Strategi Pemecahan Masalah Mencari Pola Untuk Mengajar Matematika
( Saryanto- UPBJJ-UT Purwokerto)
7 Januari 2016
I. Pendahuluan
Setiap guru yang akan menyajikan atau mengajarkan
matapelajaran kepada siswa, perlu menyusun rencana pengajaran. Terdapat
enam model rencana pengajaran yang dikembangkan oleh para pakar
pendidikan( Suhendra .dkk, 2008 : hal 5.3), yaitu :
1. Model Banathy;
2. Model Dick dan Carey;
3. Model Gerlach dan Eli :
4. Model Gagne;
5. Model Kemp;
6. Model PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
Guru yang membuat rencana pengajaran menggunakan model PPSI,
maka rencana pengajaran yang disusun memuat lima aspek yaitu :
a.Tujuan, b. Materi/ Isi bahan pelajaran, c.Metode, d. Alokasi Waktu, dan e. Evaluasi.
a.Tujuan
Mengajar adalah kegiatan guru yang berorientasi pada tujuan,
terarah pada tujuan, dan bertujuan untuk mencapai hasil belajar.
Mengajar berorientasi pada tujuan dalam arti bahwa dalam rangka guru
melakukan kegiatan belajar mengajar , maka guru berpedoman pada tujuan
instruksional umum ( TIU) yang telah ditentukan oleh Garis-garis besar
program pengajaran ( GBPP) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Terarah pada tujuan , dalam arti bahwa akan terjadi perubahan perilaku
pada siswa melalui kegiatan belajar mengajar tersebut. Sedangkan
mengajar untuk mencapai hasil belajar (siswa memiliki kompetensi )
akan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian, ketika guru akan mengajar, maka guru tersebut
menetapkan sasaran yang hendak dicapai ( TIU= Tujuan Instruksional
Umum) dan (TIK= Tujuan Instruksional Khusus). Untuk mencapai tepat
sasaran, guru merencanakan atau merumuskan tujuan instruksional ( TIU)
yang diharapkan tercapai ( TIK) melalui kegiatan belajar mengajar,
sehingga hasil belajar yang dikuasai siswa optimal.
b. Materi/ Isi bahan pelajaran
Setelah guru menetapkan tujuan instruksional, maka langkah
selanjutnya guru memilih materi / isi bahan pelajaran (misal materi
pelajaran matematika), yang akan diajarkan pada siswa. Hasil belajar
yang diperoleh siswa merupakan materi pelajaran yang yang diajarkan
oleh guru sesuai dengan rumusan tujauan instruksional yang telah dibuat.
c.Metode
Setelah guru menentukan tujuan instruksioal dan memilih materi
pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, maka guru perlu menentukan
metode mengajar yang tepat, sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan
tujuan instrusional dan materi yang diajarkan.
d. Alokasi Waktu
Setelah guru merumuskan tujuan instruksiona, menyiapkan bahan
materi pelajaran den memilih metode yang akan digunakan, maka langkah
berikutnya adalah guru merinci alokasi waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Berapa menit waktu yang
diperlukan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar
kegiatan awal / apersepsi, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/ evaluasi.
e. Evaluasi.
Tujuan instruksional khusus, materi pelajaran dan evaluasi
merupakan tritunggal dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam arti bahwa
evaluasi merupakan alat ukur keberhasil an siswa dalam menguasai materi
pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang dirumuskan oleh guru
pada rencana pengajaran.
II. Rumusan Masalah
Berdasar pembahasan rencana pengajaran di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut.
A. Apa yang akan diajarkan kepada siswa (Apakah Hakekat Matematika) ?
B. Metode apa yang dipililih guru untuk menyajikan matapelajaran ? ( Apa hakekat
Metode Pemecahan Masalah ) ?
C. Bagaimana Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Kegiatan Belajar
Mengajar ? ( Aplikasi Metode Problem Solving Mengajar Matematika) ?
III.Pembahasan
A.Hakekat Matematika
Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan
serta operasinya, melainkan juga berhubungan dengan pengukuran tentang
panjang , lebar, keliling, dan luas suatu bangun datar. Serta volume
suatu bangun ruang. Jika pengertian bilangan, bangun datar, bangun ruang
dicakup dengan suatu istilah yang disebut kuantitas, maka matematika (
Herman Hudojo, 1988: hal 1), didefinisi kan sebagai ilmu yang mengenai
kuantitas.
Obyek kajian matikatika juga berhubungan dengan
pembuktian-pembuktian menggunakan aksioma ( postulat), teorema, dalil,
rumus/ formula. Kajianmatematika adalah pembuktian-pembuktian pernyataan
masalah matematika dengan cara menganalisis keteraturan hubungan antara
aksioma, teorema, dalil, serta formula. Analisis hubungan keteraturan
antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula digunakan
sebagai pembuktian pernyataan matematika.Keteraturan hubungan antara
aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula disebut pola. Jadi
matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 2), didefinisikan sebagai
penggolongan dan analisis ( penelaahan) tentang pola.
Matematika merupakan suatu ilmu yang banyak menggunakan
simbol atau lambing-lambang untuk menyatakan atau menunjukkan suatu
pernyataan atau ungkapan yang panjang. Salah satu diantaranya ialah
untuk menyatakan suatu penjumlahan berurutan. Untuk keperluan ini
digunakan suatu notasi yang disebut dengan notasi sigma, yang simbolnya
adalah ∑ . Penulisan notasi ∑ selalu diikuti satu variabel atau
lebih. Variabel-variabel tersebut untuk menentukan batas bawah dan batas
atas serta wilayah penjumlahan. Variabel-variabel yang digunakan dapat
memilih dari huruf abjad : a, b, c, d, e, f, dan seterusnya.
Sebagai contoh :
Jawab :
Bilangan-bilangan pembentuk penjumlahan berurutan yang
dituliskan di atas, dapat disusun dalam bentuk : Bentuk
tersebut seringkali ditulis dengan urut, sebagai berikut 3, 6, 9, 12,
15, . . . dan seterusnya. Keteraturan hubungan antara suku ke-1, suku
ke-2, suku ke-3, dan seterusnya, berbentuk pola, disebut barisan
bilangan.
Keterangan :
n = suku ke-n
n = 1 (suku pertama)
n= 2 (suku kedua),
b = beda = selisih dari suku ke-2 dengan suku ke-1, atau
b = beda = selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, dst
B. Pengertian Metode Pemecahan Masalah
Meode pemacahan masalah ( Problem solving Method) adalah suatu
jenis cara belajar discovery . Dalam hal ini siswa, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok berusaha memecahkan suatu masalah
/problema yang nyata. Pemecahan masalah secara kelompok dipandang lebih
menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas,
dan dengan demikian menstimulir munculnya lebih banyak ide, hipotesa dan
kritik. Tetapi bagi masalah yang memerlukan penalaran –penalaran yang “
sustained, terpadu benar”, paling tepat dipecahkan oleh perseorangan.
Thorstone ( Simangunsong, 1987: hal 40),menggunakanistilah
mtode inquiry sebagai pengganti metode problem solving. Metode
inquiry adalah suatu jenis cara belajar, dimana siswa mencari sesuatu
sampai tingkatan yakin/ belief/percaya. Tingkatan ini dapat dicapai
melalui dukungan fakta, analisa, interprestasi serta pembuktiannya.
Bahkan lebih dari itu dalam metode inquiry akan dicari tingkat pencarian
alternatif (pilihan kemungkinan ) pemecahan masalah tersebut. Terdapat
dua macam metode inquiry, yaitu :
1. Inquiry tertutup / Inquiry terarah ( guided inquiry, closed of
paedagogical inquiry), yakni pengajaran inquiry yang
pertanyaan-pertanyaan dan hanya satu jawaban yang benar.
2. Inquiry terbuka / discovery, yakni pengajaran inquiry yang memberi
kesempatan untuk munculnya jawaban terhadap pertanyaan itu lebih dari
satu jawaban benar.
Metode inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar
mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kaitan yang
disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu. Siswa didorong untuk
bertindak aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang dihadapinya
dan menarik kesimpul-an sendiri melalui proses berpikir ilmiah yang
kritis, logis, dan sistematis. Siswa tidak hanya menerima informasi yang
disajikan oleh guru atau oleh materi yang terdapat pada buku wajib/
paket , tapi lebih luas dari itu.
Problem solving/ Inquiry adalah istilah yang menunjukkan
suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis,
kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan.
Berdasar uurai di atas, metode Pemecahan masalah/ metode
inquiry mengunakan langkah-langkah seperti tersebut di bawah ini.
1. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
2. Mengumpulkan data : Verifikasi
a. Meneliti sifat obyek dan kondisinya
b. Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
3. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
a. Memisahkan variabel yang ada kaitannya
b. Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
4. Merumuskan suatu penjelasan
Merumuskan aturan atau penjelasan
5. Menganalisa proses inquiry
C. Mengajarkan Matematika Menggunakan Metode Pemecahan Masalah
Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr ( 1994: hal 138),
mengatakan bahwa mengajar dengan metode pemecahan masalah / Problem
solving, dibedakan atas tiga macam pendekatan / strategi , yai-tu :
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
Guru yang mengajar tentang pemecahan masalah, adalah
menjelaskan sebuah proses pemecahan masalah dan memperkenalkan
strategi-strategi yang beragam. Kemudian guru tersebut memberikan
masalah pada siswa untuk dipecahkan. Siswa belajar untuk menerapkan
prosedur langkah secara metodologis dan menyadari bagaimana kemampuan
siswa menerapkan pada proses tersebut. Langkah-langkah pemecahan
masalah, meliputi :
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
d. Merumuskan suatu penjelasan
e. Menganalisa proses inquiry
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
Guru yang mengajar untuk pemecahan masalah, secara terus
menerus akan menerapkan matematika yang mereka ajarkan. Guru tersebut
menggunakan situasi dunia nyata untuk memperkenalkan konsep-konsep dan
kemampuan baru pada siswa dan pemberian informasi baru berikutnya, dalam
latihan materi-materi untuk menekankan penerapannya. Proses pemecahan
masalah dan strategi pemacahan masalah diperkenalkan dan digunakan.
Hubungan antara matematika dan dunia nyata dibuat, akan tetapi
penekanannya masih pada strategi yang sedang dipelajari.
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah.
Guru yang mengajar melalui pemecahan masalah, Thomas L
Schroeder dan Frank Lester. Jr menjelaskan : “ Di dalam pengajaran
matmatika, mengajar melalui pemecahan masalah, masalah dinilai tidak
hanya sebagai suatu tujuan untuk belajar matematika, akan tetapi juga
sebagai alat dasar mengerjakannya. Pengajaran sebuah topik matematika
dimulai dengan sebuah masalah yang diwujudkan aspek-aspek kunci topik,
dan teknis matematika dikembangkan sebagai tanggapan yang masuk akal
pada masalah –masalah yang masuk akal juga.Tujuan matematika adalah
menstransforma-sikan masalah tidak rutin. Pembelajaran matematika dengan
cara begini dapat dipandang sebagai sebuah gerakan konkret ke abstrak.
Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tersusun secara
hierarkhi sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkret , bila
diberi materi matematika yang abstrak tanpa contoh konkret dari materi
tersebut akan mengakibatkan siswa itu tidak mempunyai keinginan
mempelajari materi matematika.
Hal tersebut didukung Piaget ( Herman Hudojo, 1988: hal 45),
yang mengatakan bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan
yang bertahap dari berpikir konkret ke abstrak berurutan melalui empat
periode yaitu :
a. Periode Sensori Motor ( 0-2 tahun).
Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai
akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena
anak melihat dan meraba obyek-obyek.Anak itu belum mempunyai kesadaran
adanya konsep obyek yang tetap. Bila obyek itu disembunyikan, anak itu
tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap
lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa obyek yang
disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
b. Periode Pra-operasional ( 2-7 tahun)
Operasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses berpikir
logis, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor.
Pada periode ini anak dalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan
yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dilihat seketika.
Periode ini sering disebut periode pemberian simbol, misalnya benda
diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku pada kontak langsung
dengan lingkungannya, tetapi anak itu mulai memanipulasi simbol dari
benda-benda sekitarnya. Walaupun pada periode permulaan pra-operasional
ini anak susdah mampu menggunakan simbol-simbol, ia masih sulit melihat
hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.
c. Periode Operasi konkret ( 7-11/12 tahun)
Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi
operasional.Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikya
didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Operasi konkret
hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik
konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil
kesimpulan yang logik dari engalaman-pengalaman khusus.
Pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke
obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak
itu belum memperhitungkan semua kemung-kinan dan kemudian mencoba
menemukan kemungkinan yang mana yang akan terjadi. Anak masih terikat
kepada pengalaman pribadi.Pengalaman anak masih konkret dan belum
formal.
d. Periode Operasi formal ( 11/12 tahun ke atas)
Periode ini merupakan tahap terakhir dari kempat periode
perkembangan intelektual.Periode operasi formal ini disebut periode
operasi hipotetik –deduktif yang merupakan dari perkembangan tertinggi
intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah dapat memberikan alas an
dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara
berpikirnya. Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa
dikaitkan dengan benda-benda empirik.Ia mampu menggunakan prosedur
argument seorang ilmuwan, yaitu menggunakan prosedur hipotetik deduktif
Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan
kompleks dari pada anak yang masih berada dalam periode operasi konkret.
Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu
menggunakan hubungan-hubungan diantara obyek-obyek apabila ternyata
manipulasi obyek-obyek memungkinkan.Anak telah mampu melihat
hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposi-proposi logik-formal
termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat
berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan suatu masalah, ia
dapat mengisolasi faktor –faktor tersendiri atau mengkombinasikan
faktor-faktor i tu sehingga menuju pemecahan masalah tadi.
1). Strategi Pemecahan Masaah
Sesuatu yang harus dikerjakan ketika suatu permasalahan
dihadapi adalah menyeleksi dan menerapkan strategi yang tepat untuk
memecahkannya. Pendekatan pemecahan masalah yang sama yang digunakan
untuk mengajarkan bilangan dan operasi-operasinya dan topik matematika
lainnya adalah juga tepat untuk memperkenalkan dan mengembangkan
kemampuan dengan strategi pemecahan masalah.
Dengan menyeleksi masalah-masalah yang sesuai , guru dapat
memperkenalkan setiap strategi dan membantu siswa mempelajarinya.
Ketika anak –anak menjadi lebih dewasa , mereka akan menye-leksi banyak
masalah dan membuat keputusan tentang strategi itu sendiri. Sepuluh
strategi akan ditunjukkan di bawah ini, yaiu:
a).Mencari Pola-pola
b). Menggunakan sebuah model
c). Menggunakan sebuah gambar atau diagram
d). Memerankan
e). Membuat sebuah tabel/ grafik
f). Menduga dan mengujinya
g). Menginventarisasi semua kemungkinan yang ada
h). Memisahkan menjadi bagian-bagian/ menyederhanakan
i). Menghitung mundur/ memeriksa kembali
y). Mengubah cara pandang
Berdasarkan pembahasan tentang metode Pemecahan Masalah (
Problem Solving) di atas, maka pembahasan pada makalah ini difokuskan
pada strategi mencari pola.
a. Strategi mencari Pola
Dibawah ini akan diberi contoh cara mencari formula suku ke-n
pmenggunakan pendekatan pola. Seperti tersebut di bawah ini.
3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya.
U1 = 3 = 3( 1-1) + 3
U2 =6 = 3(2 – 1) + 3
U3 = 9 = 3(3-1) + 3
U4 = 12 = 3 ( 4 – 1 ) + 3
U5 = 15 = 3(5 – 1) + 3
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa formula suku ke-n atau Un = 3(n-1) + 3. Ini berarti
terdapat keteraturan hubungan antara suku ke-1 dengan suku ke-2, suku
ke-2 dengan suku ke-3, dan seterusnya. Keteraturan hubungan barisan
bilangan adalah dengan pola suku kedua , 3 lebihnya dari suku pertama,
demikian juga suku ketiga , 3 lebihnya dari suku kedua, dan sterusnya.
Untuk lebih menambah wawasan tentang aplikasi metode pemecahan
masalah dalam kegiatan belajar mengajar ( KBM) matematika , strategi
mencari pola perhatikan contoh di bawah ini.
Diketahui : Barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20
Cari keteraturan hubungan atau pola bilangan 8, 11, 14, 17, 20 tersebut .
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
Cari pola barisan bilangan lima suku dari suku ke-1, sukuke-2, suku ke-3, suku ke-4 , dan suku ke-5
Jawab :
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
U1= 8 = 3 + 5, atau U1 = 3 (1) + 5 = 3n + 5
U2 = 11= 6 + 5, atau Un = 3(2) + 5 = 3n + 5
U3 = 14 = 9 + 5 , atau Un = 3 (3) + 5 = 3n + 5
U4= 17 = 12 + 5, atau Un = 3(4) + 5 = 3n + 5
U5= 20 = 15 + 5 , atau Un = 3(5) + 5 = 3n + 5
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}
2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
Cari suku ke-25 ? Jawab Suku ke-25 atau U25 = 3(25) + 5 = 80
d. Merumuskan suatu penjelasan
Untuk mencari suku ke-n suatu barisan bilangan yang belum
diketahui formula suku ke-n nya, dapat dicari menggunakan pendekatan
pola. Formula yang diperoleh melalui cara pendekatan pola sudah diakui
kebenarannya secara umum, meskipun dilakukan dengan menggunakan metode
induksi.
e. Menganalisa proses inquiry
Dari contoh barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20, . . . , ,
{U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}, diperoleh suatu pola suku ke-n
adalah Un= 3n + 5.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Pada hakekatnya matematika adalah ilmu tentang pola.
2. Formula yang dihasilkan dengan cara pendekatan masalah mencari pola, diakui kebenarannya secara
umum, meskipun dilakukan menggunakan pendekatan induksi.
V. Daftar Pustaka
Budhi Prayitno, dkk, 1995. Matematika 1 B. Jakarta ; Penerbit Erlangga.
Hudojo Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jkarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
Pengembangan LPTK.
Kennedy Leonard M, 1994. Guding Children’s Learning of Mathematics. California : Steve Tipps.
Simangunsong, 1987.Materi Metode dan Penilaian. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Suhendra , dkk, 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Jakarta : Penerbit
Universitas Terbuka.
Rabu, 06 Januari 2016
Strategi Pemecahan Masalah Mencari Pola Untuk Mengajar Matematika
( Saryanto- UPBJJ-UT Purwokerto)
7 Januari 2016
I. Pendahuluan
Setiap guru yang akan menyajikan atau mengajarkan matapelajaran kepada siswa, perlu menyusun rencana pengajaran. Terdapat enam model rencana pengajaran yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan( Suhendra .dkk, 2008 : hal 5.3), yaitu :
1. Model Banathy;
2. Model Dick dan Carey;
3. Model Gerlach dan Eli :
4. Model Gagne;
5. Model Kemp;
6. Model PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
Guru yang membuat rencana pengajaran menggunakan model PPSI, maka rencana pengajaran yang disusun memuat lima aspek yaitu :
a.Tujuan, b. Materi/ Isi bahan pelajaran, c.Metode, d. Alokasi Waktu, dan e. Evaluasi.
a.Tujuan
Mengajar adalah kegiatan guru yang berorientasi pada tujuan, terarah pada tujuan, dan bertujuan untuk mencapai hasil belajar. Mengajar berorientasi pada tujuan dalam arti bahwa dalam rangka guru melakukan kegiatan belajar mengajar , maka guru berpedoman pada tujuan instruksional umum ( TIU) yang telah ditentukan oleh Garis-garis besar program pengajaran ( GBPP) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Terarah pada tujuan , dalam arti bahwa akan terjadi perubahan perilaku pada siswa melalui kegiatan belajar mengajar tersebut. Sedangkan mengajar untuk mencapai hasil belajar (siswa memiliki kompetensi ) akan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian, ketika guru akan mengajar, maka guru tersebut menetapkan sasaran yang hendak dicapai ( TIU= Tujuan Instruksional Umum) dan (TIK= Tujuan Instruksional Khusus). Untuk mencapai tepat sasaran, guru merencanakan atau merumuskan tujuan instruksional ( TIU) yang diharapkan tercapai ( TIK) melalui kegiatan belajar mengajar, sehingga hasil belajar yang dikuasai siswa optimal.
b. Materi/ Isi bahan pelajaran
Setelah guru menetapkan tujuan instruksional, maka langkah selanjutnya guru memilih materi / isi bahan pelajaran (misal materi pelajaran matematika), yang akan diajarkan pada siswa. Hasil belajar yang diperoleh siswa merupakan materi pelajaran yang yang diajarkan oleh guru sesuai dengan rumusan tujauan instruksional yang telah dibuat.
c.Metode
Setelah guru menentukan tujuan instruksioal dan memilih materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat, sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instrusional dan materi yang diajarkan.
d. Alokasi Waktu
Setelah guru merumuskan tujuan instruksiona, menyiapkan bahan materi pelajaran den memilih metode yang akan digunakan, maka langkah berikutnya adalah guru merinci alokasi waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Berapa menit waktu yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar kegiatan awal / apersepsi, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/ evaluasi.
e. Evaluasi.
Tujuan instruksional khusus, materi pelajaran dan evaluasi merupakan tritunggal dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam arti bahwa evaluasi merupakan alat ukur keberhasil an siswa dalam menguasai materi pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang dirumuskan oleh guru pada rencana pengajaran.
II. Rumusan Masalah
Berdasar pembahasan rencana pengajaran di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut.
A. Apa yang akan diajarkan kepada siswa (Apakah Hakekat Matematika) ?
B. Metode apa yang dipililih guru untuk menyajikan matapelajaran ? ( Apa hakekat
Metode Pemecahan Masalah ) ?
C. Bagaimana Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Kegiatan Belajar Mengajar ? ( Aplikasi Metode Problem Solving Mengajar Matematika) ?
III.Pembahasan
A.Hakekat Matematika
Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasinya, melainkan juga berhubungan dengan pengukuran tentang panjang , lebar, keliling, dan luas suatu bangun datar. Serta volume suatu bangun ruang. Jika pengertian bilangan, bangun datar, bangun ruang dicakup dengan suatu istilah yang disebut kuantitas, maka matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 1), didefinisi kan sebagai ilmu yang mengenai kuantitas.
Obyek kajian matikatika juga berhubungan dengan pembuktian-pembuktian menggunakan aksioma ( postulat), teorema, dalil, rumus/ formula. Kajianmatematika adalah pembuktian-pembuktian pernyataan masalah matematika dengan cara menganalisis keteraturan hubungan antara aksioma, teorema, dalil, serta formula. Analisis hubungan keteraturan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula digunakan sebagai pembuktian pernyataan matematika.Keteraturan hubungan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula disebut pola. Jadi matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 2), didefinisikan sebagai penggolongan dan analisis ( penelaahan) tentang pola.
Matematika merupakan suatu ilmu yang banyak menggunakan simbol atau lambing-lambang untuk menyatakan atau menunjukkan suatu pernyataan atau ungkapan yang panjang. Salah satu diantaranya ialah untuk menyatakan suatu penjumlahan berurutan. Untuk keperluan ini digunakan suatu notasi yang disebut dengan notasi sigma, yang simbolnya adalah ∑ . Penulisan notasi ∑ selalu diikuti satu variabel atau lebih. Variabel-variabel tersebut untuk menentukan batas bawah dan batas atas serta wilayah penjumlahan. Variabel-variabel yang digunakan dapat memilih dari huruf abjad : a, b, c, d, e, f, dan seterusnya.
Sebagai contoh :
Jawab :
Bilangan-bilangan pembentuk penjumlahan berurutan yang dituliskan di atas, dapat disusun dalam bentuk : Bentuk tersebut seringkali ditulis dengan urut, sebagai berikut 3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya. Keteraturan hubungan antara suku ke-1, suku ke-2, suku ke-3, dan seterusnya, berbentuk pola, disebut barisan bilangan.
Keterangan :
n = suku ke-n
n = 1 (suku pertama)
n= 2 (suku kedua),
b = beda = selisih dari suku ke-2 dengan suku ke-1, atau
b = beda = selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, dst
B. Pengertian Metode Pemecahan Masalah
Meode pemacahan masalah ( Problem solving Method) adalah suatu jenis cara belajar discovery . Dalam hal ini siswa, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok berusaha memecahkan suatu masalah /problema yang nyata. Pemecahan masalah secara kelompok dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas, dan dengan demikian menstimulir munculnya lebih banyak ide, hipotesa dan kritik. Tetapi bagi masalah yang memerlukan penalaran –penalaran yang “ sustained, terpadu benar”, paling tepat dipecahkan oleh perseorangan.
Thorstone ( Simangunsong, 1987: hal 40),menggunakanistilah mtode inquiry sebagai pengganti metode problem solving. Metode inquiry adalah suatu jenis cara belajar, dimana siswa mencari sesuatu sampai tingkatan yakin/ belief/percaya. Tingkatan ini dapat dicapai melalui dukungan fakta, analisa, interprestasi serta pembuktiannya. Bahkan lebih dari itu dalam metode inquiry akan dicari tingkat pencarian alternatif (pilihan kemungkinan ) pemecahan masalah tersebut. Terdapat dua macam metode inquiry, yaitu :
1. Inquiry tertutup / Inquiry terarah ( guided inquiry, closed of paedagogical inquiry), yakni pengajaran inquiry yang pertanyaan-pertanyaan dan hanya satu jawaban yang benar.
2. Inquiry terbuka / discovery, yakni pengajaran inquiry yang memberi kesempatan untuk munculnya jawaban terhadap pertanyaan itu lebih dari satu jawaban benar.
Metode inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kaitan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu. Siswa didorong untuk bertindak aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang dihadapinya dan menarik kesimpul-an sendiri melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan sistematis. Siswa tidak hanya menerima informasi yang disajikan oleh guru atau oleh materi yang terdapat pada buku wajib/ paket , tapi lebih luas dari itu.
Problem solving/ Inquiry adalah istilah yang menunjukkan suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan.
Berdasar uurai di atas, metode Pemecahan masalah/ metode inquiry mengunakan langkah-langkah seperti tersebut di bawah ini.
1. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
2. Mengumpulkan data : Verifikasi
a. Meneliti sifat obyek dan kondisinya
b. Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
3. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
a. Memisahkan variabel yang ada kaitannya
b. Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
4. Merumuskan suatu penjelasan
Merumuskan aturan atau penjelasan
5. Menganalisa proses inquiry
C. Mengajarkan Matematika Menggunakan Metode Pemecahan Masalah
Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr ( 1994: hal 138), mengatakan bahwa mengajar dengan metode pemecahan masalah / Problem solving, dibedakan atas tiga macam pendekatan / strategi , yai-tu :
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
Guru yang mengajar tentang pemecahan masalah, adalah menjelaskan sebuah proses pemecahan masalah dan memperkenalkan strategi-strategi yang beragam. Kemudian guru tersebut memberikan masalah pada siswa untuk dipecahkan. Siswa belajar untuk menerapkan prosedur langkah secara metodologis dan menyadari bagaimana kemampuan siswa menerapkan pada proses tersebut. Langkah-langkah pemecahan masalah, meliputi :
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
d. Merumuskan suatu penjelasan
e. Menganalisa proses inquiry
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
Guru yang mengajar untuk pemecahan masalah, secara terus menerus akan menerapkan matematika yang mereka ajarkan. Guru tersebut menggunakan situasi dunia nyata untuk memperkenalkan konsep-konsep dan kemampuan baru pada siswa dan pemberian informasi baru berikutnya, dalam latihan materi-materi untuk menekankan penerapannya. Proses pemecahan masalah dan strategi pemacahan masalah diperkenalkan dan digunakan. Hubungan antara matematika dan dunia nyata dibuat, akan tetapi penekanannya masih pada strategi yang sedang dipelajari.
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah.
Guru yang mengajar melalui pemecahan masalah, Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr menjelaskan : “ Di dalam pengajaran matmatika, mengajar melalui pemecahan masalah, masalah dinilai tidak hanya sebagai suatu tujuan untuk belajar matematika, akan tetapi juga sebagai alat dasar mengerjakannya. Pengajaran sebuah topik matematika dimulai dengan sebuah masalah yang diwujudkan aspek-aspek kunci topik, dan teknis matematika dikembangkan sebagai tanggapan yang masuk akal pada masalah –masalah yang masuk akal juga.Tujuan matematika adalah menstransforma-sikan masalah tidak rutin. Pembelajaran matematika dengan cara begini dapat dipandang sebagai sebuah gerakan konkret ke abstrak.
Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tersusun secara hierarkhi sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkret , bila diberi materi matematika yang abstrak tanpa contoh konkret dari materi tersebut akan mengakibatkan siswa itu tidak mempunyai keinginan mempelajari materi matematika.
Hal tersebut didukung Piaget ( Herman Hudojo, 1988: hal 45), yang mengatakan bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode yaitu :
a. Periode Sensori Motor ( 0-2 tahun).
Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek.Anak itu belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek yang tetap. Bila obyek itu disembunyikan, anak itu tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa obyek yang disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
b. Periode Pra-operasional ( 2-7 tahun)
Operasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak dalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dilihat seketika. Periode ini sering disebut periode pemberian simbol, misalnya benda diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku pada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak itu mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitarnya. Walaupun pada periode permulaan pra-operasional ini anak susdah mampu menggunakan simbol-simbol, ia masih sulit melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.
c. Periode Operasi konkret ( 7-11/12 tahun)
Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional.Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Operasi konkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logik dari engalaman-pengalaman khusus. Pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum memperhitungkan semua kemung-kinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan yang mana yang akan terjadi. Anak masih terikat kepada pengalaman pribadi.Pengalaman anak masih konkret dan belum formal.
d. Periode Operasi formal ( 11/12 tahun ke atas)
Periode ini merupakan tahap terakhir dari kempat periode perkembangan intelektual.Periode operasi formal ini disebut periode operasi hipotetik –deduktif yang merupakan dari perkembangan tertinggi intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah dapat memberikan alas an dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya. Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik.Ia mampu menggunakan prosedur argument seorang ilmuwan, yaitu menggunakan prosedur hipotetik deduktif Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih berada dalam periode operasi konkret. Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan diantara obyek-obyek apabila ternyata manipulasi obyek-obyek memungkinkan.Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposi-proposi logik-formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor –faktor tersendiri atau mengkombinasikan faktor-faktor i tu sehingga menuju pemecahan masalah tadi.
1). Strategi Pemecahan Masaah
Sesuatu yang harus dikerjakan ketika suatu permasalahan dihadapi adalah menyeleksi dan menerapkan strategi yang tepat untuk memecahkannya. Pendekatan pemecahan masalah yang sama yang digunakan untuk mengajarkan bilangan dan operasi-operasinya dan topik matematika lainnya adalah juga tepat untuk memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan dengan strategi pemecahan masalah.
Dengan menyeleksi masalah-masalah yang sesuai , guru dapat memperkenalkan setiap strategi dan membantu siswa mempelajarinya. Ketika anak –anak menjadi lebih dewasa , mereka akan menye-leksi banyak masalah dan membuat keputusan tentang strategi itu sendiri. Sepuluh strategi akan ditunjukkan di bawah ini, yaiu:
a).Mencari Pola-pola
b). Menggunakan sebuah model
c). Menggunakan sebuah gambar atau diagram
d). Memerankan
e). Membuat sebuah tabel/ grafik
f). Menduga dan mengujinya
g). Menginventarisasi semua kemungkinan yang ada
h). Memisahkan menjadi bagian-bagian/ menyederhanakan
i). Menghitung mundur/ memeriksa kembali
y). Mengubah cara pandang
Berdasarkan pembahasan tentang metode Pemecahan Masalah ( Problem Solving) di atas, maka pembahasan pada makalah ini difokuskan pada strategi mencari pola.
a. Strategi mencari Pola
Dibawah ini akan diberi contoh cara mencari formula suku ke-n pmenggunakan pendekatan pola. Seperti tersebut di bawah ini.
3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya.
U1 = 3 = 3( 1-1) + 3
U2 =6 = 3(2 – 1) + 3
U3 = 9 = 3(3-1) + 3
U4 = 12 = 3 ( 4 – 1 ) + 3
U5 = 15 = 3(5 – 1) + 3
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa formula suku ke-n atau Un = 3(n-1) + 3. Ini berarti
terdapat keteraturan hubungan antara suku ke-1 dengan suku ke-2, suku ke-2 dengan suku ke-3, dan seterusnya. Keteraturan hubungan barisan bilangan adalah dengan pola suku kedua , 3 lebihnya dari suku pertama, demikian juga suku ketiga , 3 lebihnya dari suku kedua, dan sterusnya.
Untuk lebih menambah wawasan tentang aplikasi metode pemecahan masalah dalam kegiatan belajar mengajar ( KBM) matematika , strategi mencari pola perhatikan contoh di bawah ini.
Diketahui : Barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20
Cari keteraturan hubungan atau pola bilangan 8, 11, 14, 17, 20 tersebut .
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
Cari pola barisan bilangan lima suku dari suku ke-1, sukuke-2, suku ke-3, suku ke-4 , dan suku ke-5
Jawab :
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
U1= 8 = 3 + 5, atau U1 = 3 (1) + 5 = 3n + 5
U2 = 11= 6 + 5, atau Un = 3(2) + 5 = 3n + 5
U3 = 14 = 9 + 5 , atau Un = 3 (3) + 5 = 3n + 5
U4= 17 = 12 + 5, atau Un = 3(4) + 5 = 3n + 5
U5= 20 = 15 + 5 , atau Un = 3(5) + 5 = 3n + 5
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}
2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
Cari suku ke-25 ? Jawab Suku ke-25 atau U25 = 3(25) + 5 = 80
d. Merumuskan suatu penjelasan
Untuk mencari suku ke-n suatu barisan bilangan yang belum diketahui formula suku ke-n nya, dapat dicari menggunakan pendekatan pola. Formula yang diperoleh melalui cara pendekatan pola sudah diakui kebenarannya secara umum, meskipun dilakukan dengan menggunakan metode induksi.
e. Menganalisa proses inquiry
Dari contoh barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}, diperoleh suatu pola suku ke-n adalah Un= 3n + 5.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Pada hakekatnya matematika adalah ilmu tentang pola.
2. Formula yang dihasilkan dengan cara pendekatan masalah mencari pola, diakui kebenarannya secara
umum, meskipun dilakukan menggunakan pendekatan induksi.
V. Daftar Pustaka
Budhi Prayitno, dkk, 1995. Matematika 1 B. Jakarta ; Penerbit Erlangga.
Hudojo Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jkarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
Pengembangan LPTK.
Kennedy Leonard M, 1994. Guding Children’s Learning of Mathematics. California : Steve Tipps.
Simangunsong, 1987.Materi Metode dan Penilaian. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Suhendra , dkk, 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Jakarta : Penerbit
Universitas Terbuka.
( Saryanto- UPBJJ-UT Purwokerto)
7 Januari 2016
I. Pendahuluan
Setiap guru yang akan menyajikan atau mengajarkan matapelajaran kepada siswa, perlu menyusun rencana pengajaran. Terdapat enam model rencana pengajaran yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan( Suhendra .dkk, 2008 : hal 5.3), yaitu :
1. Model Banathy;
2. Model Dick dan Carey;
3. Model Gerlach dan Eli :
4. Model Gagne;
5. Model Kemp;
6. Model PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
Guru yang membuat rencana pengajaran menggunakan model PPSI, maka rencana pengajaran yang disusun memuat lima aspek yaitu :
a.Tujuan, b. Materi/ Isi bahan pelajaran, c.Metode, d. Alokasi Waktu, dan e. Evaluasi.
a.Tujuan
Mengajar adalah kegiatan guru yang berorientasi pada tujuan, terarah pada tujuan, dan bertujuan untuk mencapai hasil belajar. Mengajar berorientasi pada tujuan dalam arti bahwa dalam rangka guru melakukan kegiatan belajar mengajar , maka guru berpedoman pada tujuan instruksional umum ( TIU) yang telah ditentukan oleh Garis-garis besar program pengajaran ( GBPP) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Terarah pada tujuan , dalam arti bahwa akan terjadi perubahan perilaku pada siswa melalui kegiatan belajar mengajar tersebut. Sedangkan mengajar untuk mencapai hasil belajar (siswa memiliki kompetensi ) akan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian, ketika guru akan mengajar, maka guru tersebut menetapkan sasaran yang hendak dicapai ( TIU= Tujuan Instruksional Umum) dan (TIK= Tujuan Instruksional Khusus). Untuk mencapai tepat sasaran, guru merencanakan atau merumuskan tujuan instruksional ( TIU) yang diharapkan tercapai ( TIK) melalui kegiatan belajar mengajar, sehingga hasil belajar yang dikuasai siswa optimal.
b. Materi/ Isi bahan pelajaran
Setelah guru menetapkan tujuan instruksional, maka langkah selanjutnya guru memilih materi / isi bahan pelajaran (misal materi pelajaran matematika), yang akan diajarkan pada siswa. Hasil belajar yang diperoleh siswa merupakan materi pelajaran yang yang diajarkan oleh guru sesuai dengan rumusan tujauan instruksional yang telah dibuat.
c.Metode
Setelah guru menentukan tujuan instruksioal dan memilih materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat, sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instrusional dan materi yang diajarkan.
d. Alokasi Waktu
Setelah guru merumuskan tujuan instruksiona, menyiapkan bahan materi pelajaran den memilih metode yang akan digunakan, maka langkah berikutnya adalah guru merinci alokasi waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Berapa menit waktu yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar kegiatan awal / apersepsi, kegiatan inti, dan kegiatan akhir/ evaluasi.
e. Evaluasi.
Tujuan instruksional khusus, materi pelajaran dan evaluasi merupakan tritunggal dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam arti bahwa evaluasi merupakan alat ukur keberhasil an siswa dalam menguasai materi pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang dirumuskan oleh guru pada rencana pengajaran.
II. Rumusan Masalah
Berdasar pembahasan rencana pengajaran di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut.
A. Apa yang akan diajarkan kepada siswa (Apakah Hakekat Matematika) ?
B. Metode apa yang dipililih guru untuk menyajikan matapelajaran ? ( Apa hakekat
Metode Pemecahan Masalah ) ?
C. Bagaimana Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Kegiatan Belajar Mengajar ? ( Aplikasi Metode Problem Solving Mengajar Matematika) ?
III.Pembahasan
A.Hakekat Matematika
Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasinya, melainkan juga berhubungan dengan pengukuran tentang panjang , lebar, keliling, dan luas suatu bangun datar. Serta volume suatu bangun ruang. Jika pengertian bilangan, bangun datar, bangun ruang dicakup dengan suatu istilah yang disebut kuantitas, maka matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 1), didefinisi kan sebagai ilmu yang mengenai kuantitas.
Obyek kajian matikatika juga berhubungan dengan pembuktian-pembuktian menggunakan aksioma ( postulat), teorema, dalil, rumus/ formula. Kajianmatematika adalah pembuktian-pembuktian pernyataan masalah matematika dengan cara menganalisis keteraturan hubungan antara aksioma, teorema, dalil, serta formula. Analisis hubungan keteraturan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula digunakan sebagai pembuktian pernyataan matematika.Keteraturan hubungan antara aksioma, teorema (postulat), dalil, dan formula disebut pola. Jadi matematika ( Herman Hudojo, 1988: hal 2), didefinisikan sebagai penggolongan dan analisis ( penelaahan) tentang pola.
Matematika merupakan suatu ilmu yang banyak menggunakan simbol atau lambing-lambang untuk menyatakan atau menunjukkan suatu pernyataan atau ungkapan yang panjang. Salah satu diantaranya ialah untuk menyatakan suatu penjumlahan berurutan. Untuk keperluan ini digunakan suatu notasi yang disebut dengan notasi sigma, yang simbolnya adalah ∑ . Penulisan notasi ∑ selalu diikuti satu variabel atau lebih. Variabel-variabel tersebut untuk menentukan batas bawah dan batas atas serta wilayah penjumlahan. Variabel-variabel yang digunakan dapat memilih dari huruf abjad : a, b, c, d, e, f, dan seterusnya.
Sebagai contoh :
Jawab :
Bilangan-bilangan pembentuk penjumlahan berurutan yang dituliskan di atas, dapat disusun dalam bentuk : Bentuk tersebut seringkali ditulis dengan urut, sebagai berikut 3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya. Keteraturan hubungan antara suku ke-1, suku ke-2, suku ke-3, dan seterusnya, berbentuk pola, disebut barisan bilangan.
Keterangan :
n = suku ke-n
n = 1 (suku pertama)
n= 2 (suku kedua),
b = beda = selisih dari suku ke-2 dengan suku ke-1, atau
b = beda = selisih suku ke-3 dengan suku ke-2, dst
B. Pengertian Metode Pemecahan Masalah
Meode pemacahan masalah ( Problem solving Method) adalah suatu jenis cara belajar discovery . Dalam hal ini siswa, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok berusaha memecahkan suatu masalah /problema yang nyata. Pemecahan masalah secara kelompok dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas, dan dengan demikian menstimulir munculnya lebih banyak ide, hipotesa dan kritik. Tetapi bagi masalah yang memerlukan penalaran –penalaran yang “ sustained, terpadu benar”, paling tepat dipecahkan oleh perseorangan.
Thorstone ( Simangunsong, 1987: hal 40),menggunakanistilah mtode inquiry sebagai pengganti metode problem solving. Metode inquiry adalah suatu jenis cara belajar, dimana siswa mencari sesuatu sampai tingkatan yakin/ belief/percaya. Tingkatan ini dapat dicapai melalui dukungan fakta, analisa, interprestasi serta pembuktiannya. Bahkan lebih dari itu dalam metode inquiry akan dicari tingkat pencarian alternatif (pilihan kemungkinan ) pemecahan masalah tersebut. Terdapat dua macam metode inquiry, yaitu :
1. Inquiry tertutup / Inquiry terarah ( guided inquiry, closed of paedagogical inquiry), yakni pengajaran inquiry yang pertanyaan-pertanyaan dan hanya satu jawaban yang benar.
2. Inquiry terbuka / discovery, yakni pengajaran inquiry yang memberi kesempatan untuk munculnya jawaban terhadap pertanyaan itu lebih dari satu jawaban benar.
Metode inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kaitan yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu. Siswa didorong untuk bertindak aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang dihadapinya dan menarik kesimpul-an sendiri melalui proses berpikir ilmiah yang kritis, logis, dan sistematis. Siswa tidak hanya menerima informasi yang disajikan oleh guru atau oleh materi yang terdapat pada buku wajib/ paket , tapi lebih luas dari itu.
Problem solving/ Inquiry adalah istilah yang menunjukkan suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan.
Berdasar uurai di atas, metode Pemecahan masalah/ metode inquiry mengunakan langkah-langkah seperti tersebut di bawah ini.
1. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
2. Mengumpulkan data : Verifikasi
a. Meneliti sifat obyek dan kondisinya
b. Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
3. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
a. Memisahkan variabel yang ada kaitannya
b. Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
4. Merumuskan suatu penjelasan
Merumuskan aturan atau penjelasan
5. Menganalisa proses inquiry
C. Mengajarkan Matematika Menggunakan Metode Pemecahan Masalah
Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr ( 1994: hal 138), mengatakan bahwa mengajar dengan metode pemecahan masalah / Problem solving, dibedakan atas tiga macam pendekatan / strategi , yai-tu :
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah
1. Pendekatan mengajar tentang pemecahan masalah
Guru yang mengajar tentang pemecahan masalah, adalah menjelaskan sebuah proses pemecahan masalah dan memperkenalkan strategi-strategi yang beragam. Kemudian guru tersebut memberikan masalah pada siswa untuk dipecahkan. Siswa belajar untuk menerapkan prosedur langkah secara metodologis dan menyadari bagaimana kemampuan siswa menerapkan pada proses tersebut. Langkah-langkah pemecahan masalah, meliputi :
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
d. Merumuskan suatu penjelasan
e. Menganalisa proses inquiry
2. Mengajar untuk Pemecahan Masalah
Guru yang mengajar untuk pemecahan masalah, secara terus menerus akan menerapkan matematika yang mereka ajarkan. Guru tersebut menggunakan situasi dunia nyata untuk memperkenalkan konsep-konsep dan kemampuan baru pada siswa dan pemberian informasi baru berikutnya, dalam latihan materi-materi untuk menekankan penerapannya. Proses pemecahan masalah dan strategi pemacahan masalah diperkenalkan dan digunakan. Hubungan antara matematika dan dunia nyata dibuat, akan tetapi penekanannya masih pada strategi yang sedang dipelajari.
3. Mengajar melalui Pemecahan masalah.
Guru yang mengajar melalui pemecahan masalah, Thomas L Schroeder dan Frank Lester. Jr menjelaskan : “ Di dalam pengajaran matmatika, mengajar melalui pemecahan masalah, masalah dinilai tidak hanya sebagai suatu tujuan untuk belajar matematika, akan tetapi juga sebagai alat dasar mengerjakannya. Pengajaran sebuah topik matematika dimulai dengan sebuah masalah yang diwujudkan aspek-aspek kunci topik, dan teknis matematika dikembangkan sebagai tanggapan yang masuk akal pada masalah –masalah yang masuk akal juga.Tujuan matematika adalah menstransforma-sikan masalah tidak rutin. Pembelajaran matematika dengan cara begini dapat dipandang sebagai sebuah gerakan konkret ke abstrak.
Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tersusun secara hierarkhi sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkret , bila diberi materi matematika yang abstrak tanpa contoh konkret dari materi tersebut akan mengakibatkan siswa itu tidak mempunyai keinginan mempelajari materi matematika.
Hal tersebut didukung Piaget ( Herman Hudojo, 1988: hal 45), yang mengatakan bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode yaitu :
a. Periode Sensori Motor ( 0-2 tahun).
Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek.Anak itu belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek yang tetap. Bila obyek itu disembunyikan, anak itu tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa obyek yang disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
b. Periode Pra-operasional ( 2-7 tahun)
Operasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak dalam berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dilihat seketika. Periode ini sering disebut periode pemberian simbol, misalnya benda diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku pada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak itu mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitarnya. Walaupun pada periode permulaan pra-operasional ini anak susdah mampu menggunakan simbol-simbol, ia masih sulit melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.
c. Periode Operasi konkret ( 7-11/12 tahun)
Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional.Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Operasi konkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logik dari engalaman-pengalaman khusus. Pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum memperhitungkan semua kemung-kinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan yang mana yang akan terjadi. Anak masih terikat kepada pengalaman pribadi.Pengalaman anak masih konkret dan belum formal.
d. Periode Operasi formal ( 11/12 tahun ke atas)
Periode ini merupakan tahap terakhir dari kempat periode perkembangan intelektual.Periode operasi formal ini disebut periode operasi hipotetik –deduktif yang merupakan dari perkembangan tertinggi intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah dapat memberikan alas an dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikirnya. Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik.Ia mampu menggunakan prosedur argument seorang ilmuwan, yaitu menggunakan prosedur hipotetik deduktif Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih berada dalam periode operasi konkret. Konsep konservasi telah tercapai sepenuhnya.Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan diantara obyek-obyek apabila ternyata manipulasi obyek-obyek memungkinkan.Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposi-proposi logik-formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal. Anak juga sudah dapat berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan suatu masalah, ia dapat mengisolasi faktor –faktor tersendiri atau mengkombinasikan faktor-faktor i tu sehingga menuju pemecahan masalah tadi.
1). Strategi Pemecahan Masaah
Sesuatu yang harus dikerjakan ketika suatu permasalahan dihadapi adalah menyeleksi dan menerapkan strategi yang tepat untuk memecahkannya. Pendekatan pemecahan masalah yang sama yang digunakan untuk mengajarkan bilangan dan operasi-operasinya dan topik matematika lainnya adalah juga tepat untuk memperkenalkan dan mengembangkan kemampuan dengan strategi pemecahan masalah.
Dengan menyeleksi masalah-masalah yang sesuai , guru dapat memperkenalkan setiap strategi dan membantu siswa mempelajarinya. Ketika anak –anak menjadi lebih dewasa , mereka akan menye-leksi banyak masalah dan membuat keputusan tentang strategi itu sendiri. Sepuluh strategi akan ditunjukkan di bawah ini, yaiu:
a).Mencari Pola-pola
b). Menggunakan sebuah model
c). Menggunakan sebuah gambar atau diagram
d). Memerankan
e). Membuat sebuah tabel/ grafik
f). Menduga dan mengujinya
g). Menginventarisasi semua kemungkinan yang ada
h). Memisahkan menjadi bagian-bagian/ menyederhanakan
i). Menghitung mundur/ memeriksa kembali
y). Mengubah cara pandang
Berdasarkan pembahasan tentang metode Pemecahan Masalah ( Problem Solving) di atas, maka pembahasan pada makalah ini difokuskan pada strategi mencari pola.
a. Strategi mencari Pola
Dibawah ini akan diberi contoh cara mencari formula suku ke-n pmenggunakan pendekatan pola. Seperti tersebut di bawah ini.
3, 6, 9, 12, 15, . . . dan seterusnya.
U1 = 3 = 3( 1-1) + 3
U2 =6 = 3(2 – 1) + 3
U3 = 9 = 3(3-1) + 3
U4 = 12 = 3 ( 4 – 1 ) + 3
U5 = 15 = 3(5 – 1) + 3
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa formula suku ke-n atau Un = 3(n-1) + 3. Ini berarti
terdapat keteraturan hubungan antara suku ke-1 dengan suku ke-2, suku ke-2 dengan suku ke-3, dan seterusnya. Keteraturan hubungan barisan bilangan adalah dengan pola suku kedua , 3 lebihnya dari suku pertama, demikian juga suku ketiga , 3 lebihnya dari suku kedua, dan sterusnya.
Untuk lebih menambah wawasan tentang aplikasi metode pemecahan masalah dalam kegiatan belajar mengajar ( KBM) matematika , strategi mencari pola perhatikan contoh di bawah ini.
Diketahui : Barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20
Cari keteraturan hubungan atau pola bilangan 8, 11, 14, 17, 20 tersebut .
a. Menghadapi masalah/ ada kesulitan
Cari pola barisan bilangan lima suku dari suku ke-1, sukuke-2, suku ke-3, suku ke-4 , dan suku ke-5
Jawab :
b. Mengumpulkan data : Verifikasi
1). Meneliti sifat obyek dan kondisinya
2). Meneliti kejadian / terjadinya (occurrence) masalah
U1= 8 = 3 + 5, atau U1 = 3 (1) + 5 = 3n + 5
U2 = 11= 6 + 5, atau Un = 3(2) + 5 = 3n + 5
U3 = 14 = 9 + 5 , atau Un = 3 (3) + 5 = 3n + 5
U4= 17 = 12 + 5, atau Un = 3(4) + 5 = 3n + 5
U5= 20 = 15 + 5 , atau Un = 3(5) + 5 = 3n + 5
c. Mengumpulkan data : Eksperimentasi
1). Memisahkan variabel yang ada kaitannya
8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}
2). Menyusun hipotesa ( dan menguji hubungan-hubungan kausal.
Cari suku ke-25 ? Jawab Suku ke-25 atau U25 = 3(25) + 5 = 80
d. Merumuskan suatu penjelasan
Untuk mencari suku ke-n suatu barisan bilangan yang belum diketahui formula suku ke-n nya, dapat dicari menggunakan pendekatan pola. Formula yang diperoleh melalui cara pendekatan pola sudah diakui kebenarannya secara umum, meskipun dilakukan dengan menggunakan metode induksi.
e. Menganalisa proses inquiry
Dari contoh barisan bilangan 8, 11, 14, 17, 20, . . . , , {U(n-1) = 3(n-1) + 5}, {Un = 3n + 5}, diperoleh suatu pola suku ke-n adalah Un= 3n + 5.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Pada hakekatnya matematika adalah ilmu tentang pola.
2. Formula yang dihasilkan dengan cara pendekatan masalah mencari pola, diakui kebenarannya secara
umum, meskipun dilakukan menggunakan pendekatan induksi.
V. Daftar Pustaka
Budhi Prayitno, dkk, 1995. Matematika 1 B. Jakarta ; Penerbit Erlangga.
Hudojo Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jkarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek
Pengembangan LPTK.
Kennedy Leonard M, 1994. Guding Children’s Learning of Mathematics. California : Steve Tipps.
Simangunsong, 1987.Materi Metode dan Penilaian. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Suhendra , dkk, 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Jakarta : Penerbit
Universitas Terbuka.
Langganan:
Postingan (Atom)