Selasa, 18 Februari 2014

Pendekatan Pembelajaran Matematika Konstruktivis Siswa Kelas 1 SD

Makalah
PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONSTRUKTIVIS SISWA KELAS 1 SD
Th 2014
Saryanto
FKIP-UT dpk. UPBJJ Purwokerto
Abstrak
          Sebelum membahas pendekatan pembelajaran konstruktivis, kita ketengahkan lebih dulu pengertian model pembelajaran. Erman Suherman dkk (2001: 7), mengatakan bahwa  model pem-belajaran adalah sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas. Model pembelajaran trediri dari  empat komponen yaitu :
a..Strategi pembelajaran
b. Pendekatan pembelajaran,
c.  Metode pembelajaran                                                                                                                                                                                                                                                          
d. Teknik pembelajaran
          Melihat uraian tentang empat  komponen model pembelajarn tersebut, maka pendekatan pembelajaran merupakan komponen ke-2 model pembelajaran. Pendekatan Pembelajaran Kons-truktivis  dijadikan fokus pembahasan dalam  makalah ini, sehingga makalahnya diberi judul : “Pendekatan Pembelajan Matematika Konstruktivis Siswa Kelas 1 SD ”. 
          Pendekatan pembelajaran matematika konstruktivis mendasarkan teori belajar konstruktivis dari Piaget  yang menekankan pada pemahaman konsep. Pengetahuan konsep dapat dipahami oleh siswa jika pengetahuan yang disusun dan dikembangkan dalam struktur kognitif  telah ada dalam struktur kognitif siswa dan disebut asimilasi. Jika pengetahuan konsep yang disusun dan dikembang-kan tidak sesuai atau belum ada dalam struktur kognitif siswa maka terjadilan disequlibrium ( tidak ada keseimbangan). Agar terjadi keseimbangan ( equilibrium)  dalam struktur kognitif siswa,maka terjadilah penstruturan baru dalam struktur kognitif  dan disebut akomodasi.

 Kata kunci: Pendekatan Pembelajaran Konstruktivis dari Piaget:: 1). Asimilasi  2). Akomodasi
I. PENDAHULUAN
          Setiap guru harusmenguasai bidang ilmu yang dipilihnya dan teori psikhologi pembelajaran yang dikemukakan oleh pakar pendidikan. Hal ini dikandung maksud bahwa  dengan  menguasai bidang ilmu yang menjadi pilihannya  dan teori psikhologi pembelajaran, maka guru dapat  meningkatkan kemampuanya sebagai guru yang professional. Kurikulum sekolah juga merupakan pedoman bagi guru dalam merencanakan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) di ruang kelas, sebab kurikulum berisi secara garis besar materi pelajaran  yang harus disampaikan  kepada siswa.
                                                                                         1
                                                                                                                                                        2
          Kurikulum matematika  yang pernah digunakan di sekolah-sekolah sejak Indonesia merdeka                                                                                                                                                      
sampai sekarang  telah mengalami beberapa kali pembaharuan. Setiap perubahan kurikulum menggunakan dasar teori belajar yang berbeda. Kurikulum matematika sekolah sejak Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1970 anmendasarkan teori belajar aliran behaviorisme. Kaum behaviorisme mendasarkan teorinya pada teori belajar disiplin mental. Menurut  teori ini, bahwa  pikiran adalah seperti otot tubuh yang dibentuk dari pengalaman dan latihan sebagai mana otot tubuh bekerja. Matematika digunakan untuk memberikan latihan mental pada otak. Edward Thorndike ini  ( Leonard M. Kennedy, 1994: hal 31), memberi masukan pada  teori belajar disiplin mental, dengan menambahkan teori belajar yang disebut : “ Koneksionisme”.
          Teori belajar koneksionisme, menjelaskan bahwa belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung  menurut prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah penguatan asosiasi stimulus- respon. Ini berarti semakin kuat  asosiasi antara stimulus dan respon atau semakin sering dilakukan latihan / pengulangan maka hasil belajar yang diharapkan tercapai semakin baik. Drill atau latihan benar-benar ditekankan menurut teori belajar koneksionisme.                                                                                                                                                                                                                                                                      
          Pada tahun 1994, Indonesia juga  melakukan pembaharuan kurikulum atau Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) Matematika Sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai 
jenjang pendidikan menengah. GBPP mata pelajaran Matematika tahun 1994 ini, mendasarkan teorinya pada aliran teori belajar konstruktivisme.                                                                                                                                                                                                                                    
          Teori belajar konstruktivis ( Sutawijaya, 2002: 358) , mengatakan bahwa pengetahuan selalu dimulai dari aktivitas membangun (mengkonstruk) dan karena itu tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif.  Pengetahuan harus secara aktif dibangun oleh individu yang ingin memilikinya. Jika kita anggap siswa harus membangun pengetahuan sendiri, maka kita perlu mempertimbangkan
bahwa pikiran siswa memiliki pengetahuan prasyarat  pada struktur kognitif. Pengetahuan yang ter-                                                                                                                                                                                            
simpan dalam struktur kognitif siswa, merupakan pondasi baginya untuk membangun pengetahuan berikutnya.
          Guru dalam melaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran matematika di kelas juga harus menyesuaikan dengan teori psikhologi pembelajaran yang mendasarinya dan kurikulum matematika yang digunakan. Ini berarti pelaksanaan  KBM yang mendasarkan teori belajar disiplin
                                                                                                                                                      3
mental dan kurikulum matematika tahun 1969 adalah berbeda dengan Pelaksanaan KBM yang mendasarkanteori belajar konstruktivis dan kurikulum matematika 1994. Misal : Pada waktu kurikulum Berhitung tahun 1969, guru mendominasi KBM, sedangkan setelah menggunakan kurikulum matematika 1994, siswa sebagai pusat belajar.
          Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan kurikulum matema-tika Sekolah tahun 1994, siswa dapat mengkonstruk ( membangun dan mengembangkan) ilmu pengetahuan sendiri.  Pengetahuan hanya dapat ditransfer oleh siswa yang aktif. Oleh karena itu dalam pelaksanaan KBM, guru harus  terampil menggunakan model pembelajaran yang berkadar  Cara Belajar Ssiswa Aktif  (CBSA) tinggi.
          Erman Suherman dkk (2001: 7), mengatakan  bahwa  model pembelajaran adalah sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas,  Model pembelajaran trediri dari  4  komponen yaitu :
a..Strategi pembelajaran
b. Pendekatan pembelajaran,
c.  Metode pembelajaran                                                                                                                                                                                                                                                           
d. Teknik pembelajaran
          Melihat uraian tentang empat  komponen model pembelajarn tersebut, maka  akan kita guna-kankomponen ke-2 yaitu pendekatan pembelajaran sebagai fokus pembahasan  makalah ini. Sehingga makalah ini berjudul : “ Pendekatan Pembelajan Matematika Konstruktivis Siswa Kelas 1 SD ”.                                                                                                                                                  
II. RUMUSAN MASALAH
          Dengan fokus pada teori belajar konstruktivis maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
A. Apakah Pengertian Pendekatan Pembelajaran  Konstruktivis?
B. Apakah Ciri-ciri Pendekatan Pembelajaran Matematika Konstruktivis?
C. Bagaimana Aplikasi  Pendekatan Pembelajaran  Matematika Konstruktivis di kelas 1 SD ?
III. PEMBAHASAN
A .Pengertian Pendekatan Pembelajaran  Matematika Konstruktivis
          Untuk membahas pengertian  pendekatan pembelajaran matematika yang konstruktivis, kita awali dari pendapat seorang pakar pendidikan yang bernama :
                                                                                                                                                          4
           Erman Suherman( 2001: hal 7), mengatakan bahwa menurut sifatnya pendekatan pembelajaran terdiri dari : 
1. Pendekatan pembelajaran yang bersifat metodologis, dan 2. Pendekatan pembelajaran yang
bersifat materi.
1.Pendekatan pembelajaran yang bersifat metodologis
          Pendekatan pembelajaranmatematika  yang bersifat metodologis adalah pendekatan pembel-ajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika terkait dengan struktur kognitif sis-wa . Ini berarti jika seorang guru ingin mengajarkan matematika pada siswa  SD, maka harus mem-perhatikan tingkat atau tahapan perkembangan berpikir anak usia SD. Dengan demikian  dalam pembelajaran matematika konstruktivis, tugas guru adalah mengarahkan siswa agar mampu memba-ngun konsep matematika di dalam schemata (struktur kognitif).
          Piaget (http://id.wikipedia.org/wiki/27/01/2014, 10:16), mengatakan bahwa otak manusia mem-bangun pengetahuan pada strutur kognitif ( schemata) melalui tindakan yang termotivasi oleh dirinya                                                                                                                                                      
dan lingkungan. Piaget membagi perkembangan kognitif ( perkembangan mental anak ) menjadi em-pat  tahapan, yaitu : 
a. Tahap Sensori Motor (usia bayi lahir – 2 tahun).
          Bayi lahir telah ada sejumlah reflex bawaan dan dorongan-dorongan  (motivasi) untuk meng-eksplorasi lingkungannya. Skema( konsep ) awal terbentuk melalui diferensiasi reflex bawaan terse-                                                                                                                                                     
but. Pada tahap ini ditandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam subtahapan, yaitu :
1). Sub-tahapan Skema reflex, dicapai oleh bayi yang berusia saat lahir sampai usia 6 minggu. Pada
      sub-tahapan ini ditandai oleh tindakan bayi terutama yang berhubungan dengan dunia reflex.
2). Sub-tahap fase reaksi sirkuler primer, dicapai oleh bayi yang berusia antara 6 minggu sampai 4 bu-
      lan. Pada sub-tahap ini ditandai oleh tindakan bayi terutama yang berhubungan dengan munculnya
      kebiasaan-kebiasaan.  Misal   Bayi  menangis jika popoknya basah.
3). Sub-tahapan fase reaksi sirkuler sekunder, dicapai oleh bayi usia (4 - 9 )bulan, ditandai oleh  
      tindakan bayi terutama yang berhubungan dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
                                                                                                                                                      5
     Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu obyek itu ada bila
     Ada pada penglihatannya.
4). Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkuler sekunder, dicapai oleh bayi yang berusia ( 9 - 12 ) bulan,
      ditandai oleh berkembangannya  kemampuan untuk melihat obyek sebagai suatu yang permanen  
      meski kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut pandang berbeda (premanensi obyek).
     Pada sub-tahapan ini, anak mulai berusaha untuk mencari obyek yang asalnya terlihat kemudian
     menghilang dari pandangannya, asalkan perpindahannya terlihat.
5). Sub-tahapan fase reaksi sirkuler tersier, dicapai oleh anak usia 1 tahun sampai 1,5 tahun, ditandai
     oleh kemampuan terutama yang berhubungan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.                                                                                                                                                    
     Pada sub-tahapan ini, anak mulai mencari obyek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat per-                                                                                                                                                       
     pindahannya.
6). Sub-tahapan awal representasi simbolik, dicapai oleh anak usia 1,5 sampai 2 tahun, ditandai oleh
     kemampuan terutama yang berhubungan dengan tahapan awal kreativitas.
     Pada sub-tahapan ini,mulai melihat obyek yang terpisah dari dirinya, bersamaan dengan itu konsep        obyek dalam struktur kognitif mulai matang. Anak mulai mampu untuk melambangkan obyek                                                                                                                                                  
     fisik ke dalam symbol-simbol. Misal :  mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Anak yang berada pada tahap sensori motor  belum memiliki hukum kekelan sehingga bila ingin mengajarkan matematika besar kemungkinan anak tidak akan mengerti. 
b. Tahap Praoperasional (usia  2 – 6) tahun
          Piaget ( http://id.wikipedia.org/wiki/Teori: Tgl 27/01/2014 10:16),  mengatakan bahwa usia (2 sampai 6 tahun ), anak mulai mengembangkan tindakan secara mental terhadap obyek-obyek. Pada tahap Praoperasional ini ditandai oleh :
1). Anak mulai  mempresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar,
2). Pemikiran anak masih berdasarkan penalaran intuitif dan belum logis
                                                                                                                                                                    6
3). Anak masih kesulitan memahami pendapat oaring lain ( masih egocentris).
4). Semakin tambah usia kemampuan memahami perspektif orang lain semakin meningkat.
5). Pemikiran Anak-anak masih imajinatif.
c. Tahap Operasional Konkret ( Usia 6-12) tahun
          Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget ( Erman Suherman, 2001: 40) disini adalah tindakan-
tindakan kognitif, antara lain seperti  :
1). Mengklasifikasi sekelompok obyek (classifying)
2). Menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation)                                                                                                                                                                      
3). Membilang (counting).                                                                                 
       Tahap opersional konkret, dicapai oleh anak usia  usia (6 - 12 ) tahun. Tahap opersional konkret  ini ditandai oleh :
1). Kemampuan anak-anak pada tahap ini telah mamahami operasi logis dengan bantuan benda kon-
      krit.
2). Anak memiliki kemampuan mengurutkan obyek berdasarkan ukuran, bentuk, atau cirri obyek                                                                                                                                                               
     tersebut ( Pengurutan).
3). Anak memiliki kemampuan untuk menklasifikasi obyek berdasrkan tampilannya, ukurannya, atau
      kharakteristik lain nya (Klasifikasi).
4). Anak sudah mulai mampu untuk melihat dari sudut pandang orang lain.atau Hilangnya sifat
     egosentris.
          Dengan perkataan lain, bahwa anak yang berrada pada tahap operasional konkret sudah memiliki kemampuan menklasifikasi obyek berdasrkan tampilannya, satuan ukuran atau kharakteristik lain nya, tetepi belum bisa berpikir secara deduktif ( dari umum ke khusus ), sehingga pembuktian dalil-dalil matematika secara deduktif , tidak akan dimengerti oleh anak usia ini.

                                                                                                                                                         7
Umumnya  anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan.
          Piaget mengatakan bahwa kemampuan mengklasifikasi obyek berdasarkan satuan ukuran dibe-dakan atas 5 hukum, yaitu ::
a. Hukum Kekekalan Bilangan.
          Piaget mengatakan bahwa anak usia 6 sampai 7 tahun (tahap operasi konkret ), telah memehami hukum kekekalan bilangan yaitu : “ Anak akan mengerti bahwa banyaknya benda – benda itu akan tetap walaupun letaknya di ubah-ubah ( berbeda-beda ) .
Anak yang sudah memiliki hukum kekekalan bilangan sudah mampu menerima konsep operasi penjumlahan bilangan, operasi pengurangan bilangan dan operasi hitung perkalian serta operasi hitung pembagian bilangan..                                                                                                                                                    
b. Hukum Kekekalan Materi / Zat.
          Anak yang berada pada tahap operasional konkret yang usianya sekitar 7 sampai 8 tahun su -                                                                                                                                               
dah memiliki hukum kekekalan materi/ zat, yaitu : “ Anak sudah memiliki kemampuan mebandingkan banyaknya  zat cair pada dua tabung atau gelas, yaitu sebagai berikut:
1). Dua gelas yang banyaknya air  sama, jika banyaknya air pada  dua gelas itu dilihat dari sudut
     Pandang yang tampak samaadalah sama.
2). Dua gelas yangbanyaknya air dari sudut pandangan tampak berbeda kharaktristikya, tetapi                                                                                                                                                 
     dituangkan dari gelas yang berisi air sama akan mengatakan sama. Atau anak mulai mampu
     mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya
     (Decentering).
          Anak sudah memiliki hukum kekekalan materi / zat, sudah mampu memahami konsep bilangan genap dan konsep bilangan ganjil
c. Hukum Komutatif
    Anak usia 7 sampai 8 tahun, mulai memahami bahwa benda-benda dapat di ubah, kemudian  kem-    
    bali ke keadaan awal (Reversibiliti atau Komutatatif).
                                                                                                                                                                    8
d. Hukum Kekekalan Panjang
          Anak yang berada pada tahap operasional konkret  yang usianya mencapai 8 sampai 9 tahun, sudah memahami hukum Kekekalan Panjang, yaitu :
“ Jikadua tali/kawat adalah tadinya sama panjang, anak itu akan mengatakan tetap sama panjang
   meskipun  tali/kawat yang satu dikerutkan yang lain tidak dikerutkan”.
   Anak yang memiliki hukum kekekalan panjang akan mampu memahami konsep pengukuran  
   menggunakan satuan baku ukuran panjang ( km, hm, dam, m, dm, cm, mm)                                                                                                                                                     
e. Hukum Kekekalan Luas
          Anak yang memiliki hukum kekekalan luas dicapai oleh anak yang berusia antara 8 sampai  9                                                                                                                                                     
tahun. Anak memiliki hukum kekekalan luas akan mengerti bahwa: “  Luas daerah bangun geometri yang  tadinya satu daerah bangun geomtri, maka jumlah luas daerah himpunan bagian bangun geome-                                                                                                                                                       
trinya akan  tetap sama, meskipun wilayah daerah bangun geometrinya terpisah ke beberapa daerah bangun geometri.
f. Hukum Kekekalan Berat
          Anak yang memiliki hukum kekekalan berat dicapai oleh anak yang berusia antara 9 – 10 tahun, Anak yang memiliki hukum kekekalan berat akan mampu memahami bahwa berat benda itu tetap walaupun bentuknya, tempatnya, dan atau penimbangannya berbeda-beda.                                                                                                                                             
g. Hukum Kekekalan Isi
          Anak yang memiliki hukum kekekalan isi dicapai oleh anak yang berusia antara 11 – 15 tahun. Anak yang memiliki hukum kekekalan isi akan mampu memahami bahwa air yang ditumpahkan dari sebuah tabung atau gelas yang penuh adalah sama dengan isi sebuah benda yang ditenggelamkan dalam tabung atau gelas tersebut.
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran anak usia SD sudah logis dan lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit  karena sudah memahami konsep kekekalan.  Mereka masih kesulitan berpikir secara induktif apalagi berpikir secara deduktif.
2. Pendekatan pembelajaran yang bersifat materi
          Pendekatan pembelajaran matematika  yang bersifat  materi adalah pendekatan pembelajaran  
                                                                                                                                                  9                                                                                                                                                    
matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa. Misal : Menggunakan konsep geomtri untuk menanamkan konsep bilangan Pecahan.
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika konstruktivis adalah cara siswa mengadaptasi konsep matematika atau membangun konsep matematika dalam struktur kognitif. Jika konsep matematika yang masuk sesuai dengan konsep yang  telah ada dalam struktur kognitif disebut  asimilasi.
          Jika konsep yang masuk dalam struktur kognitif tidak sesuai dengan konsep mate-matika dalam struktur kognitif siswa, maka terjadi ketidak seimbangan atau disequlibrium dalam struktur kognitif                                                                                                                                                         
           siswa. Usaha untuk menyeimbangkan atau equilibrium, maka dilakukan penstrukturan baru dalam struktur kognitif siswa disebut  akomodasi.
d. Tahap Formal ( usia 12 – ketas ) tahun.
          Tahap Formal ini dicapai oleh anak usia 12 tahun .Tahap Formal, ditinjau dari segi psykhologi adalah masa dimana anak telah masak untuk bersekolah Menengah Pertama ( SMP / Madrasah Tsana-wiyah). Tahap Formal, ditandai oleh :
1). Anak sudah mempunyai kemampuan berpikir deduktif.                                                                                                                                                  
2). Anak sudah mampu memahami Pembelajaran pembuktian matematika secara deduktif.                                                                                                                                                   
C. Ciri-ciri Pendekatan Pembelajaran Matematika yang Konstruktivis
          Confrey( 2001: 72) mengatakan bahwa dalam pendekatan konstruktivis menawarkan suatu po-werful construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi pengertian matematika melalui pengalaman, ia mengidentikasi 10 kharakteristik powerful construction berpikir siswa yang ditandai oleh :
   1. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal,2. Suatu keterpaduan antar bermacam-ma
cam konsep,3. Suatu kekonvergenan di antara aneka bentuk dan konteks, 4. Kemampuan untuk                                                                                                                                                     
merefleksi dan menjelaskan, 5. Sebuah kesinambungan sejarah, 6. Terikat kepada bermacam-macam
system symbol,7.  Suatu yang cocok dengan pendapat  ahli (expert), 8. Suatu yang potensial untuk
bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut,  9. Sebagai petunjuk untuk tindakan
berikutnya, dan 10. Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan.
                                                                                                                                                      10
          Semua ciri-ciri powerful construction di atas dapat digunakan secara efektif dalam proses bel-ajar di kelas. Ini berarti bahwa pendekatan pembelajaran matematika yang konstruktif adalah berfokus pada memperdayakan siswa untuk berfikir (mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.
D. Aplikasi Pendekatan Pembelajaran Matematika Konstruktivis Anak Usia SD
          Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, tentunya orang tersebut menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai tepat sasaran, orang tersebut memilih pendekatan yang tepat sehingga diperoleh hasil yang optimal, berhasil guna dan tepat guna.Ini berarti untuk menyampaikan                                                                                                                                                          
materi pelajaran matematika pada siswa SD, perlu ditetapkan Kurikulum atau Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) mata pelajaran Matematika, sebab GBPP adalah pedoman bagi guru yang berisi materi secara garis besar yang harus disampaikan kepada siswa melalui KBM.
          Pada uraian tentang pendekatan (aproach) pembelajaran matematika untuk usia SD, guru perlu memilih pendekatan pembelajaran yang tepat,  yaitu berorientasi pada cara- cara anak usia SD berpikir tentang matematika. Cara pemikiran anak usia SD adalah sudah logis karena berdasarkan pada konsep kekekalan dan pengalaman konkrit.
          Dalam GBPP mata pelajaran matematika kelas 1 cawu 1 SD Kuri-kulum 1994, diperkenalkan                                                                                                                                                  
konsep pengukuran tentang satuan ukur panjang tidak baku dan baku untuk mengukur  panjang dansatuan ukur waktu untuk mengukur waktu. Terdapat satuan ukuran panjang dan satuan ukuran                                                                                                                                                     
waktu yang merupakan warisan nenek moyang termuat dalam dalam GBPP Matematika kurikulum  SD1994. Namun, tidak semua satuan ukuran panjang dan satuan ukuran  waktu yang  hidup subur di masyarakat atau bersifat tradisional termuat dalam GBPP Matematika Kurikulum SD tahun 1994.
          Untuk mengetahui tentang materi matematika tentang satuan ukuran panjang tidak baku yang termuat dalam GBPP Matematika tahun 1994, adalah :
1. Panjang
Membandingkan dua benda.
   -Dibahasakan dengan lebih panjang dari, lebih pendek dari, dan sama panjang dengan.
  - Mengurutkan benda berdasarkan panjangnya, lebarnya, atau tingginya.

                                                                                                                                                       11
 - Mengenal kekekalan panjang, misalnya melalui pengubahan letak 2 benda yang sama panjang,
   _____________ menjadi  ______________
  -Mengunakan satuan ukuran panjang tidak baku,
( Jenkal, Depa, Langkah, Batang korek api,)
          GBPP mata pelajaran matematika tahun 1994 ini, mendasarkan teorinya pada aliran teori belajar konstruktivisme. Teori belajar konstruktivis ( Sutawijaya, 2002: 358) , mengatakan bahwa
pengetahuan selalu dimulai dari aktivitas membangun (mengkonstruk) dan karena itu tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Pengetahuan harus secara aktif dibangun oleh individu yang                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
ingin memilikinya. Jika kita anggap siswa harus membangun pengetahuan sendiri, kita perlu memper-timbangkan bahwa pikiran siswa memiliki pengetahuan prasyarat  pada struktur kognitif.
          Pengetahuan yang tersimpan dalam struktur kognitif siswa, merupakan pondasi baginya untuk membangun pengetahuan berikutnya.Ini berarti untuk mengajarkan satuan ukuran panjang dan satuan ukur waktu yang hidup subur di masyarakat yang tidak termuat dalam GBPP,penyajianya kepada siswa melalaui KBM harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang konstruktivis.  
          Bruner (Karso,(1998: hal 1.14) mengatakan bahwa untuk memulai belajar matematika yang                                                                                                                                                                                                                                                                                              
baik adalah siswa memulai dengan penyajian konkret, kemudian mencoba menyusunnya sendiri ide itu. Ini berarti guru adalah sebagai fasilitator. Dengan cara seperti itu anak akan lebih mudah meng-ingat ide yang sudah ada dalam struktur kognitif  dan lebih mampu dalam menerapkan pada suasana                                                                                                                                                        
lain. Jika guru yang menyusun materi mata pelajaran matematika dan merumuskannya, sedang siswa menerima dalam bentuk jadi, cenderung mengurangi motivasi untuk belajar.
          Confrey ( 2001: 73), mengatakan :  “ . . . sebagai seorang konstruktivis ketika saya mengajar-kan matematika yang obyeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana mengembangkan kognisi mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan suatu cara yang powerful untuk memahami dunia, bagaimana merefleksikan len-sa-lensa itu untuk menciptakan lensa-lensa yang lebih kuat, dan bagaimana mengapresiasi peranan dari lensa dalam memainkan pengembangan kultur mereka. Saya mencoba untuk  mengajarkan me-
reka untuk mengembangkan suatu alat intelektual yaitu matematika.

                                                                                                                                                    12
          Ahli konstruktivis yang lain yaitu Koehler dan Grouws ( 2001: hal 73), mengatakan bahwa : “ Pembelajaran telah dipandang sebagai kontinum antara negosiasi dan imposition pada ujung-ujungnya’  Ahli konstruktivis lainnya  bernama  Cobb dan Steffe (2001:73), menambahkan bahwa : “ . . . dalam pandangan konstruktivisme guru harus secara terus menerus menyadarkan untuk mencoba melihat keduanya (negosiasi dan imposition) aksi siswa dengan dirinya dari sudut pandang siswa.  Seorang yang memandang bahwa belajar adalah suatu transmisi, maka proses mengetahui akan mengikut model imposition ( pembebanan). Sedangkan yang berpandangan bahwa mengajar adalah suatu proses mengfasilitasi suatu konstruksi, maka ia akan mengikuti model negosiasi. KBM guru di kelas akan dipengaruhi oleh paham mereka tentang pembelajaran.
          Agar wawasan pengetahuan pendekatan pembelajaran matematika konstruktivisbertambah ,mari kita simak kisah seorang guru yang berpengalaman mengajar di suatu sekolah dasar kelas 1 SD,                                                                                                                                                      
di daerah pedalaman sebelah barat kota Massachusetts USA pada tahun 1990, seperti tersebut di bawah ini.
Guru tersebut bernama : Anne Hendry.
          Sebelum pelajaran matematika berlangsung ,saya mulai dengan memindah- mindahkan kursi dan dengan menggunakan pita, saya membuat outline berbentuk kapal laut di lantai kelas berukuran (16 x 6) kaki. Kapal tersebut  akan digunakan untuk berlayar ke istana raja. Saya juga menyiapkan                                                                                                                                                     
gulungan surat untuk dibaca oleh para siswa, serta menempelkannya di papan bulletin dengan topik pembicaraan tentang pengukuran.
          Saya memilih seorang murid dan mengintruksikan kepadanya bahwa dalam pembelajaran matematika ia menjadi utusan raja dan membawa maklumat dan diminta membacakan isi makluman tersebut, yaitu : “ Kapal Pesiar ini tak akan berlayar ke istana sang Raja, sampai kamu dapat mengeta-                                                                                                                                                   hui seberapa besar ukuran kapal itu”. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk berpikir beberapa menit. Namun ternyata ada saat diam, cukup panjang periode waktu diam. Bagaimana seorang anak kecil akan mengetahui tentang pengukuran? Apakah telah ada konsep yang dapat yang dapat mereka hubungkan dengan masalah pengukuran ini? Kemudian guru menayakan kepada para siswa : “ Apa yang harus kta kerjakan, siapa yang punya ide? “. Saya lihat mereka saling berpandang-an satu dengan lainnya, saya tahu bahwa mereka tidak punya ide , dari apa harus dimulai? Saya pikir harus ada sesuatu yang dapat siswa gunakan sebagai titik awal siswa mengemukakan ide. . . .  dst.
          Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran matematika yang konstruktivis, adalah siswa belajar matematika bukan dalam bentuk kemasan yang sudah tersusun
                                                                                                                                                     13
secara sistematis, tetapi pembelajaran itu dibangun oleh siswa  secara aktif berdasarkan konsep-konsep yang sudah ada pada siswa disebut asimilasi. Tetapi jika konsep yang masuk dalam struktur kognitif  tidak sesuai dengan konsep yang ada, terjadilah disequlibrium. Sehingga perlu penstrukturan lagi dalam struktur kognitif  agar terjadi equilibrium  disebut akomodasi. Oleh karena itu guru  harus dapat  mengarahkan dan memotivasi  siswa  sehingga kegiatan pembelajaran matematika dapat berjalan lancar.
IV. Penutup
          Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, tentunya orang tersebut menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai tepat sasaran, orang tersebut memilih pendekatan yang tepat sehing-ga diperoleh hasil yang optimal, berhasil guna dan tepat guna. Pendekatan pembelajaran Matematika yang konstruktivis dipilih sebagai fokus pembahasan dalam makalah ini.                                                                                                                                                     
          Pendekatan pembelajaran matematika konmstruktivis, membutuhkan siswa yang aktiv belajar. Pendekatan Pembelajaran konstruktivis mendasarkan teori belajar dari Piaget, yang mengatakan bahwa belajar adalah menyusun dan mengembangkan pengetahuan dalam struktur kognitif ( Sche-mata). Jika pengetahuan yang  disusun sesuai dengan pengetahuan yang ada dalam struktur kognitif maka terjadi asimilasi , jika pengetahuan yang disusun tidak sesuai dengan pengetahuan yang ada dalam struktur kognitif maka dilakukan penstrukturan kembali yang  disebut  akomodasi. Penndekatan pembelajaran matematika yang konstruktivis mendasarkan pada teori belajar pada pemahaman konsep dari Bruner.                                                                                                                                               
V. Daftar Pustaka
Erman Suherman dkk, ( 2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Univer- 
          sitas Pendidikan Indonesia.

Hudoyo Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK.
http://id.wikipedia.org/wiki/  Teori Perkembangan Kognitif.  Tgl 27/01/2014 10:16,
Karso dkk, ( 1998).  Pendidikan Matematika I. Jakarta : Universitas Terbuka .
Kennedy, Leonard M, 1994. Guiding Children’s Learning of Mathematics .California : Wadsworth  
            Publishing Companny.

.