saling berinteraksi dipertahankan.
3. Tanggung jawab secara individual.
4. Keterampilan antar individu dan kelompok.
5. Kelompok pengolah.
          Saling ketergantungan positip dimaksudkan bahwa kesuksesan siswa adalah mata rantai untuk kesuksessan dar yang lain dari teamnya, dan para siswa merasa kalah atau menang dalam permain-an ( lomba ) secara teams menjadi tanggung jawab bersama.
          Jadi metode pembelajaran koperatif  ini lebih menekankan pengaruh interaksi social atau interaksi siswa dengan siswa di dalam kelompok atau team untuk memaksimalkan prestasi belajar teamnya.  Pembelajaran koperatif jika dipandang dari sudut kostruktivisme adalah berfokus pada konstruktivisme sosiologis dari Vygotsky yaitu bahwa masyarakatlah yang membangun pengetahuan dalam arti bahwa fungsi mental yang tinggi bergerak antar seorang dengan orang lain ( between people )  dan di dalam individu ( within individual ). Sedang internalisasi dipandang sebagai proses transformasi  dari aktivitas eksternal ke aktivitas internal ( Vygotsky, Ls , 1978 ).

                                                                                                                                                                       7
          Jadi pembelajaran koperatif model TGT ini, team atau kelompok siswa lah yang membangun pengetahuan melalui kerja sama atau saling membantu untuk memperoleh kesuksesan atau prestasi yang prima dari teamnya. Ini berarti pembelajaran koperatif model TGT  matematika ikut bberperan dalam memperhatikan nilai-nilai potensi individu untuk berpacu dalam prestasi atau menanamkan kepada siswa nilai-nilai demokrasi.
          Kata demokrasi secara etimologis  berasal dari kata demos dan kratos .  Demos sinonim dengan rakyat  atau penduduk , dan kratos sinonim dengan ilmu. Sedang dalam dunia politik demokrasi sering diartikan sebagai dari rakyat untuk rakyat. Demokrasi pada dasrnya mengakui setiap warga                                                                                                                                                                          
Negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing individu, secara fisik maupun mental.
          Kata pendidikan itu sendiri sangat luas pengertiannya, dapat berarti pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal  ini, meliputi  pendidikan dasar 9 tahun  ( SD, SLTP ), pendidikan menengah ( SLTA ), dan pendidikan tinggi ( Perguruan tinggi ). Pendidikan Non formal ini, meliputi  pendidikan dalam keluarga  dan pendidikan di dalam masyarakat.
          Demokrasi pendidikan juga mengakui setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam bidang pendidikan., oleh karena itu pendidikan yang  demokratis  adalah pendidikan yang menempatkan  peserta  didi k  sebagai  individu yang unik, yang berbeda potensinya  satu sama lain dan perlu diwujudkan dan dikembangkan semaksimal mungkin.
          Demokrasi pendidikan  di Indonesia yang tercermin dalam UUD ‘ 45 dapat bermakna sebagai nilai –nilai bahwa :
1. Setiap warga negar berhak menikmati  pendidikan.
2. Setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
    sama  untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.
3. Hak dan kesempatan setiap warga Negara berdasar atas kemampuan masing-masing.
          Berdasar pada nilai-nilai demokrasi pendidikan di atas, maka setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan formal dari tingkat pendidikan dasar 9 tahun ( SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun ), Tingkat pendidikan menengah ( SLTA ) bahkan sampai pendidikan tinggi ( Perguruan tinggi).  Akan tetapi karena setiap orang mempunyai potensi berbeda
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        8
dalam hal kecerdasannya maupun kemampuan perekonomiannya maka untuk mendapatkan pendidikan formal tentu akan berbeda. Apalagi setiap lembaga pendidikan formal dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru berdasrkan hasil seleksi, maka hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan formal juga menjadi relative tidak sama. Dengan perkataan lain hak dan kesempatan setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan formal juga berdasarkan potensi atau kemampuan masing-masing individu. Itulah yang dimaksudkan dengan demokrasi pen-didikan di Indonesia, akan tetapi demokrasi pendidikan itu juga berlaku secara universal  di setiap Negara di dunia ini.
          Pendidikan dalam arti sempit dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi di ruang kelas. Proses pembelajaran hendaknya mencerminkan nilai-nilai demokratis, yang menempatkan siswa sebagai individu yang unik, yang mempunyai potensi ( minat, bakat, cara merspon pelajaran, efisiensi alat dria, kecerdasan, keterampilan, sikap) yang berbeda satu sama lain sehingga perlu menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang mampu menyalurkan aspirasi mereka. Proses pendidikan hendaknya mampu menciptakan konsep diri yang positip pada siswa. Masing-masing siswa haruslah merasa sanggup, aman, dan menemukan tempatnya masing-masing dalam masyarakat siswa di ruang kelas. Tidak ada siswa yang tidak mengerti atau memahami materi pelajaran yang dipelajari, tetapi semuanya menjadi mengerti baik siswa yang pandai, sedang, maupun yang lemah, karena semuanya mendapat pelayanan dan perhatian yang baik.
          Oleh karena perbedaan individu tersebut maka pembelajaran memperhatikan kharakter masing-masing individu dalam pengertian siswa mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kharakter masing-masing individu. Hal ini akan mudah dilakukan, jika pembelajaran dilakukan melalui metode pembelajaran koperatif atau pembelajaran secara  team.  Team ini bersifat dinamis sesuai dengan kharakter masing-masing individu. Dengan perkataan lain pembelajaran koperatif ini dimaksudkan untuk member kesempatan pada setiap siswa untuk meningkatkan dirinya sesuai dengan kemampuan belajarnya.
          Pembelajaran matematika dengan model TGT merupakan pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai demokrasi, karena menghargai setiap siswa untuk mengekspreikan dirinya, tetapi tetap harus memperhatikan aturan team yaitu saling membantu sesame anggota team dalam bersaing dengan team lain sehingga teamnya memperoleh skor yang tinggi. Dalam pembelajaran koperatif model TGT, menempatkan siswa sebagi individu yang unik , dimana setiap siswa mempunyai potensi yang berbeda. Pembelajaran koperatif model TGT , dimaksudkan sebagai upaya untuk mengaktuali-sasikan potensi-potensi yang ada pada dirinya dalam suasana yang penuh keakraban dalam ling-
                                                                                                                                                                           9
kungan belajar team. Setiap siswa sesuai dengan potensi yang dimiliki, diharapkan termotivasi untuk smembantu melakukan aktivitas belajar secara team dalam suasana yang penuh tanggung jawab. Kesuksesan team dalam pembelajaran koperatif model TGT , adalah mata rantai kesuksesan setiap siswa anggota teamnya , dan para siswa merasa bahwa kalah atau menang teamnya  menjadi tanggung jawab bersama.
          Pembelajaran koperatif model TGT lebih menekankan proses pembelajarannya dari pada hasil prestasi setiap siswa, dimaksudkan bahwa melalui proses pembelajaran koperatif , dimana setiap anggota team bekerja bersama dan saling membantu dalam melaksanakan tugas teamnya maka masalah suslit yang dikerjakan secara individu, akan menjadi lebih mudah diatasai jika masalah itu dikerjakan secara bersama-sama. Apabila hal itu dikaitkan dengan hasil prestasi belajar, maka pembelajaran koperatif model TGT akan meningkatkan prestasi belajar team, dan pada gilirannya hasil prestasi belajar secara individualpun juga akan meningkat.
          Peran guru dalam pembelajaran koperatif adalah sebagi fasilitator atau menyediakan fasilitas atau sarana agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Ini tidak berarti peran guru dalam pembelajaran koperatif menjadi hilang, sebab guru tetap memantau secara aktif proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Melalui pembelajaran koperatif model TGT, siswa diharapkan mampu mengkonstruk sendiri  ilmu pengetahuan melalui keaktipan setiap anggota team atau melalui kerja sama saling membantu sesame siswa dalam satu team, atau dapat juga mendapat bantuan dari kelompok lain melalui tournament team dalam game ( proses pembelajaran).
C. Konsep Pembelajaran Team Game Tournament ( TGT )
          Meskipun metode pembelajaran koperati f secara luas telah dikenal oleh para guru karena telah banyak para guru menggunakan metode kerja kelompok dalam pembelajaran di ruang kelas. Namun metode pembelajaran koperatif model TGT yang digunakan dalam pembelajaran koperatif model TGT yang digunakan dalam pembelajaran matematika siswa kelas 4 sekolah dasar di sub urban Maplewood ( USA) oleh Ny Grant’s belum memasyarakat di sekolah di Indonesia. 
          Pembelajaran koperatif model TGT mempunyai 4 komponen dasar yaitu :
1. Tahap Presentase guru secara klasikal
2. Tahap Pelatihan Pembelajaran model TGT
                                                                                                                                                                     10
3. Tahap team game tournament
4. Penentuan hadiah kemenangan team ( Slavin, 1986, 1994)
1.  Presentase Guru Secara Klasikal
          Materi yang di informasikan guru kepada siswa secara klasikal dapat berupa konsep, algorithma operasi hitung, batasan atau definisi konsep yang  perlu dikuasai oleh siswa. Sumber, bahan, media, metode dan langkah demi langkah kegiatan pembelajaran siswa yang  perlu dipakai untuk menjelaskan materi suatu konsep yang akan disajikan oleh guru kepada siswa. Setelah siswa secara klasikal menerima informasi materi pelajaran secara langsung dari guru, kegiatan selanjyutnya siswa diberi tugas memecahkan masalah secara kelompok atau secara team.
2. Tahap Pelatihan Model Pembelajaran Koperatif Model TGT
          Setelah langkah awal pembelajaran secara klasikal selesai, langkah berikutnya adalah pemben-tukan team. Pada pembelajaran koperatif model TGT ini, Miss Grant’s membentuk team dengan jumlah anggota setiap teamnya dapat terdiri dari :
1. Empat ( 4 ) orang
2. Tiga ( 3 ) orang
3. Dua ( 2 ) orang (berpasangan )
          Langkah selanjutnya, para siswa secara team melaksanakan kegiatan pelatihan pembelajaran koperatif model  TGT dengan aturan sebagai berikut :
1.Setiap team ( kelompok ) menempati kursi-kursi pasangan setiap meja dari setiap meja pertan-
    dingan yang tersedia.
2. Setiap team (kelompok ) diberi tugas memilih kartu nomor pada tumpukan kartu di atas setiap   
    meja pertandingan tempat teamnya. Setiap meja pertandingan terdapat tumpukan kartu ( number 
   chard ), kartu pertanyaan ( question sheet ) dan kartu pasangan jawaban ( Answer Sheet). Kartu-
   kartu tersebut diletakan dengan posisi terbalik di atas tiap meja pertandingan.
3. Setiap anggota team ( keompok) diadakan pembagian tugas lagi sebagai berikut :
                                                                                                                                                                          11
   a. Petugas pembaca soal ( kuis), bertugas mengambil number chard ( kartu ) untuk menentukan
      nomor  soal ( kuis) dan selanjutnya petugas pembaca kuis itu menjawab atau menjelaskan kuis
     tersebut.
   b. Siswa lain dalam teamnya, bertugas member bantuan petugas pembaca kuis  apabila jawaban
       kuis salah kemudian  menyeleksi kesalahan serta membetulkannya.
   c. Jika suatu team penyaji dapat menjawab secara benar, maka number char ( nomor kartu ) disim-
      pan dan memperoleh skor ( nilai ), tetapi jika sebaliknya  ( menjawab salah ) number chard tidak
     disimpan dan tiada memperoleh skor ( nilai ).
  d.  Team lain ( team penentang ) yang menjawab benar , mendapat skor ( nilai )dan menyimpan
       number chard  ( kartu momor )nya, tetapi jika team penentang  dalam menjawab kuis salah
      mendapat sangsi pengurangan skor ( nilai).
  e. Jika tidak ada jawaban yang benar  baik team penyaji maupun team penentang , pelatian TGT
      dilanjutkan, dengan cara mengambil number chard lagi.
  f. Kegiatan pelatihan TGT berlangsung sampai batas waktu yang telah ditetapkan.
  g. Penulis laporan, bertugas menghitung jumlah number chard ( kartu nomor ) yang tersimpan dan  
     menghitung skor ( nilai ) yang diperoleh teamnya serta menulis laporan hasil kerja teamnya ( ke-
    lompoknya ).
            Pembelajaran model TGT  diakhiri dengan perhitungan jumlah kartu yang terkumpul oleh masing-masing siswa setiap team dan kejuaraan masing-masing team berdasarkan jumlah kartu
Yang terkumpul oleh masing-masing siswa atau masing-masing team. Pada tahap pelatihan TGT,
Skor ( nilai ) tidak mendapatkan penghargaan atau hadian.
          Melalui pembelajaran model TGT  ini, diharapkan sisw terbentuk rasa percaya diri (self esteem), rasa peduli terhadap orang lain, terjadi proses seleksi ( membandingkan jawaban ),
                                                                                                                                                                          12
membetulkan kesalahan suatu konsep sehingga terhindar dari kesalahan konsep  ( Slavin, 1986, p.15).
3. Tahap Team Games Tournaments
          Dalam tahap ini dilaksanakan kegiatan tournament game, dengan langkah-langkah kegiatan seperti tersebut pada waktu tahap pelatihan model TGT. Miss Grant’s mencoba beberapa cara untuk meningkatkan perilaku siswa dalam kerja sama team, jangan hanya member dan menjawab suatu pertanyaan dan melaksanakan aktivitas team ( kelompok )
 saja. Miss Grant’s juga memberikan hadiah menambah nilai pada perilaku koperatif, misal menolong satu sama lain dalam menjelaskan jawaban.
          Miss Grant’s memberikan hadiah kepada team ( kelompok ) berdasarkan tingkat kemenangan team, berupa sertfikat atau penghargaan bentuk lain dan dipajangkan pada
Tembok ruang kelas sebagai peta aktivitas kemengan team.
4. Penentuan Hadiah Kemenangan Team
          Team diseleksi berdasarkan jumlah skor ( nilai ) yang dikumpulkan oleh team. Pada
Akhir suatu tournament, para siswa menghitung jumlah kartu-kartu mereka. Skor individu kemudian diberi skor berdasarkan tingkat kemenangan yaitu sebagai berikut :
1. Nilai permainan skor 60 adalah skor relatip tertinggi.
2. Nilai permainan 40 adalah skor relatip sedang.
3. Nilai permainan 20 adalah skor relatip paling rendah.
          Rata-rata dihitung dari jumlah kartu yang terkumpul dari anggota team ditambah nilai
Kerja samanya dalam team dibagi jumlah anggota team, yaitu :
I. Team Super
II. Team Besar
                                                                                                                                                        13
III. Team Bagus.
          Bagi team yang tercatat pada peta aktivitas kemenangan team, mendapatkan sertifikat kemenangan dan mendapat hadiah tambahan yang telah disiapkan.

IV. PENUTUP
          Pendidikan yang menumbuhkan nilai-nilai demokrasi pada siswa, pada dasrnya adalah
upaya melalui proses pembelajaran:
1.Menempatkan siswa sebagai individu yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan
    dan kekurangan masing-masing dalam aspek potensinya. Misal aspek ( minat, bakat, cara
    merespon mata pelajaran, efisiensi alat dria, kecerdasan, keterampilan, sikap) satu sama
    lain berbeda. 
2. Diharapkan pada diri siswa akan terbentuk rasa percaya diri ( self esteem), rasa peduli ter-
    hadap orang lain, rasa tanggung jawab terhadap teamnya, sehingga dampak selanjutnya
    akan terbentuk perilalu ikhlas dalam berdedikasi.
3. Menggunakan metode pembelajaran koperatif model TGT, pada diri siswa diharapkan da-
    pat tertanam nilai-nilai demokratis, dapat meningkatkan kualitas prestasi hasil belajar sis-
   wa secara individual maupun secara team.
4. Guru sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dapat ikut serta meningkatkan mutu
    Sumber daya manusia Indonesia dalam bidang pendidikan dengan mengaplikasikan meto-
    de pembelajaran koperatif model TGT atau model pembelajaran koperatif lainnya, untuk
    menghadapi tantangan masa depan.
                                                                                                                                                            14
V. Daftar Pustaka
Jacob Evelyn, (1999). Cooperative Learning in Context. New York : State University Plaza, Albany.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T, & Holubec, E.J (1986). Circles of Learning : Cooperation in the classroom.  Edine, MN: Interaction Book Company.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T, & Holubec, E.J ( 1993a). Circles of Learning : Cooperation in the classroom.  Edine, MN: Interaction Book Company.

Johnson, D.W., & Johnson, R.T, & Holubec, E.J ( 1994a). The New Circles of Learning : Cooperation in the classroom and school. Alexandria, VA : Association for supervision and curriculum development.

Prasetya, 1999. Filsafat Pendidikan. Bandung Pustaka Setia.

Slavin, R.E, (1986 ). Using  Student  Team Learning : The Johns Hopkins Team Learning Project.  Baltimore,  MD : Johns Hopkins Team Learning Project.

Vygotsky, L.S., ( 1978 ). The Development of Higher Psychological Prosesses ( M.Cole V. John-Steiner, S. Scribner, & E. Souberman, Eds, ), Cambridge, MA: Harvard University Press.