Rabu, 06 Januari 2016

Strategi Pemecahan Masalah Mencari Pola Untuk Mengajar Matematika

                         Strategi Pemecahan Masalah Mencari Pola Untuk Mengajar Matematika
                                                    ( Saryanto- UPBJJ-UT Purwokerto)
                                                                    7 Januari 2016

I.    Pendahuluan
          Setiap guru yang akan menyajikan atau mengajarkan  matapelajaran kepada siswa, perlu menyusun rencana pengajaran.  Terdapat enam  model rencana pengajaran yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan( Suhendra .dkk, 2008 : hal 5.3), yaitu :
1. Model Banathy;
2. Model Dick dan Carey;
3. Model  Gerlach dan Eli :
4. Model Gagne;
5. Model  Kemp;
6. Model  PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
          Guru yang membuat rencana pengajaran menggunakan model PPSI, maka rencana pengajaran yang disusun memuat lima aspek yaitu :
a.Tujuan,  b. Materi/ Isi bahan pelajaran, c.Metode, d.  Alokasi Waktu, dan  e. Evaluasi.
a.Tujuan
          Mengajar  adalah kegiatan guru yang berorientasi pada tujuan, terarah pada tujuan, dan bertujuan  untuk mencapai  hasil belajar. Mengajar berorientasi pada tujuan dalam arti bahwa  dalam rangka guru melakukan kegiatan belajar mengajar , maka guru berpedoman pada tujuan instruksional umum ( TIU) yang telah ditentukan oleh Garis-garis besar  program pengajaran ( GBPP) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Terarah pada tujuan , dalam arti bahwa akan terjadi perubahan perilaku pada siswa melalui kegiatan belajar mengajar tersebut. Sedangkan mengajar untuk  mencapai hasil  belajar (siswa memiliki kompetensi )  akan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
          Dengan demikian, ketika guru akan mengajar, maka guru tersebut menetapkan sasaran yang hendak dicapai ( TIU= Tujuan Instruksional Umum) dan (TIK= Tujuan Instruksional Khusus). Untuk mencapai tepat sasaran, guru merencanakan atau merumuskan tujuan instruksional ( TIU) yang diharapkan tercapai ( TIK) melalui kegiatan belajar mengajar, sehingga hasil belajar yang dikuasai siswa optimal.
b. Materi/ Isi bahan pelajaran
          Setelah guru menetapkan tujuan instruksional, maka langkah selanjutnya guru memilih materi / isi bahan pelajaran (misal materi pelajaran matematika), yang akan diajarkan pada siswa. Hasil belajar  yang diperoleh siswa merupakan  materi pelajaran yang yang diajarkan oleh guru sesuai dengan rumusan tujauan instruksional yang telah dibuat.
c.Metode
          Setelah guru menentukan tujuan instruksioal dan memilih materi pelajaran  yang akan diberikan kepada siswa, maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat, sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan  instrusional dan materi yang diajarkan.
d. Alokasi Waktu
          Setelah guru merumuskan tujuan instruksiona, menyiapkan bahan materi pelajaran den memilih metode yang akan digunakan, maka langkah berikutnya adalah guru merinci  alokasi waktu  yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.  Berapa menit  waktu yang  diperlukan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar  kegiatan awal / apersepsi, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/ evaluasi. 
e. Evaluasi.
          Tujuan instruksional khusus, materi  pelajaran dan evaluasi merupakan tritunggal  dalam kegiatan belajar mengajar.  Dalam arti bahwa evaluasi merupakan alat ukur keberhasil an siswa dalam menguasai materi pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional  yang dirumuskan oleh guru pada rencana pengajaran.
II. Rumusan Masalah
          Berdasar pembahasan rencana pengajaran  di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut. 
A. Apa yang akan diajarkan kepada siswa (Apakah Hakekat Matematika) ?
B. Metode apa yang dipililih guru untuk menyajikan matapelajaran ? ( Apa hakekat
     Metode Pemecahan Masalah ) ?
C. Bagaimana Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Kegiatan Belajar Mengajar ? ( Aplikasi Metode Problem Solving  Mengajar Matematika) ?
III.Pembahasan
A.Hakekat Matematika
          Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasinya, melainkan juga berhubungan dengan pengukuran tentang panjang , lebar, keliling, dan luas suatu bangun datar. Serta  volume suatu bangun ruang. Jika pengertian bilangan, bangun datar, bangun ruang dicakup dengan suatu istilah yang disebut kuantitas, maka matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 1), didefinisi kan sebagai ilmu yang mengenai  kuantitas.
          Obyek kajian matikatika juga berhubungan dengan pembuktian-pembuktian  menggunakan aksioma ( postulat), teorema, dalil, rumus/ formula. Kajianmatematika adalah pembuktian-pembuktian pernyataan masalah matematika dengan cara menganalisis keteraturan hubungan antara aksioma, teorema, dalil, serta formula. Analisis hubungan keteraturan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula digunakan  sebagai pembuktian pernyataan matematika.Keteraturan hubungan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula disebut pola. Jadi matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 2), didefinisikan sebagai penggolongan dan analisis ( penelaahan) tentang pola.
          Matematika merupakan suatu ilmu yang banyak menggunakan simbol  atau lambing-lambang untuk menyatakan atau menunjukkan suatu pernyataan atau ungkapan yang panjang. Salah satu diantaranya ialah untuk menyatakan suatu penjumlahan  berurutan. Untuk keperluan ini digunakan suatu notasi  yang disebut dengan notasi sigma, yang simbolnya adalah ∑ .  Penulisan notasi ∑ selalu diikuti satu variabel  atau lebih. Variabel-variabel tersebut untuk menentukan batas bawah dan batas atas serta wilayah penjumlahan. Variabel-variabel yang digunakan dapat memilih dari huruf abjad : a, b, c, d, e, f, dan seterusnya.
Sebagai  contoh :
Jawab :
          Bilangan-bilangan pembentuk penjumlahan berurutan yang dituliskan di atas, dapat disusun dalam bentuk  :           Bentuk tersebut seringkali ditulis dengan urut, sebagai berikut  3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya. Keteraturan hubungan antara suku ke-1, suku ke-2, suku ke-3, dan seterusnya, berbentuk pola, disebut barisan bilangan.
 Keterangan : 
n = suku ke-n
n = 1 (suku pertama)
n= 2 (suku kedua),
b = beda =  selisih dari suku ke-2 dengan suku ke-1, atau
b = beda =  selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, dst
B. Pengertian Metode Pemecahan Masalah
          Meode pemacahan masalah ( Problem solving Method) adalah suatu jenis cara belajar discovery . Dalam hal ini siswa, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok berusaha memecahkan suatu masalah /problema yang nyata. Pemecahan masalah secara kelompok dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas, dan dengan demikian menstimulir munculnya lebih banyak ide, hipotesa dan kritik. Tetapi bagi masalah yang memerlukan penalaran –penalaran yang “ sustained, terpadu benar”, paling tepat dipecahkan oleh perseorangan.
          Thorstone ( Simangunsong, 1987: hal 40),menggunakanistilah mtode  inquiry sebagai pengganti metode problem solving.  Metode  inquiry adalah suatu jenis cara belajar, dimana siswa mencari sesuatu sampai tingkatan yakin/ belief/percaya. Tingkatan ini dapat dicapai melalui dukungan fakta, analisa, interprestasi serta pembuktiannya. Bahkan lebih dari itu dalam metode inquiry akan dicari tingkat pencarian alternatif (pilihan kemungkinan ) pemecahan masalah tersebut. Terdapat dua macam metode inquiry, yaitu :
1.    Inquiry tertutup / Inquiry terarah ( guided inquiry, closed of paedagogical inquiry), yakni  pengajaran inquiry yang pertanyaan-pertanyaan dan hanya satu jawaban yang benar.
2.    Inquiry terbuka / discovery, yakni pengajaran inquiry yang memberi kesempatan untuk munculnya jawaban terhadap pertanyaan itu lebih dari satu jawaban benar.
          Metode inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi  intelektualnya dalam jalinan kaitan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu. Siswa didorong untuk bertindak aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang dihadapinya dan menarik kesimpul-an sendiri melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan sistematis. Siswa tidak hanya menerima informasi yang disajikan oleh guru atau oleh materi yang terdapat pada buku wajib/ paket , tapi lebih luas dari itu.
          Problem solving/ Inquiry  adalah istilah yang menunjukkan suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan. 
          Berdasar uurai di atas,  metode Pemecahan masalah/ metode inquiry mengunakan langkah-langkah seperti tersebut di bawah ini.
1.    Menghadapi masalah/ ada kesulitan
2.    Mengumpulkan data : Verifikasi
a.    Meneliti sifat obyek dan kondisinya
b.    Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
3.    Mengumpulkan data : Eksperimentasi
a.    Memisahkan variabel yang ada kaitannya
b.    Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
4.    Merumuskan suatu penjelasan
Merumuskan aturan atau penjelasan
5.    Menganalisa proses inquiry
C. Mengajarkan Matematika Menggunakan Metode Pemecahan Masalah
          Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr ( 1994: hal 138), mengatakan bahwa mengajar dengan metode pemecahan masalah / Problem solving, dibedakan atas tiga macam pendekatan / strategi , yai-tu :
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
          Guru yang mengajar tentang pemecahan masalah, adalah menjelaskan sebuah proses pemecahan masalah dan memperkenalkan strategi-strategi yang beragam. Kemudian guru tersebut memberikan masalah pada siswa untuk dipecahkan. Siswa belajar untuk menerapkan prosedur langkah secara metodologis dan menyadari bagaimana kemampuan siswa menerapkan pada proses tersebut. Langkah-langkah pemecahan masalah, meliputi  :
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
    1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
    2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
     1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
     2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
d. Merumuskan suatu penjelasan
e. Menganalisa proses inquiry
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
          Guru yang mengajar untuk pemecahan masalah, secara terus menerus akan menerapkan matematika yang mereka ajarkan. Guru tersebut menggunakan situasi dunia nyata untuk memperkenalkan konsep-konsep dan kemampuan baru pada siswa dan pemberian informasi baru berikutnya, dalam latihan materi-materi  untuk menekankan penerapannya. Proses pemecahan masalah dan strategi pemacahan masalah diperkenalkan dan digunakan. Hubungan antara matematika dan dunia nyata dibuat, akan tetapi penekanannya masih pada strategi yang sedang dipelajari.  
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah.
          Guru yang mengajar melalui pemecahan masalah, Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr menjelaskan : “ Di dalam pengajaran matmatika, mengajar melalui pemecahan masalah, masalah dinilai tidak hanya sebagai  suatu tujuan untuk belajar matematika, akan tetapi juga sebagai alat dasar mengerjakannya. Pengajaran sebuah topik matematika dimulai dengan sebuah masalah yang diwujudkan aspek-aspek kunci topik, dan teknis matematika dikembangkan sebagai tanggapan yang masuk akal pada masalah –masalah yang masuk akal juga.Tujuan matematika adalah menstransforma-sikan masalah tidak rutin. Pembelajaran matematika dengan cara begini dapat dipandang sebagai sebuah gerakan konkret ke abstrak.
          Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tersusun secara hierarkhi sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkret , bila diberi materi matematika yang abstrak tanpa contoh konkret dari materi tersebut akan mengakibatkan siswa itu tidak mempunyai keinginan mempelajari materi matematika.
          Hal tersebut didukung Piaget ( Herman Hudojo, 1988: hal 45), yang mengatakan bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode yaitu :
a. Periode Sensori Motor ( 0-2 tahun).
          Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi  langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek.Anak itu belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek yang tetap. Bila obyek itu disembunyikan, anak itu tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa obyek yang disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
b. Periode Pra-operasional ( 2-7 tahun)
          Operasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak dalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dilihat seketika. Periode ini sering disebut periode pemberian simbol, misalnya benda diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku pada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak itu mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitarnya. Walaupun pada periode permulaan pra-operasional ini anak susdah mampu menggunakan simbol-simbol, ia masih sulit melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.
c.     Periode Operasi konkret ( 7-11/12 tahun)
          Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional.Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Operasi konkret  hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan  dalam mengambil kesimpulan yang logik dari engalaman-pengalaman khusus. Pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum memperhitungkan semua kemung-kinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan yang mana yang akan terjadi. Anak masih terikat kepada pengalaman pribadi.Pengalaman anak masih konkret dan belum formal.
d.     Periode Operasi formal ( 11/12 tahun ke atas)
          Periode ini merupakan tahap terakhir dari kempat periode perkembangan intelektual.Periode operasi formal ini disebut periode operasi hipotetik –deduktif yang merupakan dari perkembangan tertinggi intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah dapat memberikan alas an dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya. Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik.Ia mampu menggunakan prosedur argument seorang ilmuwan, yaitu menggunakan prosedur hipotetik deduktif Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih berada dalam periode operasi konkret. Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan diantara obyek-obyek apabila ternyata manipulasi obyek-obyek memungkinkan.Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposi-proposi logik-formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor –faktor tersendiri  atau mengkombinasikan faktor-faktor i tu sehingga menuju pemecahan masalah tadi. 
1). Strategi Pemecahan Masaah
          Sesuatu yang harus dikerjakan ketika suatu permasalahan dihadapi adalah menyeleksi dan menerapkan strategi yang tepat untuk memecahkannya. Pendekatan pemecahan masalah yang sama yang digunakan untuk mengajarkan bilangan dan operasi-operasinya dan topik matematika lainnya adalah juga tepat untuk memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan dengan strategi pemecahan masalah.
          Dengan menyeleksi masalah-masalah yang sesuai , guru dapat memperkenalkan setiap strategi  dan membantu siswa mempelajarinya. Ketika anak –anak menjadi lebih dewasa , mereka akan menye-leksi  banyak masalah dan membuat keputusan tentang strategi itu sendiri. Sepuluh strategi akan ditunjukkan di bawah ini, yaiu:
 a).Mencari Pola-pola
 b). Menggunakan sebuah model
 c). Menggunakan sebuah gambar atau diagram
 d). Memerankan
 e). Membuat sebuah tabel/ grafik
 f). Menduga dan mengujinya
 g). Menginventarisasi semua kemungkinan yang ada
 h). Memisahkan menjadi bagian-bagian/ menyederhanakan
 i). Menghitung mundur/ memeriksa kembali
 y). Mengubah cara pandang
          Berdasarkan pembahasan tentang  metode Pemecahan Masalah ( Problem Solving) di atas, maka pembahasan pada makalah ini difokuskan pada  strategi mencari pola.
a. Strategi  mencari  Pola
         Dibawah ini akan diberi contoh cara mencari formula suku ke-n pmenggunakan pendekatan pola. Seperti tersebut di bawah ini.
3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya.
U1 = 3 = 3( 1-1) + 3                  
U2 =6 =  3(2 – 1) + 3
U3 = 9 = 3(3-1) + 3
U4 = 12 = 3 ( 4 – 1 ) + 3
U5 = 15 = 3(5 – 1) + 3   
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa formula suku ke-n  atau Un  = 3(n-1) + 3. Ini berarti
 terdapat keteraturan hubungan antara suku ke-1 dengan suku ke-2,  suku ke-2 dengan suku ke-3, dan seterusnya. Keteraturan hubungan barisan bilangan adalah dengan pola suku kedua , 3 lebihnya dari suku pertama, demikian juga suku ketiga , 3 lebihnya dari suku kedua, dan sterusnya. 
          Untuk lebih menambah wawasan tentang aplikasi metode pemecahan masalah dalam kegiatan belajar mengajar  ( KBM) matematika , strategi mencari pola perhatikan contoh di bawah ini.
Diketahui : Barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20
Cari keteraturan hubungan atau pola bilangan 8, 11, 14, 17, 20 tersebut .
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
Cari pola barisan bilangan lima suku dari suku ke-1, sukuke-2, suku ke-3, suku ke-4 , dan suku ke-5
Jawab :
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya              
      2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
             U1= 8 = 3 + 5, atau U1 = 3 (1) + 5  = 3n + 5
             U2 = 11= 6 + 5, atau Un = 3(2) + 5 = 3n + 5
              U3 = 14 = 9 + 5  , atau Un = 3 (3)  + 5 = 3n + 5
              U4= 17 = 12 + 5, atau Un = 3(4) + 5 = 3n + 5
              U5= 20 = 15  + 5   , atau Un = 3(5) + 5 = 3n + 5
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
     1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
          8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}
     2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
        Cari suku ke-25 ?  Jawab Suku ke-25 atau U25 = 3(25) + 5 = 80
d. Merumuskan suatu penjelasan
          Untuk mencari suku ke-n suatu barisan bilangan yang belum diketahui  formula suku ke-n nya, dapat dicari menggunakan pendekatan pola.  Formula yang diperoleh melalui cara pendekatan pola sudah diakui kebenarannya secara umum, meskipun dilakukan dengan menggunakan metode induksi. 
e. Menganalisa proses inquiry
          Dari contoh barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}, diperoleh suatu  pola suku ke-n adalah  Un= 3n + 5.  
IV. Kesimpulan
          Berdasarkan uraian di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1.  Pada hakekatnya matematika adalah ilmu tentang pola.
2. Formula yang dihasilkan dengan cara pendekatan masalah mencari pola, diakui kebenarannya secara 
    umum, meskipun dilakukan menggunakan pendekatan induksi.
V. Daftar Pustaka
Budhi Prayitno, dkk, 1995. Matematika 1 B. Jakarta ; Penerbit Erlangga.
Hudojo Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jkarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
               Pengembangan LPTK.

Kennedy Leonard M, 1994. Guding Children’s Learning of Mathematics. California : Steve Tipps.
Simangunsong, 1987.Materi Metode dan Penilaian. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Suhendra , dkk, 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Jakarta : Penerbit   
               Universitas Terbuka.
                      Strategi Pemecahan Masalah Mencari Pola Untuk Mengajar Matematika
                                                    ( Saryanto- UPBJJ-UT Purwokerto)
                                                                    7 Januari 2016

I.    Pendahuluan
          Setiap guru yang akan menyajikan atau mengajarkan  matapelajaran kepada siswa, perlu menyusun rencana pengajaran.  Terdapat enam  model rencana pengajaran yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan( Suhendra .dkk, 2008 : hal 5.3), yaitu :
1. Model Banathy;
2. Model Dick dan Carey;
3. Model  Gerlach dan Eli :
4. Model Gagne;
5. Model  Kemp;
6. Model  PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
          Guru yang membuat rencana pengajaran menggunakan model PPSI, maka rencana pengajaran yang disusun memuat lima aspek yaitu :
a.Tujuan,  b. Materi/ Isi bahan pelajaran, c.Metode, d.  Alokasi Waktu, dan  e. Evaluasi.
a.Tujuan
          Mengajar  adalah kegiatan guru yang berorientasi pada tujuan, terarah pada tujuan, dan bertujuan  untuk mencapai  hasil belajar. Mengajar berorientasi pada tujuan dalam arti bahwa  dalam rangka guru melakukan kegiatan belajar mengajar , maka guru berpedoman pada tujuan instruksional umum ( TIU) yang telah ditentukan oleh Garis-garis besar  program pengajaran ( GBPP) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Terarah pada tujuan , dalam arti bahwa akan terjadi perubahan perilaku pada siswa melalui kegiatan belajar mengajar tersebut. Sedangkan mengajar untuk  mencapai hasil  belajar (siswa memiliki kompetensi )  akan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
          Dengan demikian, ketika guru akan mengajar, maka guru tersebut menetapkan sasaran yang hendak dicapai ( TIU= Tujuan Instruksional Umum) dan (TIK= Tujuan Instruksional Khusus). Untuk mencapai tepat sasaran, guru merencanakan atau merumuskan tujuan instruksional ( TIU) yang diharapkan tercapai ( TIK) melalui kegiatan belajar mengajar, sehingga hasil belajar yang dikuasai siswa optimal.
b. Materi/ Isi bahan pelajaran
          Setelah guru menetapkan tujuan instruksional, maka langkah selanjutnya guru memilih materi / isi bahan pelajaran (misal materi pelajaran matematika), yang akan diajarkan pada siswa. Hasil belajar  yang diperoleh siswa merupakan  materi pelajaran yang yang diajarkan oleh guru sesuai dengan rumusan tujauan instruksional yang telah dibuat.
c.Metode
          Setelah guru menentukan tujuan instruksioal dan memilih materi pelajaran  yang akan diberikan kepada siswa, maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat, sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan  instrusional dan materi yang diajarkan.
d. Alokasi Waktu
          Setelah guru merumuskan tujuan instruksiona, menyiapkan bahan materi pelajaran den memilih metode yang akan digunakan, maka langkah berikutnya adalah guru merinci  alokasi waktu  yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.  Berapa menit  waktu yang  diperlukan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar  kegiatan awal / apersepsi, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/ evaluasi. 
e. Evaluasi.
          Tujuan instruksional khusus, materi  pelajaran dan evaluasi merupakan tritunggal  dalam kegiatan belajar mengajar.  Dalam arti bahwa evaluasi merupakan alat ukur keberhasil an siswa dalam menguasai materi pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional  yang dirumuskan oleh guru pada rencana pengajaran.
II. Rumusan Masalah
          Berdasar pembahasan rencana pengajaran  di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut. 
A. Apa yang akan diajarkan kepada siswa (Apakah Hakekat Matematika) ?
B. Metode apa yang dipililih guru untuk menyajikan matapelajaran ? ( Apa hakekat
     Metode Pemecahan Masalah ) ?
C. Bagaimana Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Kegiatan Belajar Mengajar ? ( Aplikasi Metode Problem Solving  Mengajar Matematika) ?
III.Pembahasan
A.Hakekat Matematika
          Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasinya, melainkan juga berhubungan dengan pengukuran tentang panjang , lebar, keliling, dan luas suatu bangun datar. Serta  volume suatu bangun ruang. Jika pengertian bilangan, bangun datar, bangun ruang dicakup dengan suatu istilah yang disebut kuantitas, maka matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 1), didefinisi kan sebagai ilmu yang mengenai  kuantitas.
          Obyek kajian matikatika juga berhubungan dengan pembuktian-pembuktian  menggunakan aksioma ( postulat), teorema, dalil, rumus/ formula. Kajianmatematika adalah pembuktian-pembuktian pernyataan masalah matematika dengan cara menganalisis keteraturan hubungan antara aksioma, teorema, dalil, serta formula. Analisis hubungan keteraturan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula digunakan  sebagai pembuktian pernyataan matematika.Keteraturan hubungan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula disebut pola. Jadi matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 2), didefinisikan sebagai penggolongan dan analisis ( penelaahan) tentang pola.
          Matematika merupakan suatu ilmu yang banyak menggunakan simbol  atau lambing-lambang untuk menyatakan atau menunjukkan suatu pernyataan atau ungkapan yang panjang. Salah satu diantaranya ialah untuk menyatakan suatu penjumlahan  berurutan. Untuk keperluan ini digunakan suatu notasi  yang disebut dengan notasi sigma, yang simbolnya adalah ∑ .  Penulisan notasi ∑ selalu diikuti satu variabel  atau lebih. Variabel-variabel tersebut untuk menentukan batas bawah dan batas atas serta wilayah penjumlahan. Variabel-variabel yang digunakan dapat memilih dari huruf abjad : a, b, c, d, e, f, dan seterusnya.
Sebagai  contoh :
Jawab :
          Bilangan-bilangan pembentuk penjumlahan berurutan yang dituliskan di atas, dapat disusun dalam bentuk  :           Bentuk tersebut seringkali ditulis dengan urut, sebagai berikut  3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya. Keteraturan hubungan antara suku ke-1, suku ke-2, suku ke-3, dan seterusnya, berbentuk pola, disebut barisan bilangan.
 Keterangan : 
n = suku ke-n
n = 1 (suku pertama)
n= 2 (suku kedua),
b = beda =  selisih dari suku ke-2 dengan suku ke-1, atau
b = beda =  selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, dst
B. Pengertian Metode Pemecahan Masalah
          Meode pemacahan masalah ( Problem solving Method) adalah suatu jenis cara belajar discovery . Dalam hal ini siswa, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok berusaha memecahkan suatu masalah /problema yang nyata. Pemecahan masalah secara kelompok dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas, dan dengan demikian menstimulir munculnya lebih banyak ide, hipotesa dan kritik. Tetapi bagi masalah yang memerlukan penalaran –penalaran yang “ sustained, terpadu benar”, paling tepat dipecahkan oleh perseorangan.
          Thorstone ( Simangunsong, 1987: hal 40),menggunakanistilah mtode  inquiry sebagai pengganti metode problem solving.  Metode  inquiry adalah suatu jenis cara belajar, dimana siswa mencari sesuatu sampai tingkatan yakin/ belief/percaya. Tingkatan ini dapat dicapai melalui dukungan fakta, analisa, interprestasi serta pembuktiannya. Bahkan lebih dari itu dalam metode inquiry akan dicari tingkat pencarian alternatif (pilihan kemungkinan ) pemecahan masalah tersebut. Terdapat dua macam metode inquiry, yaitu :
1.    Inquiry tertutup / Inquiry terarah ( guided inquiry, closed of paedagogical inquiry), yakni  pengajaran inquiry yang pertanyaan-pertanyaan dan hanya satu jawaban yang benar.
2.    Inquiry terbuka / discovery, yakni pengajaran inquiry yang memberi kesempatan untuk munculnya jawaban terhadap pertanyaan itu lebih dari satu jawaban benar.
          Metode inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi  intelektualnya dalam jalinan kaitan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu. Siswa didorong untuk bertindak aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang dihadapinya dan menarik kesimpul-an sendiri melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan sistematis. Siswa tidak hanya menerima informasi yang disajikan oleh guru atau oleh materi yang terdapat pada buku wajib/ paket , tapi lebih luas dari itu.
          Problem solving/ Inquiry  adalah istilah yang menunjukkan suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan. 
          Berdasar uurai di atas,  metode Pemecahan masalah/ metode inquiry mengunakan langkah-langkah seperti tersebut di bawah ini.
1.    Menghadapi masalah/ ada kesulitan
2.    Mengumpulkan data : Verifikasi
a.    Meneliti sifat obyek dan kondisinya
b.    Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
3.    Mengumpulkan data : Eksperimentasi
a.    Memisahkan variabel yang ada kaitannya
b.    Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
4.    Merumuskan suatu penjelasan
Merumuskan aturan atau penjelasan
5.    Menganalisa proses inquiry
C. Mengajarkan Matematika Menggunakan Metode Pemecahan Masalah
          Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr ( 1994: hal 138), mengatakan bahwa mengajar dengan metode pemecahan masalah / Problem solving, dibedakan atas tiga macam pendekatan / strategi , yai-tu :
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
          Guru yang mengajar tentang pemecahan masalah, adalah menjelaskan sebuah proses pemecahan masalah dan memperkenalkan strategi-strategi yang beragam. Kemudian guru tersebut memberikan masalah pada siswa untuk dipecahkan. Siswa belajar untuk menerapkan prosedur langkah secara metodologis dan menyadari bagaimana kemampuan siswa menerapkan pada proses tersebut. Langkah-langkah pemecahan masalah, meliputi  :
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
    1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
    2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
     1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
     2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
d. Merumuskan suatu penjelasan
e. Menganalisa proses inquiry
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
          Guru yang mengajar untuk pemecahan masalah, secara terus menerus akan menerapkan matematika yang mereka ajarkan. Guru tersebut menggunakan situasi dunia nyata untuk memperkenalkan konsep-konsep dan kemampuan baru pada siswa dan pemberian informasi baru berikutnya, dalam latihan materi-materi  untuk menekankan penerapannya. Proses pemecahan masalah dan strategi pemacahan masalah diperkenalkan dan digunakan. Hubungan antara matematika dan dunia nyata dibuat, akan tetapi penekanannya masih pada strategi yang sedang dipelajari.  
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah.
          Guru yang mengajar melalui pemecahan masalah, Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr menjelaskan : “ Di dalam pengajaran matmatika, mengajar melalui pemecahan masalah, masalah dinilai tidak hanya sebagai  suatu tujuan untuk belajar matematika, akan tetapi juga sebagai alat dasar mengerjakannya. Pengajaran sebuah topik matematika dimulai dengan sebuah masalah yang diwujudkan aspek-aspek kunci topik, dan teknis matematika dikembangkan sebagai tanggapan yang masuk akal pada masalah –masalah yang masuk akal juga.Tujuan matematika adalah menstransforma-sikan masalah tidak rutin. Pembelajaran matematika dengan cara begini dapat dipandang sebagai sebuah gerakan konkret ke abstrak.
          Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tersusun secara hierarkhi sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkret , bila diberi materi matematika yang abstrak tanpa contoh konkret dari materi tersebut akan mengakibatkan siswa itu tidak mempunyai keinginan mempelajari materi matematika.
          Hal tersebut didukung Piaget ( Herman Hudojo, 1988: hal 45), yang mengatakan bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode yaitu :
a. Periode Sensori Motor ( 0-2 tahun).
          Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi  langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek.Anak itu belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek yang tetap. Bila obyek itu disembunyikan, anak itu tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa obyek yang disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
b. Periode Pra-operasional ( 2-7 tahun)
          Operasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak dalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dilihat seketika. Periode ini sering disebut periode pemberian simbol, misalnya benda diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku pada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak itu mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitarnya. Walaupun pada periode permulaan pra-operasional ini anak susdah mampu menggunakan simbol-simbol, ia masih sulit melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.
c.     Periode Operasi konkret ( 7-11/12 tahun)
          Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional.Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Operasi konkret  hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan  dalam mengambil kesimpulan yang logik dari engalaman-pengalaman khusus. Pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum memperhitungkan semua kemung-kinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan yang mana yang akan terjadi. Anak masih terikat kepada pengalaman pribadi.Pengalaman anak masih konkret dan belum formal.
d.     Periode Operasi formal ( 11/12 tahun ke atas)
          Periode ini merupakan tahap terakhir dari kempat periode perkembangan intelektual.Periode operasi formal ini disebut periode operasi hipotetik –deduktif yang merupakan dari perkembangan tertinggi intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah dapat memberikan alas an dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya. Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik.Ia mampu menggunakan prosedur argument seorang ilmuwan, yaitu menggunakan prosedur hipotetik deduktif Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih berada dalam periode operasi konkret. Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan diantara obyek-obyek apabila ternyata manipulasi obyek-obyek memungkinkan.Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposi-proposi logik-formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor –faktor tersendiri  atau mengkombinasikan faktor-faktor i tu sehingga menuju pemecahan masalah tadi. 
1). Strategi Pemecahan Masaah
          Sesuatu yang harus dikerjakan ketika suatu permasalahan dihadapi adalah menyeleksi dan menerapkan strategi yang tepat untuk memecahkannya. Pendekatan pemecahan masalah yang sama yang digunakan untuk mengajarkan bilangan dan operasi-operasinya dan topik matematika lainnya adalah juga tepat untuk memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan dengan strategi pemecahan masalah.
          Dengan menyeleksi masalah-masalah yang sesuai , guru dapat memperkenalkan setiap strategi  dan membantu siswa mempelajarinya. Ketika anak –anak menjadi lebih dewasa , mereka akan menye-leksi  banyak masalah dan membuat keputusan tentang strategi itu sendiri. Sepuluh strategi akan ditunjukkan di bawah ini, yaiu:
 a).Mencari Pola-pola
 b). Menggunakan sebuah model
 c). Menggunakan sebuah gambar atau diagram
 d). Memerankan
 e). Membuat sebuah tabel/ grafik
 f). Menduga dan mengujinya
 g). Menginventarisasi semua kemungkinan yang ada
 h). Memisahkan menjadi bagian-bagian/ menyederhanakan
 i). Menghitung mundur/ memeriksa kembali
 y). Mengubah cara pandang
          Berdasarkan pembahasan tentang  metode Pemecahan Masalah ( Problem Solving) di atas, maka pembahasan pada makalah ini difokuskan pada  strategi mencari pola.
a. Strategi  mencari  Pola
         Dibawah ini akan diberi contoh cara mencari formula suku ke-n pmenggunakan pendekatan pola. Seperti tersebut di bawah ini.
3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya.
U1 = 3 = 3( 1-1) + 3                  
U2 =6 =  3(2 – 1) + 3
U3 = 9 = 3(3-1) + 3
U4 = 12 = 3 ( 4 – 1 ) + 3
U5 = 15 = 3(5 – 1) + 3   
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa formula suku ke-n  atau Un  = 3(n-1) + 3. Ini berarti
 terdapat keteraturan hubungan antara suku ke-1 dengan suku ke-2,  suku ke-2 dengan suku ke-3, dan seterusnya. Keteraturan hubungan barisan bilangan adalah dengan pola suku kedua , 3 lebihnya dari suku pertama, demikian juga suku ketiga , 3 lebihnya dari suku kedua, dan sterusnya. 
          Untuk lebih menambah wawasan tentang aplikasi metode pemecahan masalah dalam kegiatan belajar mengajar  ( KBM) matematika , strategi mencari pola perhatikan contoh di bawah ini.
Diketahui : Barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20
Cari keteraturan hubungan atau pola bilangan 8, 11, 14, 17, 20 tersebut .
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
Cari pola barisan bilangan lima suku dari suku ke-1, sukuke-2, suku ke-3, suku ke-4 , dan suku ke-5
Jawab :
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya              
      2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
             U1= 8 = 3 + 5, atau U1 = 3 (1) + 5  = 3n + 5
             U2 = 11= 6 + 5, atau Un = 3(2) + 5 = 3n + 5
              U3 = 14 = 9 + 5  , atau Un = 3 (3)  + 5 = 3n + 5
              U4= 17 = 12 + 5, atau Un = 3(4) + 5 = 3n + 5
              U5= 20 = 15  + 5   , atau Un = 3(5) + 5 = 3n + 5
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
     1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
          8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}
     2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
        Cari suku ke-25 ?  Jawab Suku ke-25 atau U25 = 3(25) + 5 = 80
d. Merumuskan suatu penjelasan
          Untuk mencari suku ke-n suatu barisan bilangan yang belum diketahui  formula suku ke-n nya, dapat dicari menggunakan pendekatan pola.  Formula yang diperoleh melalui cara pendekatan pola sudah diakui kebenarannya secara umum, meskipun dilakukan dengan menggunakan metode induksi. 
e. Menganalisa proses inquiry
          Dari contoh barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}, diperoleh suatu  pola suku ke-n adalah  Un= 3n + 5.  
IV. Kesimpulan
          Berdasarkan uraian di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1.  Pada hakekatnya matematika adalah ilmu tentang pola.
2. Formula yang dihasilkan dengan cara pendekatan masalah mencari pola, diakui kebenarannya secara 
    umum, meskipun dilakukan menggunakan pendekatan induksi.
V. Daftar Pustaka
Budhi Prayitno, dkk, 1995. Matematika 1 B. Jakarta ; Penerbit Erlangga.
Hudojo Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jkarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
               Pengembangan LPTK.

Kennedy Leonard M, 1994. Guding Children’s Learning of Mathematics. California : Steve Tipps.
Simangunsong, 1987.Materi Metode dan Penilaian. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Suhendra , dkk, 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Jakarta : Penerbit   
               Universitas Terbuka.