Kamis, 21 April 2016

Cara Mengenal Budaya Tradisional Suku Marind di Kabupaten Merauke
                                                  OLEH : SARYANTO
                                            UT- UPBJJ PURWOKERTO
                                                       29 Maret 2016


I. Pendahuluan
          Perlu kita ketahui bahwa Irian Jaya disebut juga Papua wilyah Negara Kesatuan Republik Indonesia ( Papua NKRI ), terdiri dari dua wilayah propinsi yaitu :
1. Propinsi (Daerah Tingkat I) Papua Barat, dengan ibukota Manokwari
2. Propinsi (Daerah Tingkat I ) Papua, dengan ibukota Jayapura.
          Propinsi Papua, secara administrasi memiliki beberapa kabupaten (daerah tingkat II ), satu diantaranya adalah kabupaten Merauke.
          Secara geografis kabupaten Merauke terletak di antara :
 1. Sebelah  Timur, merupakan  Negara Papua New Guinea.
 2. Sebelah  Selatan, merupakan laut Arafura ( Laut antara pulau Papua dengan 
     Benua  Australia).
 3. Sebelah barat, merupakan Samudera Arafura dan Laut Banda.
 4. Sebelah Utara, merupakan Gunung  Jaya Wijaya.
          Dengan demikian kabupaten Merauke merupakan kabupaten yang paling timur yang berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea dan paling selatan yang dibatasi laut Arafura.
          Kabupaten Merauke dihuni oleh beraneka macam suku, antara lain : a. suku Marind ( penduduk asli), b. suku Jawa, c. suku Sunda, d. suku Bugis, e. suku Ambon, f. suku Batak, g. suku Sasak, .. . dll).  
          Koentjaraningrat ( 1976 : 69), mengelompokan budaya tradisional penduduk asli Irian Jaya atas lima kelompok yaitu :
1.    Kebudayaan penduduk daerah Cenderawasih,
2.    Kebudayaan penduduk pulau-pulau dan dan pantai teluk Cenderawasih,
3.    Kebudayaan penduduk rawa-rawa di daerah Pantai Utara
4.    Kebudayaan penduduk pegunungan Jaya Wijaya,
5.    Kebudayaan penduduk sungai-sungai dan rawa-rawa di daerah bagian selatan.
          Berdasar pada pengelompokan kebudayaan penduduk asli Irian Jaya/ Papua di atas, maka kebudayaan penduduk suku Marind yang secara geografis tinggal di Kabupaten Merauke, adalah termasuk pada kelompok penduduk yang mendiami daerah lembah sungai-sungai dan rawa-rawa daerah bagian selatan Irian Jaya/ Papua NKRI.
          Mapoh merupakan bandara yang terletak di kota Merauke yang berguna sebagai prasarana transportasi udara yang menuju ke Merauke dan berlaku sebaliknya yaitu dari Merauke menuju ke daerah lain di Indonesia.
          Prasarana transportasi darat telah dibangun di kabupaten Merauke, namun masih ter-batas untuk prasarana transportasi darat dari pusat kota Merauke menuju ke lingkungan kabupaten Merauke. Untuk prasarana transportasi antar kota di wilayah propinsi Papua menggunakan fasilitas transportarsi udara.
          Dengan tersedianya fasilitas transportasi udara yang  aktif,  baik milik perusahaan pemerintah maupun swasta, maka untuk berkunjungan ke kota Merauke menjadi lancar. Semakin banyak orang yang berkunjung ke merauke, maka kebudayaan penduduk suku Marind semakin dikenal oleh suku lain.
          Dalam penulisan makalah ini lebih difokuskan pada budaya suku Marind, dengan  judul sebagai berikut : “ Cara Mengenal Budaya Tradional Suku Marind di kabupaten Merauke “.

II. Rumusan Masalah
          Berdasar pada judul di atas, maka rumusan masalah yang dapat penulis susun adalah seperti tersebut di bawah ini.
A. Bagaimana cara untuk mengenal budaya  suku  Marind di kabupaten Merauke?
B. Bagaimana wujud budaya tradisional suku Marind di Merauke?

III. Pembahasan
          Untuk dapat mengenal budaya tradisional penduduk Marind di kabupaten Merauke , penulis melakukan perjalanan ke Merauke, seperti tersebut di bawah ini.
A. Kisah Perjalanan Ke Merauke Bulan Mei 2009
          Berawal dari anak sulung penulis yang bernama Arif Hari Ujiono lulus test penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) yang diselenggarakan oleh Departemen Kehutanan dan mendapat tugas sebagai karyawan kantor Departemen Kehutanan Taman Nasional Wasur Merauke. Selanjutnya Arif Hari Ujiono dengan bekal membawa surat tugas berangkat ke Merauke bulan Mei 2009.
          Perjalanan Arif Hari Ujiono ke Merauke bulan Mei 2009 ditemani oleh ayahnya. Ini berarti perjalanan ke Merauke merupakan rombongan yang terdiri dari dua orang yaitu : 1. Penulis , dan 2. Arif hariujiono ( anak sulung penulis)
          Dengan menggunakan  jasa angkutan Taksi, rombongan berangkat dari rumah Perumnas Teluk Purwokerto, menuju ke Stasiun Kereta Api Purwokerto. Kemudian rombongan menggunakan jasa angkutan Kereta Api Tasyaka melaju dari Purwokerto menuju Stasiun Gambir Jakarta. Langkah berikutnya rombongan menggunakan  Bus Damri  dari Stasiun Gambir menuju ke Bandara Sukarno-Hatta, Cengkareng Jakarta. 
          Dari bandara Sukarno –Hatta ,cengkareng, Jakarta , rombongan naik pesawat Merpati, tujuan adalah lending di Bandara Mopah Merauke, Paua. Penerbangan Pesawat Merpati jurusan Jakarata-Merauke, transit tiga kali yaitu di Ujung Pandang, Biak, Jayapura,dan di Merauke.
          Ungkapan kata yang muncul dalam perjalanan ke Merauke : “Kena apa tugas saya ke Merauke, Jauh sekali ya Pak!”. Kata-kata yang terangkai itu adalah ungkapan dari hati nurani, ketika anak sulung saya yang bernama Arif  Hari Ujiono, mendapat tugas dari  Departemen Kehutanan, karena lulus seleksi pada tes Calon Pegawai Negeri  Sipil pada ta-hun 2009. 
          Sebagai orang tua maka untuk memotivasi anak, saya menambahkan kata-kata: “ Ya, itu adalah jalan hidupmu yang harus dijalani, karena rizki setiap orang sudah ditentukan oleh Allah Swt. Memang rizki kamu ada di Merauke, siapa tahu akan mendapat jodoh di Merauke.         
          Saya sangat terkesan ketika pesawat akan mendarat di bandara Mopah Merauke, terdengar nyanyian dari  Tape recorder Pesawat :“ Tanah airku tak akan ku lupakan; . . . dst”.  Syair yang terkandung dalam nyanyian tersebut, mengingatkan kita bahwa kabuipaten Merauke adalah merupakan bagian dari wilayah Irian Barat ( Propinsi Papua Barat dan Propinsi Papua) yang menjadi satu wilayah NKRI, karena keberhasilan rakyat Indonesia melenyapkan penjajahan Belanda di wiliyah Irian Barat tersebut.
          Dibawah ini ditunjukkan :
“ GambarTugu Pendaratan Pasukan TNI Pertama di wilayah Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua.

Setelah rombongan tutun dari pesawat, langkah berikutnya rombongan memilih naik angkutan Taksi dari bandara Mapoh menujuke alamat kantor Taman Nasional Wasur Departemen Kehutanan Merauke.Taksi mengantar rombongan sampai ke halaman depan kantor, kemudian rombongan turun.
          Perjalanan  rombongan ke Merauke adalah dalam rangka mengantar anak saya yang bernama Arif karena lulus seleksi pada tes Calon Pegawai Negeri  Sipil pada Departemen Kehutanan pada tahun 2009 dan mendapat tugas kerja  di kantor Taman Nasional Wasur Merauke.
          Setelah anak saya menemui bagian kepegawaian dan menunjukkan surat tugas sebagai karyawan di kantor  Taman Nasional Wasur, maka esok harinya anak saya mulai wajib masuk kerja di kantor tersebut.
          Bahkan untuk menginap di Merauke, rombongan diantar mengunakan mobil dinas kantor menuju ke rumah kontrakan milik Pak Slamet Purwadi. Dipilih-kannya rumah kontrakan milik Pak Slamet karena letak rumah tersebut terletak pada jalur angkutan kota dari pusat kota Merauke melaui depan kantor Taman Nasional Wasur. 
          Kebetulan rumah kontrakan milik Pak Slamet masih ada yang belum dikontrak  orang atau masih kosong. Hasil kesepakatan biaya sewa kontrak  rumahper bulan Rp. 300.000,-Kondisi Rumah kontrakan cukup baik yaitu memiliki ruang tamu,dua kamar tidur, kamar mandi dan ruang dapur untuk memasak.
          Adalah lumrah dan wajar biarpun anak saya sudah dewasa, tetapi keberangkatannya ke Merauke dalam rangka melaksanakan tugas dinas,masih diantar orang tua, sebab:
1). Anak tersebut saat itu, belum pernah merantau ke luar daerah karena jenjang pendidikan sejak dari tingkat SD, SMP, SMTA, sampai tingkat Sarjana, diperoleh Purwokerto. Anak tersebut adalah alumnus  Fakultas Ekonmi, UNSOED Purwokerto.
2). Sebagai orang tua merasa tidak nyaman, jika membiarkan anaknya berang-
kat sendiri ke Merauke.
3). Karena berbagai pertimbangan, misal agar tidak keslitan mencari rumah
kontrakan di Merauke.
          Saya adalah Staf edukatif  Universitas Terbuka (UT) yang dipekerjakan di Unit Program Belajar Jarak Jauh – UT ( UPBJJ-UT) Purwokerto.  Saya ijin Cuti tahunan kepada UPBJJ-UT Purwokerto, mengambil empat hari kerja pada bulan Mei  tahun 2009.
          Namun pada hari ke tigadari waktu cuti, saya pamit dengan anak pertama saya yang bertugas sebagai karyawan di Departemen Kehutanan Taman Nasional Wasur Merauke. Selanjutnyapada hari itu juga, saya tinggalkan kota Merauke.
          Dengan menggunakan pesawat Merpati, dari Bandara Mopah Merauke pulang sendiri tujuan Jakarta. Pesawat Merpati terbang  dari Merauke pukul 10.20 WIT dan pesawat mendarat di Bandara Sukarno Hatta Jakarta pukul  24.00 WIB. Saya istirahat di Bandara , setelah sholat subuh di Bandara selanjutnya dengan menggunakan taksi menuju Stasiun Gambir Jakarta.
          Kereta api Argolawudiberangkatkan dari stasiun KA Gambir Jakarta sekitar pukul 07.00 WIB. Dengan kereta apiArgolawu itulah, saya melanjutkan perjalanan dari Jakarta menuju Stasiun Bantarsoka Purwokerto. Kereta api Argolawu sampai di stasiun Bantarsoka Purwokerto pukul 11.30 WIB. Akhir perjalanan sampailah ke rumah Perumnas Teluk Purwokerto, menggunakan jasa angkutan kota jalur C sekitar pukul 12.00 WIB.
2. Kisah Perjalanan Ke Merauke Bulan Maret 2014
          Mungkin hampir setiap orang tua akan sependapat, bahwa jika punya anak laki-laki yang sudah dewasa dan mapan untuk berumah tangga, sering menanyakan kepada anaknya tentang: “Apa sudah punya pilihan calon pendamping hidup /istri?” Tentu pilihan yang diharapkan orang tua adalah mendapat jodoh yang cocok, mempunyai masa depan baik. Kriteria yang baik menurut falsafah Jawa, berorientasi pada tiga kriteria, yaitu : Bibit, Bebet, dan Bobot.
          Terkadang orang tua yang tidak percaya pada calon pendamping hidup yang dipilih oleh anaknya, sehingga orang tua ingin menjodohkan pada calon yang sudah dikenal oleh orang tuanya,  . . . dsb.
          Perjalanan dari Purwokerto ke Merauke bulan Maret 2014, karena Arif Hari Ujiono telah mendapatkan calon pendamping yang cocok. Sehingga kami ( orang tua) melakukan perjalanan ke Merauke pada bulan Maret 2014, dalam rangka melaksanakan acara melamarkan/ meminangkan Arif Hari Ujiono dengan calon pendamping pilihannya yang bernama Ela Wahyuni dari Merauke.
          Saya penulis, istri bernama Reni Yuniarti ikut dalam perjalanan ke Merauke. Kami berdua naik KA Argo Lawu melalui Stasiun Kereta Api Purwokerto, menuju Stasiun Gambir Jakarta.  Kereta api Argo Lawu berangkat dari Purwokerto pukul 10.20 WIB, sampai di Gambir pukul 16.30 WIB .
          Setelah solat Asyar di stasiun Gambir, rombongan melanjutkan perjalanan, menggunakan Bus Damri menuju Bandara Sukarno Hata.Tepat  pukul 18.30 WIB  rombongan sampai di Bandara Sukarno Hata Jakarta.
          Di bandara Sukarno-Hatta, rombongan beristirahat menunggu jadwal terbang pesawat Garuda dari Jakarta pukul 23.50 WIB. Lebih kurang 6 jam waktu terbang pesawat Garuda menuju bandara di Jayapura. Pada pukul 07.00 WIT  pesawat  mendarat di Jayapura dan sekitar 30 menit Pesawat transit di Jaya-pura. Waktu pukul 7.30 pesawat Garuda terbang dari Jayapura menuju Merauke. Pesawat mendarat di Bandara Mapoh Merauke pukul 10.00 WIT.
          Dari bandara Mapoh Merauke rombongan mengunakan taksi menuju alamat Arif di rumah kontrakannya sebagai tempat menginap, yang berjarak lebih kurang satu km dari Bandara. Persaudaraan Arif dengan keluarga Pak Slamet Purwadi tetap terpelihara baik, meskipun sudah tidak menyewa rumah kontrakan milik Pak slamet.
          Esok paginya, Pak Slamet dan Bu Slamet , saya dan istri, yaitu Reni Yuniarti menuju ke rumah calon besan untuk melaksanakan acara lamaran / meminangkan Arif Hariujiono dengan Ela Wahyuni. Sekitar pukul 12.00 WIT, ditetapkanlah kesepakatan waktu pelaksanaan pernikahannya, yaitu tgl 10 Agustus 2014.
          Sebagai PNS, saya juga ijin mengambil cuti tahunan selama empat hari kerja ke UPBJJ-UT Purwokerto, sebelum berangkat ke Merauke. Selama tiga hari, rombongan singgah di Merauke, selanjutnya esok harinya, kami berdua ( saya dan istri) melanjutkan perjalanan dengan naik pesawat Lion Air Ways dari Bandara Mopah Merauke, tujuan Yogyakarta.
          Pesawat Lion Air Ways take-of dari  Meraukepukul  10.00 WIT,setelah terbang kurang lebih 1,5 jam,pesawat mendarat di Jayapura untuk transit kurang lebih 15 menit , kemudian take-of lagi tujuan Ujung Pandang. Sekitar kurang lebih 2 jam terbang, kemudian pesawat mendarat  di Ujung Pandanguntuk transit 15 menit. Selanjutnya pesawat terbang dari Ujung Pandang, tujuan bandara Yogjakarta.
          Akhirnya pesawat Lion Air Ways mendarat di Bandara Yogyakarta. Dari bandara rombongan melanjutkan perjalanan, dengan menggunakan taksi rombongan menuju Stasiun Kereta Api Tugu Yogyakarta.
          Selanjutnya rombongan melanjutkan perjalanan menggunakan Kereta Api dari Yogjakarta menuju Purwokerto.
3. Kisah Perjalanan Ke Merauke Bulan Agustus 2014
          Kami berdua ( saya dan istri ) menyusun rencana, siapa saja yang akan diajak ke acara pelaksanaan resepsi Pernikahan Arif Hari Ujiono dengan Ela Wahyuni di Merauke, tgl 10 Agustus 2014. Dengan pertimbangan tempat pernikahan sangat jauh yaitu di Merauke dan transportasi menggunakan pesawat udara, maka untuk wakil dari famili saya maupun famili istri, tidak ada yang di ajak. Kami berdua sepakat bahwa yang berangkat menghadiri acara pelaksanaan pernikahan antara Arif dengan Ela, hanya berjumlah empat orang, yaitu : yaitu 1. saya, 2. istri , 3. Hepi Hari Susapto ( anak nomor dua), dan 4. Hari Ady Prasetya ( Anak bungsu).
          Dengan demikian rombongan perjalanan ke Merauke  bulan Agustus 2014,  berjumlah empat orang, tiga orang berangkat dari Purwokerto, satu orang berangkat dari Angkara, Turky. Rombongan yang berangkat tanggal 7 Agustus 2014 dari Dukuhwaluh (Purwokerto ) yaitu : 1. saya, 2. istri dan 3. Hari Ady Prasetya ( anak bungsu).  Dengan naik kereta api Argo Lawu pukul 10.20 WIB dari Stasiun Kereta Api Purwokerto, sampai di Gambir Jakarat pukul 16.30 WIB.           
          Sedangkan anggota rombongan bernama Hepi Hari Susapto, berangkat dari Ankara tgl 6 Agustus 2014, menuju Istambul (Turky), selanjutnya dengan naik pesawat Turky Air Ways menuju Bandara Sukarno-Hatta ( Indonesia). Pada saat itu, Hepi Hari Susapto adalah sedang menjadi mahasiswa S1- Teknik Kimia di METU (Midle East Technical of University ) di Ankara, Turky.  Setelah ia menginap satu malam di Hotel dekat Bandara Sukarno – Hata Jakarta, esok paginya ia menuju ke Stasiun Gambir, Jakarta.          
         Di stasiun Gambir tanggal 7 Agustus 2014, keempat anggota rombongan bertemu yaitu : 1. Saya ( Ayah), 2. Istri ( Ibu), 3. Hepi Hari  Susapto ( Anak) dan 4. Hari Ady Prasetya ( Anak). Perlu saya jelaskan disini, bahwa keluarga kami terdiri dari : Saryanto (ayah), Reni Yuniarti ( istri), dengan tiga anak laki-laki, yaitu: 1. Arif Hari Ujiono, 2. Hepi Hari  Susapto, 3. Hari Ady Prasetya. Anak yang sulung adalah Arif Hari Ujiono, itulah yang pada tanggal 10 Agustus 2014, yang jadi pengantin laki-laki.
          Jelaslah bahwa yang hadir pada acara pernikahan anak sulung ( Arif Hari Ujiono) di Merauke adalah orang tua ( ayah dan Ibu ) dan adik-adiknya yaitu : 1. Hepi Hari  Susapto, 2. Hari Ady Prasetya, sehingga berjumlah empat orang.
          Setelah solat Asyar di stasiun Gambir, rombongan melanjutkan perjalanan. Dengan menggunakan Bus Damri rombongan menuju Bandara Sukarno Hata.Tepat pukul 18.30 WIB  rombongan sampai di Bandara Sukarno Hata Jakarta.
           Sholat Mahrib dan sholat Isya di Bandara Sukarno Hata, selanjutna rombongan menunggu jadwal terbang  Pesawat Garuda.Tepat pukul 23.50 WIB rombongan naik pesawat Garuda terbang tujuan Merauke.Pada tgl 8 Agustus 2014, pesawat mendarat di bandara Jayapura pukul 07.00 WIT,untuk  transit sekitar 30 menit.Selanjutnya pesawat Garuda terbang dari Jayapura dengan tujuan Merauke.Sekitar pukul 10.00 WIT, pesawat Garuda mendarat di Bandara Mapoh Merauke. Arif  Hari Ujiono menjemput rombongan di Bandara Mapoh Merauke, selanjutnya rombongan menggunakan taksi,menuju rumah kontrakan Arif Hariujiono sebagai tempat menginap.
          Esok harinya, pada tgl. 10 Agustus 2014, Pengantin laki-laki diantar oleh Pak Slamet Purwadi beserta keluarganya, Kepala Kantor Kehutanan Taman Nasional Wasur beserta stafnya, Keluarga Pak Saryanto, dll, berangkat dari rumah Pak Slamet menggunakan mobil Dinas Kantor Taman Nasional Wasur menuju ke Tempat Resepsi Acara Pernikahan. Suasana sakral ketika berlang-sung acara pernikahan antara  Arif Hari Ujiono dengan Ela Wahyuni  dapat dilihat pada gambar Acara Pernikahan .
          Setelah acara Pernikahan selesesai, rombongan dari Purwokerto dengan menggunakan kendaraan mobil Dinas kantor Taman nasional Wasur,di antar ke rumah kontrakan Arif  Hari Ujiono.
          Esok harinya, tanggal 11 Agustus 2014, rombongan Purwokerto dan pengantin serta pengantin wanita, di antar ke tempat wisata yang ada di kabupaten Merauke menggunakan mobil Dinas kantor Taman nasional Wasur, antara lain :
1.  Berwisata ke wilayah Distrik Sota , Kabupaten Merauke,
2.  Berwisata Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua, suatu 
      wiyah distrk yang merupakan tempat pendaratan pasukan TNI pertama di
      Merauke  untuk merebut  kembali Wilayah Irian Barat dari pendudukan
      pasukan Belanda ke panggkuan wilayah NKRI.
3. Berwisata Hutan Taman Nasional Wasur di Kabupaten Merauke.
          Dibawah ini ditunjukkan contoh gambar foto penulis, Hepi Hari Susapto dan Hari Ady Prasetya, yang membelakangi rumah binatang rayap/ laron. Rumah binatang  rayap itu, banyak dijumpai di hutan Taman Nasional Wasur.

4. Berwisata ke perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia degan Negara Papua
    Nuigini.
          Dibawah ini ditunjukkan Gambar :
a. Tugu Selamat Datang di perbatasan RI-Papua Nuigini.
Selama lima hari rombongan Purwokerto singgah di Merauke, selanjut-nya tanggal 12 Agustus 2014, rombongan dengan jumlah enam orang yaitu : a. Saryanto ( Ayah); b.Reni Yuniarti ( Ibu); c. Arif Hariujiono ( Pengantin laki-laki); d. Ela Wahyuni ( Pengantin wanita); e. Hepi Hari Susapto ( Anak ke dua );  dan f. Hari Ady Prasetya (Anak anak ke tiga).
          Dari Bandara Mapoh Merauke pukul  10.00 WIT , rombongan naik pesawat  Garuda , tujuan bandara Sukarno-Hata Jakarta. Pesawat Garuda mendarat di bandara Sukarno-Hata pukul  17.00 WIB. Setelah sholat Asyar di Bandara Sukarno-Hata, rombongan melanjutkan perjalanan menggunakan Bus Damri menuju Stasiun KA Gambir.  Di Stasiun Gambir satu orang dari rombong-an yaitu Hepi Hari Susapto menginap satu malam di Hotel di Jakarta ,untuk melanjutkan perjalanan dengan pesawat Turky ke Ankara Turky.
        Rombongan yang berjumlah lima orang  berangkat pukul 21.30 dari Stasiun Gambir melanjutkan perjalanan ( dalam Jadwal pukul 20.15 WIB) menuju ke Stasiun KA Purwokerto.Rombongan yang berjumlah lima orang menggunakan jasa angkutan Kereta Api Argo Lawu sampai di Stasiun KA Purwokerto tanggal 13 Agustus 2014 pukul  04.15 WIB . Dengan menggunakan taksi rombongan menuju rumah Dukuhwaluh.
          Selama sembilan hari Arif Hariujiono ( manten laki-laki); d. Ela Wahyuni ( manten wanita) tinggal Dukuhwaluh. Mereka berdua ijin cuti dua minggu.Arif  adalah karyawan Departemen kehutanan Taman Nasional wasur, sedang Ela Wahyuni adalah karyawan Bank Danamon Merauke.
          Pada tanggal 22 Agustus 2014, rombongan ( Arif Hariujiono dan Ela Wahyuni), pukul  10.15 WIB melanjutkan perjalanan dari  Purwokerto menggunakan Kereta Api Argo Lawu tujuan stasiun KA Gambir Jakarta. Dari Stasiun KA Gambir, perjalanan dilanjutkan ke Bandara Sukarno- Hata.Selanjutnya rombongan dari bandara Sukarno-Hata Jakarta menggunakan pesawat Garuda pukul 23.50 WIB, tujuan Ke Bandara Mopah Merauke.

B. Budaya Tradisional Suku Marind di Kabupaten Merauke
          Kelancaran transportasi di Indonesia, berdampak positip terhadap peningkatan kesejahteran hidup manusia. Namun banyak penduduk asli kabupaten Merauke yang hidup dengan peralatan budaya tradisional zaman pra sejarah, dan hanya sebagian kecil penduduk asli kabupaten Merauke yang menikmati kehidupan dengan peralatan dan fasiltas budaya modern.
          Koentjaraningrat ( 1976 : 69), mengelompokan budaya tradisional penduduk Irian Jaya atas lima kelompok yaitu :
Kebudayaan penduduk daerah Cenderawasih,
Kebudayaan penduduk pulau-pulau dan dan pantai teluk Cenderawasih,
Kebudayaan penduduk rawa-rawa di daerah Pantai Utara
Kebudayaan penduduk pegunungan Jaya Wijaya,
Kebudayaan penduduk sungai-sungai dan rawa-rawa di daerah bagian selatan.
          Berdasar pada pengelompokan kebudayaan Irian Jaya di atas, maka kebudayaan penduduk suku Marind yang secara geografis tinggal di Kabupaten Merauke, adalah termasuk pada kelompok penduduk yang mendiami daerah lembah sungai-sungai dan rawa-rawa daerah bagian selatan Irian Jaya.      
          Kebudayaan tradisional Suku Marind, dapat dikelompokkan pada kebudayaan jaman prasejarah. Peninggalan kebudayaan tradisional suku Marind, antara lain :
1. Pakaian dari serat kulit kayu,
2. Tas dari bahan kulit kayu ( Noken),
3. Kalung dari kulit kayu,
4. Perahu lesung,
5. Panah untuk berburu rusa, berburu Kalong ( Kelelawar besar),
6. Batang Pohon Kayu untuk menumbuk batang phon sagu, dll  ( lihat gambar di bawah ini).      
          Dibawah adalah gambar foto kebudayaan tradisional suku Marind
Keterangan Gambar : Perahu Lesung, batang pohon kayu, noken dan pakaian dari serat kulit kayu.
          Noken adalah tas terbuat dari serat kulit kayu, digunakan oleh suku Marind dengan cara digantungkan pada leher, untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari ,membawa hasil pertanian misal : Sayuran, Umbi-umbian. Noken juga digunakan untuk membawa barang-barang dagangan.  Batang pohon kayu untuk digunakan sebagai alat untuk menumbuk batang phon sagu.   
          Mata pencaharian, merupakan suatu aktivitas kegiatan ekonomi manusia guna mempertahan-kan hidupnya guna memperoleh taraf hidup yang layak. Mata pencaharian pokok penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh lingkungan alam dan lingkungan kebudayaan.
          Lingkungan alam kabupaten Merauke merupakan daerah dataran rendah yang dialiri oleh banyak sungai dan rawa-rawa. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berupa protein hewani, diperoleh dengan cara berburu dan menangkap ikan, kerang, kepiting, kura-kura, dan lain-lain.  
          Perahu lesung, digunakan oleh suku Marind untuk mencari ikan, mencari binatang kerang, berbagai jenis udang, kepiting, dan kura-kura.  Di malam hari mereka menangkap ikan dengan memakai perahu lesung  dengan penerangan obor yang diikatkan di depan perahu lesung.  Kegiatan menangkap ikan, kerang, kepiting, kura-kura, dan lain-lain di sungai, rawa-rawa, maupun di laut menggunakan jala  buatan sendiri oleh keluarga batih ( suami, istri dan anak-anak paling banyak tiga atau empat orang.
          Kegiatan berburu hanya dilakukan oleh orang laki-laki, terutama binatang buruan rusa, babi hutan, kanguru, burung kasuari, dan kadang-kadang binatang Ular, kelelawar besar (Kalong), dan lain-lain. Suku Marind juga mengenal berkebun, tetapi berkebun dilakukan secara sistem ladang. Sistem Ladang yaitu sistem pertanian  yang dilakukan dengan cara membakar hutan sebagai areal menanam  ubi-ubian. Tanah untuk berkebun merupakan wilayah tertentu di dalam hutan yang masing-masing di bawah ulayat/ marga.
          Ulayat/ marga adalah sistem kelompok kerabatan berdasarkan garis keturunan. Suku Marind memakai sistem marga patrilineal (fam)atau sistem kekerabatan garis keturunan laki-laki ( ayah).
          Banyak dari tanah milik ulayat patrilineal (fam) tertentu yang telah ditanami, ditinggalkan dan tidak digarap lagi oleh warga lain dari ulayat tersebut. Karena tanah untuk berkebun masih dirasakan luas oleh penduduk Marind, maka tanah milik ulayat tertentu yang ditinggalkan dan digarap oleh warga ulayat lain jarang menimbulkan konflik.
          Sagu merupakan makanan pokok suku Marind, pekerjaan mencari pohon sagu di hutan sagu milik ulayat itu merupakan tugas kaum wanita. Pohon sagu yang telah berusia antara 8 s/d 12 tahun ditebang. Selanjutnya batang pohon sagu dikupas kulitnya. Langkah selanjutnya batang pohon sagu yang telah dikupas kulitnya dan dibersihkan, ditumbuk halus, kemudian diperas untuk mendapatkan tepung sagu. Untuk menumbuk batang phon sagu digunakan alat batang pohon kayu.        
          Hutan sagu menjadi hak milik ulayat patrilineal tertentu, yang letaknya kurang lebih tiga sampai lima kilometer jauhnya dari desa. Setiap orang suku Marind mempunyai hak untuk mengambil sagu di areal hutan sagu milik ulayat yang diwarisi dari ayahnya( Patrilineal).
          Setiap orang Marind dapat juga mengambil sagu di hutan dimana ibunya biasannya mengambil sagu. Bahkan boleh mengambil sagu dimana saudara laki-laki ibu biasanya mengambil  sagu. Demikian juga boleh mengambil sagu di wilayah hutan sagu dimana saudara-saudara laki-laki dari  ibu biasanya mengambil sagu. Begitu pula boleh mengambil sagu di wilayah hutan sagu wilayah istrinya.Tepung sagu adalah sebagai bahan pembuatan bubur, atau sebagai roti bakar.       
          Penduduk Marind yang semula menikmati budaya makanan pokok sagu, sekarang ada yang beralih ke budaya makanan pokok beras. Bupati Merauke Johanes Gluba Gebze, mengatakan bahwa saat ini produksi rata-rata lahan pertanian sawah di Merauke 5,5 ton gabah kering panen/ Ha. “Luas lahan pertanian sawah produktif yang tersedia di sini baik lahan basah maupun lahan kering 2,390 juta ha, dengan total produksi tiap tahun mencapai 30.000 ton. KabupatenMerauke sudah mampu swasembada pangan beras, dan kelebihannya distribusikan ke Wamena lewat transport udara Hercules TNI AU, juga ke Kabupaten Baru dan Mimika,” kata bupati Merauke.
          Sebagai besar  lahan pertanian padi sawah di Kabupaten Merauke diolah oleh petani transmigran dari Jawa. Saat ini suku Marind sudah mulai ada yang bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam padi sawah. Dibawah ini ditunjukkan gambar anak-anak suku Marind yang menikmati budaya modern.


 Gambar : Foto Anak-anak Suku Marind di Kabupaten Merauke

DAFTAR PUSTAKA 
Koentjaraningrat, 1976.Manusia Dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Saptodadi.
Saryanto, ( 11-8-2014). Photo Selamat Datang di ambil di Distrik Sota , Kab Merauke, Prop Papua,
                  NKRI. Pengambil gambar : Hari Ady Prasetya.

Saryanto, ( 11-8-2014). Photo Lokasi  Tugu Perbatasan antara Negara  Kesatuan Republik Indone-
                    sia dengan Negara Papua Nuigini.di ambil di Distrik Sota, Kab. Merauke.Pengambil
                    gambar : Hari Ady Prasetya

Saryanto, ( 11-8-2014). Photo Budaya Suku Marind di Kabupaten Merauke.Merauke : Peninggal-
                   an Budaya di Lokasi  Bomi Sai Taman Nasional Wasur. Pengambil gambar : Hari Ady
                    Prasetya

Saryanto, ( 11-8-2014). Photo Anak-anak  Suku Marind di Kabupaten Merauke. Pengambil gambar :
                  Hari Ady Prasetya